“Setiap desa desa murni atau suku memiliki pengetahuan dan kearifan serta mengetahui bagaimana belajar dan mewariskannya.”
“Every Indigenous Village or Tribe has knowledge and wisdom and know how to learn and inherit them”
Perjuangan demi menjaga bumi lebih hijau adalah tanggung jawab bersama. Tidak terkecuali baik penduduk kota maupun desa. Jika artikelku sebelumnya bercerita tindakan gotong royong bersama dalam challenge yang bisa kita lakukan dalam keseharian, sekarang mari bicara tentang perjuangan gerakan komunitas dalam menjaga bumi.
baca juga : Bisakah Tetap Ramah Lingkungan di Bulan Ramadan ?
Beberapa hari yang lalu, aku bersama Eco Blogger Squad Senior duduk bersama di layar ZOOM bersama komunitas local Desa Nusantara dan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia).
Tema diskusinya seputar Dana Nusantara, istilah ini belum familiar di telingaku. Namun, yang membuatku penasaran apa ya motif dari komunitas lokal dan WALHI ini ingin menyuarakan tentang Dana Nusantara ini. Yuk , simak sampai habis yaaa!
Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL)
Sebelum jauh-jauh ke intinya, kenalan dulu dong sama apa itu masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL). Aku pernah membahasnya di artikel Fakta Tentang Masyarakat Adat.
Singkatnya masyarakt adat memegang teguh nilai-nilai adat terntu, mereka memiliki kesamaan suku, nilai dan norma sosial. Sementara komunitas lokal hanya mencakup mereka yang bermukim atau mencari nafkah di wilayah tertentu dan bisa terdiri dari berbagai suku, adat, ras dan agama. Sama hal seperti Desa Nusantara.
Mengenal Desa dan Dana Nusantara
Eits, jangan sampai kebolak balik. Ada Dana Nusantara dan Desa Nusantara yaa…
Desa Nusantara terletak di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan dengan luas wilayah mencapai 259.300 Hektar. Sejarah awal mula Desa Nusantara di mulai dari program transmigrasi di tahun 1981. Nama Nusantara karena perusahaan yang mendapat tender pembukaan lahan dan pembangunan kawasan transmigrasi pada era Orde Baru di daerah Jalur 27 itu bernama PT Nusantara.
Warga desa Nusantara pada umumnya berasal dari Jawa Timur yaitu dari Kediri, Madiun, Tulung Agung, Nganjuk, dan Mojokerto, walaupun pemukim pertama berasal dari Jawa Barat yaitu asal Pandeglang dan Subang. PT. Nusantara menyiapkan rumah panggung dan drum tadah hujan. Nah, paham ya kenapa Desa Nusantara disebutnya Komunitas Lokal?\
Kalau Dana Nusantara? Ini juga istilah baru, menurut kpa.or.id karena baru saja dirilis tahun kemarin, tanggal 24-30 Oktober 2022 pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara.
Program ini bertujuan untuk mendukung inisiatif komunitas dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dengan memberikan bantuan pendanaan yang terjangkau dan mudah diakses.
Bantuan pendanaan yang diberikan melalui program DANA NUSANTARA difokuskan pada komunitas yang memiliki akses terbatas terhadap sumber daya dan pendanaan, serta memiliki potensi untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Selain itu, bantuan pendanaan juga akan diberikan kepada komunitas yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan inisiatif pengelolaan sumber daya alam secara mandiri dan berkelanjutan.
Tujuannya mulia tentu memiliki perjuangan yang tidak mudah. Banyak sekali kepentingan dari berbagai pihak di dalamnya. Namun, bukan soal itu yang akan kita bahas di sini ya teman. Tapi kenapa mereka butuh menyuarakan hal ini!
Kerusakan Ekologis yang Makin Meringis!
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) melaporkan sebanyak 1.945 kali bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 2022. Kejadian bencana alam yang mendominasi adalah cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor.
Kejadian bencana tersebut setidaknya mengakibatkan ratusan jiwa meninggal dunia, 692 luka-luka dan lebih dari 2,5 juta jiwa mengungsi. Bencana yang terjadi bukan karena soal cuaca ekstrim saja. Manusia sering dibutakan dengan jari yang harusnya lebih banyak menunjuk ke diri sendiri. Kerusakan alam yang disebabkan manusia juga memiliki sumbangsih yang tidak sedikit. Contoh kerusakan ekologis yang membuat meringis seperti menurunnya kuantitas dan kualitas Hutan Indonesia, kerusakan daerah aliran sungai (DAS), pencemaran tanah, udara dan air yang meningkat.
