Anak Susah Belajar? Adakah Kebutuhan yang Terlewati?

Photo of author

By Shafira Adlina

Apakah teman-teman merasa bahwa semakin hari semakin banyak orang tua (maupun orang dewasa lainnya) yang menuntut anak-anak usia dini untuk mengejar akademik sedini mungkin?

Hal ini terpancing ketika melihat salah satu teman blogger yang me-repost soal ulangan anak kelas 1 entah siapa yang sangat menjelimet untuk anak seusianya. Banyak yang berkomentar, bahwa zaman sekarang pelajaran anak-anak semakin susah, berbeda dengan zaman kita dahulu yang tingkatnya sama. Seolah-olah akademik menjadi suatu keharusan.

anak susah belajarSetiap Orang tua Ingin Memberikan yang Terbaik

Ada juga beberapa percakapan beberapa ibu-ibu sekitar saya yang bernada:

“Sekolahnya kurikullum apa?”

seolah menjadi headline setiap mencari sekolah.

Setiap orang tua ingin selalu memberikan yang terbaik. Orang tua mana yang tidak ingin anaknya cerdas dan bisa melalui masa-masa belajar dengan lancar. Banyak usaha yang dilakukan orang tua untuk mewujudkan tersebut dengan menambah jam belajar anak, dan memilihkan sekolah yang terbaik menurut orang tua.

Sayangnya, seolah orang tua di era sekarang hanya mengejar kesemuan semata tanpa memiliki pengetahuan kebutuhan dasar anak.

Jika kita lihat mainan bertema akademis pun lebih laku di pasaran. Padahal kebutuhan anak usia dini banyak sekali, sebelum bisa mencapai puncak pembelajaran akademik dengan baik.

Mengenal Piramida Belajar

Dengan segala usaha dan upaya yang dilakukan orang tua seperti di atas, terkadang hasilnya tak juga maksimal. Anak-anak masih lambat belajar, minim daya juangnya, atau tidak disiplin menjalankan aktivitas harian mereka, dan banyak lagi masalah yang dijumpai dalam dunia pendidikan anak.

William dan Schellenberger 1996 menunjukkan seorang anak tidak serta merta dapat berpikir dengan komprehensif tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu yang berkaitan dengan perkembangan usia mereka.

Butuh kematangan saraf secara bertahap yang akan menyiapkan struktur otak anak sehingga memiliki fungsi eksekutif yang sempurna. Ingat, anak itu bukan orang dewasa versi mini. Mereka memilihi aspek dan tahap perkembangannya.

Jika kita kaitkan dengan agama, jelas mengapa di Al Quran memperlakukan anak itu berbeda dengan anak usia pre akil baliq dan akil baliq. Tahap perkembangan sesuai usianya, 7 tahun pertama mengapa kita memperlakukan bak raja. Namun, bukan membiarkannya tapi bersemangat menumbuhkan fitrah-fitrah yang sejatinya telah terinstall dalam diri anak itu sendiri.

Hal ini juga disinggung saat pembekalan orang tua murid di Sekolah anak pertama saya. Acara tersebut BWLOC (because we love our children) dengan narasumber Aulia Fitriani. Kami diberikan informasi bahwa Piramida belajar atau learning skills pyramid (dapat dilihat gambar di bawah).

Berdasarkan piramida belajar William dan Shellenberger, setiap sistem baru bisa tercapai jika sudah terselesaikan terlebih dahulu.

Bisa kita lihat, sistem sensori merupakan bagian PERTAMA yang harus dituntaskan atau dibangkitkan sebelum bisa masuk ke tahap Kedua dan seterusnya.

Baca juga: Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Mari Penuhi Kebutuhan Sensori Anak

Pada gambar Pyramid of Learning, Central Nervous System atau sistem syaraf pusat yang terletak pada bagian paling bawah pyramid adalah otak kita.

Sistem ini memiliki fungsi mengolah semua input-input yang diterima melalui indera atau sensory system sehingga bisa menghasilkan output berupa respon adaptif (contoh: menjawab ketika ditanya, berpegangan ketika akan jatuh, problem solving ketika ada masalah, mampu berkonsentrasi saat menulis, mendengarkan penjelasan guru, dsb.).

Bagaimana cara membangkitkannya? Sederhananya dengan memberikan stimulasi. Era sekarang sering disebut mainan sensori. Padahal kalau kita merujuk pengasuhan orang tua kita dahulu, dengan membiarkan anak bermain “kotor-kotoran” seperti bare foot/telanjang kaki, main air, main pasir itu adalah stimulasi sistem sensori ini.

Sistem ini merupakan jendela bagi otak, sehingga input-input dari luar tubuh dan dalam tubuh dapat disampaikan ke otak.

Apabila sebagian dari sistem sensori bermasalah atau belum tuntas, maka otak akan kesulitan memproses input-input yang masuk, bahkan input-input tersebut tidak dapat masuk sama sekali.

Bu Aulia juga menyampaikan pada materinya hari itu bahwa anak yang belum tuntas salah satu kebutuhan sensorinya akan “berusaha memenuhinya”. Contoh ada anak usia TK B yang seharusnya sudah tuntas bagian sensori ini, saat kegiatan sentra bahan alam tidak bisa berhenti bermain air karena memang belum “puas” tuntas saat di usia 0-2 tahunnya.

Jika terpenuhi kebutuhan sensori ini, anak mungkin akan menjadi kesulitan berkonsentrasi, kesulitan menulis, keseimbangan tubuh kurang bagus dan gerakan tidak teratur.

Baca juga: Mengenal Tahap Perkembangan Anak

Perkembangan Sensori Motorik Anak

Di atas bagian sistem sensori adalah Sensory Motor Development yang harusnya dipenuhi saat usia 2-3 tahun. Pada tahapan ini terjadi koordinasi antara sensori (indera) dan motorik (gerak). Misalnya: keseimbangan, perencanaan gerak, koordinasi dua tangan. Masih ingat kan, kalau kita ke posyandu ada beberapa ceklis yang dicek pada tumbuh kembang anak? Ya, salah satunya perkembangan sensori motorik. Secara detail nanti kita bisa bahas di artikel terpisah yaa.

#1. Tahapan Perceptual Motor

Pada level Perceptual Motor Development, anak akan mampu untuk mencerna atau memahami sesuatu. Anak juga akan bisa mempertahankan atensi, kontak mata, koordinasi mata-tangan, dan mempersepsi ruang. Perkembangan ini hingga anak di usia SMP.

#2. Tahapan Kecerdasan Kognitif

Cognition Intellect adalah puncak piramida belajar, yang menyebabkan anak dapat belajar akademik secara mandiri, berperilaku baik, serta mampu melakukan aktifitas keseharian secara mandiri.

Yang Terjadi di Sekitar Kita

Apabila ada beberapa kemampuan di badan piramida tersebut yang belum terpenuhi, maka akan menghambat kemampuan anak untuk belajar.

Maka, target seorang anak memiliki daya pikir tingkat tinggi hanya menjadi khayalan.

Kebanyakan yang terjadi, dari kita keinginan instan sebagian besar orang dewasa, seringkali tahapan – tahapan tersebut terlewatkan, di mana stimulasi diberikan secara acak atau tidak beraturan tanpa pemahaman tepat. Kembali lagi ke masalah di awal, ikut-ikutan tanpa memahami kebutuhan dan aspek kebutuhan anak sesungguhnya.

Anak usia dini 4 tahun diberikan les baca hitung seperti tetangganya, melihat seorang anak usia 3 tahun dari influencer diajarkan bahasa asing, ikutan. Tanpa tahu kebutuhan hakiki anak sesungguhnya.

Jika kebutuhan dasar anak sendiri tidak terpenuhi dengan baik akan mengakibatkan banyak bagian yang seharusnya disiapkan untuk mendukung FUNGSI EKSEKUTIF OTAK menjadi tidak siap.

Sederhananya, hal ini dapat terlihat ketika seorang anak kurang dapat berpikir kritis, gangguan fokus belajar, cenderung lemah dapat berpikir strategis, kurang dapat memiliki empati dan masih banyak lagi. Hal ini juga disinggung dalam jurnal yang diterbitkan Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Ini sebabnya di sekolah anak pertama kami yang berbasis sentra, kognitif anak bukanlah sesuai acuan. Namun, pembelajarannya berdasarkan tumbuh kembang masing-masing anak.

Penutup

Bagi anak usia dini menghapal bukan hal yang sulit. Tengoklah anak yang mudah hapal lagu-lagu bahkan ayat quran. Namun, kita harus memahami bahwa konsepnya tidak bisa digegas.

Terburu-buru tanpa memenuhi kebutuhan dasarnya pada anak seperti memaksa tanaman tumbuh besar tanpa akar yang kuat, pasti mudah rapuh dan terserang penyakit.