Tentu ini berhubungan dengan pengelolalaan, perubahan lingkungan hidup dan pengabaian dalam narasi pembangunan-pembangunan. Alih fungsi lahan hutan menjadi area industri, seperti perkebunan sawit dan tambang, industri kayu, pembangunan infrastruktur, dan eksploitasi berlebih tak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab berkurangnya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsinya, termasuk dalam menyerap air.
Penanganan krisis ekologi belum terlihat perubahannya, namun negara kita tetap memberi karpet merah pada industri esktraktif (seperti tambang) dan perkebunan monokultur (seperti sawit), pembangunan infrastruktur raksasa tanpa pernah menghitung daya dukung dan tampung lingkungan hidup. Ironinya kita sambil terus menyalahkan alam.
Potensi Kearifan Lokal Menjaga Bumi
Hari ini pengetahuan canggih alamiah tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan sains. Dampak positifnya memang pembangunan dan industry lebih massif setiap tahunnya, seperti yang disinggung di atas. Sayangnya, kita sering luput mengenai potensi masyarakat lokal ini. Bahwa beda ladang beda belalang. Seperti Indonesia yang memiliki ragam ekosistem setiap daerah berbeda lahan dan cara penangannya.
Dana Nusantara Untuk Menjaga Nusantara
Dana Nusantara digunakan untuk membuat sistem tata guna lahan dengan satu konsep Sustainable Land Use Planning (SLUP). Metode ini bertujuan untuk menyusun tata guna lahan berkelanjutan secara partisipatif.
Harapannya masyarakat lokal bersama WALHI juga dapat mengawasi implementasi program Dana Nusantara ini agar lebih tepat guna.
Desa Nusantara yang berawal dari warga transmigrasi yang berharap kehidupan lebih baik ini memiliki sejarah yang tidak pendek. Kebayang ga baru 20 tahun pindah kemudian, sawah mereka diklami Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan sawit.
Perjuangan pun berlanjut hingga muncul Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) yang didirikan tahun 2007 berfungsi mengelola lahan untuk rakyat juga sebagai wadah menyalurkan aspirasi warga.
Kita harus tahu bahwa Alih fungsi lahan hutan menjadi area industri, seperti perkebunan sawit dan tambang, industri kayu, pembangunan infrastruktur, dan eksploitasi berlebih tak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab berkurangnya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsinya, termasuk dalam menyerap air.
Dengan Dana Nusantara kita dapat tetap menjaga ekologis agar pertanian tidak sejenis saja. FPNB mengelola lahan dan tanah yang dapat ditanami dengan berbagai tumbuhan seperti padi, nanas, nangka, buah naga, jeruk kunci, cabe rawit hingga kopi. Mereka juga memelihara ragam ternak seperti kambing, sapi, ikan, dll.
Penutup
Setiap daerah pasti memiliki rangkaian canggih informasi, pemahaman dan penafsiran yang bisa memandu masyarakat itu sendiri. Masyarakat lokal dapat mengembangkan himpunan pengalaman yang kaya beserta penjelasan yang berkaitan dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Singkatnya dengan pengetahuan lokal atau adatnya, masyarakat lokal dapat membantu menjaga bumi dari kerusakan ekologis. Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan masyarakat lokal harusnya bisa bekerja sama dengan baik dalam menjaga bumi ini bukan sebab keegoisan dan kepentingan pribadi atau golongan semata.
Miris memang, Mbak, keadaan alam sekarang ini. Bagaimana nanti untuk anak cucu manusia yang sekarang ini ya? Sebenarnya kan alam ini milik mereka, tapi sudah dirusak oleh manusia-manusia yang mementingkan nafsunya sendiri. Hadeh ..
Baru di artikel ini aku paham bedanya Desa Nusantara dan Dana Nusantara. Semoga ya pemerintah pusat dan lokal mendukung kiprah komunitas lokal menjaga bumi. Sekarang aja cuaca ekstrim di-mana²