Yuk, sebagai orang tua kita bersabar membersamai masa usia dini mereka. Sehingga mereka bisa menuntaskan kebutuhan sensori dan motoriknya untuk melangkah ke tahapan berikutnya.

Happy Parents raise Happy Child.

Semoga bermanfaat, salam.

 

13 thoughts on “Anak Susah Belajar? Adakah Kebutuhan yang Terlewati?”

  1. Ntah kapan mulainya, tren semakin dini sekolah semakin bagus menurut orang-orang mulai banyak dilakukan. Padahal masih mau main dsb.

    Beberapa waktu lalu juga ada thread bagus di twitter soal anak yang sekolahnya ekselarasi. Usia berapaa gitu udah sarjana. Yang menarik banyak netijen yang bilang, “walau anakku pintar, aku gak mau anakku kayak gitu.” Sebab melihat kondisi psikis anak juga.

    Ini tulisannya lengkap dan bagus banget. TFS.

    Reply
  2. Saya belum memiliki anak, namun saya mendengar keluh kesah dari beberapa bapak-bapak di komplek perumahan saya, yg mana mereka bercerita perihal PR anak-anak mereka yg masih SD itu semakin sulit saja, belum lagi urusan yang lainnya
    \
    Seharusnya anak-anak kan lebih banyak menghabiskan waktu harusnya tuh untuk bermain, dan belajar pun untuk melatih kreatifitas jg, namun sejak kecil, anak salah satu tetangga, yang masih SD kelas 2 sudah dijejelin banyak banget les belajar itu di luar jam sekolah

    Reply
  3. Sejujurnya, esensi pendidikan masa kini juga di inisiasi dengan kebutuhan sosial masyarakat Indonesia. Coba perhatikan bagaimana cara orangtua sekarang mencari penghasilan. Kaya yang sibuk banting tulang kesana kemari. Jadi wajar kalau menyekolahkan anak dengan cepat, mengajarkan dengan kilat bahkan temen-temen anakku sejak TK uda padat karya ((yaelaaa…kek zaman Pak Harto, hahaha))

    Jadi ini dikembalikan lagi ke esensi belajar masing-masing keluarga, menurutku.
    Kalau keluarganya menginginkan anaknya berkarakter, tentu memahami pembelajaran yang mengutamakan Al-Qur’an dan Hadits ketimbang menjejalkan dengan banyak les ina inu.

    Karena tolak ukur kesuksesan masing-masing keluarga bisa sangat jauh berbeda.

    Reply
  4. kadang memang orang tua menjadikan pendidikan anak itu kayak perlombaan ya, mbak siapa duluan siapa padahal dalam perkembangan otak dan tumbuh kembang itu juga ada urutannya gitu

    Reply
  5. Ternyata membersamai tumbuh kembang anak nggak hanya cukup menjaga dan memenuhi kebutuhan gizinya saja ya. Ada hal-hal terkait tumbuh kembang anak yang memang perlu mendapat perhatian, kayak piramida belajar ini.

    Reply
  6. pentingnya menjadi orangtua cerdas agar anak-anak kita cerdas ya Mba, bagus sekali artikelnya, semakin nambah ilmu pengetahuan saya soal dunia parenting.

    Reply
  7. Anak kedua saya tahun ini masuk SD, belum bisa baca. Dan saya nggak terlalu terbebani sih. Juga nggak saya ikutkan les calistung seperti teman-temannya.

    Reply
  8. Aku JD ingat dulu diajarin baca sejak usia 2 THN Ama papa. Tapi memang dengan cara yg nyenengin. Cuma rasanya kurang utk pemenuhan sensory lainnya. Dan aku hrs akui, jadi kurang terbiasa berpikir solutif saat di sekolah mba. 🙁

    Anak2 ku pun, mungkin ga terpenuhi lengkap juga, tapi at least aku belajar dari kesalahan pengajaran orangtuaku dulu. Mereka juga aku izinin utk puas bermain, dan berpikir kritis. Kalo dulu aku ga ada kesempatan utk bisa milih, anak2 aku biarkan memilih.

    Banyak banget pr sebagai ortu ini yaaa 😄. Tapi harus bisa memang, demi kemajuan anak2

    Reply
  9. Assalamualaikum kaka, sy tertarik dengan piramida pembelajaran, apakah ada artikel kaka yg membahas tentang setiap balok piramida? Tahap ketuntasan dan stimulasi setiap baloknya, dan akibat jika tidak tuntas disetiap balok piramida tersebut?

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page