Menumbuhkan Fitrah Seksualitas Anak

Photo of author

By Shafira Adlina

Kamu punya suami yang kasar atau kaku?  Bahkan Garing dan susah memahami perasaan istrinya? Coba tanyakan, apakah beliau tak dekat dengan ibunya ketika masa anak sebelum aqilbaligh?

Punya suami yang “sangat tergantung” pada istrinya? Bingung menentukan visi misi keluarga bahkan galau menjadi ayah? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ayahnya ketika masa anak. 

Kok sebegitunya? 

Saya mengikuti workshop Fitrah Based Education tahun 2018 bersama Ustad Harry Santosa, beliau menyampaikan bahwa figur ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak anak sejak lahir sampai aqilbaligh. Salah satu manfaatnya agar fitrah seksualitas anak tumbuh indah paripurna.

Fitrah Seksualitas Bukan Pendidikan Seks!

Dalam Fitrah Based Education, fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas ternyata di mulai sejak bayi lahir.

Hari ini, ramai-ramai narasi kebanyakan bahwa anak perlu mendapatkan pendidikan seks. Itu tidak salah, tapi pendidikan seks bukan satu-satu cara yang dapat menjaga anak kita. Justru, lebih penting kita menumbuhkan Fitrah Seksualitas pada anak!

Ya, menumbuhkan, bukan mengajarkan!

Sejati Allah telah menanamkan atau menginstall segala fitrah pada anak kita. Tugas kita sebagai orang tua adalah mengaktifkan aplikasi-aplikasi tersebut.

Fitrah seksualitas merupakan tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.

Allah hanya menciptakan laki-laki dan perempuan, tidak ada yang lain!

Fitrah lelaki sejati berguna untuk menumbuhkan fitrah keayahan, fitrah perempuan bermanfaat untuk menumbuhkan fitrah keibuan paripurna.

fitrah ayah

Penyimpangan Fitrah Seksualitas

Lebih dari 15 tahun Alm Ustad Harry meneliti pendidikan berbasis fitrah dan sekarang dilanjutkan istri dan banyak pakar parenting lainnya. Dalam beragam riset membuktikan bahwa anak-anak yang tercerabut dari orang tuanya pada usia dini baik karena bencana alam, perang perceraian dan lain-lain akan banyak mengalami gangguan. Baik gangguan kejiwaan seperti perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi.

Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat dan sebagainya.

Kasus penyimpangan fitrah seksualitas sangat beragam dan dapat menimpa siapa saja, tidak hanya kelompok manusia liberal tapi juga manusia “religius”. Sebab setiap aspek fitrah adalah penting bagi manusia yang perlu mendapat saluran dan mendapat perhatian untuk dididik.

Mereka yang berlebihan dalam menyalurkan dorongan seksualitasnya dengan mengumbar syahwatnya maupun berkekurangan atau berlebihan dalam membatasi dorongan seksualitasnya dengan pola hidup tidak menikah seperti menjadi rahib atau pendeta juga mengalami penyimpangan fitrah seksualitasnya.

Begitupula anak lelaki yang suplai “feminitas” dari ibu berlebihan sementara suplai maskulinitas dari ayah berkurangan, akan mengalami penyimpangan fitrah seksualitasnya yaitu menjadi “melambai” atau cenderung “homo” atau setidakmya kurang kejantanannya

Anak perempuan yang berkekurangan suplai “feminitas”dari ibu, sementara berkelebihan dalam suplai “maskulinitas” dari ayah, akan mengalami penyimpangan fitrah seksualitas yaitu menjadi tomboy atau cenderung lesbi atau setidaknya kurang feminitas atau kelembutan seorang perempuan.

Setidaknya, kurangnya suplai ayah dan suplai ibu secara seimbang sesuai gendernya di masa anak sejak usia 0-14 tahun, akan berdampak buruk pada fitrah seksualitasnya ketika dewasa.

Coba tengok dalam  Siroh Nabi Muhammad Sallahualaihiwasallam, ternyata memang sosok ayah dan ibu tidak boleh hilang sepanjang masa anak, sejak lahir sampai aqil baligh di usia 15 tahun. Ada ibu susui, kakek, paman, bibi yang membersamai beliau sampai aqilbaligh.

baca juga deh artikel yang ini: Mengenal Fitrah Based Education

fitrah seksualitas

Bagaimana cara menumbuhkan fitrah seksualitas pada anak?

Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu. 

Jadi dalam menumbuhkan fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai AqilBaligh. Sedangkan dalam proses pendidikan berbasis fitrah, mendidik fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda-beda untuk tiap kelompok usia anak.

Kelompok Usia Pra latih: Menguatkan KELEKATAN

Kelompok usia pra-latih itu dari anak 0-6 tahun. Dalam buku fitrah based education, kelompok usia ini dibagi 2 lagi, yaitu usia 0-2 tahun dan 3-6 tahun. 

Usia 0-2 tahun, anak perempuan dan lelaki didekatkan pada ibunya karena ada menyusui. Pada di usia 3 – 6 tahun anak lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.

Indikatornya anak sudah jelas menempatkan diri sesuai seksualitasnya. Baik dari cara bicara, berpakaian, merasa, berpikir dan bertindak.

Kedekatan paralel dengan kedua orang tua ini membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya.

Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya, sehingga anak di usia 3 tahun dengan jelas mengatakan “saya perempuan” atau “saya lelaki”

Bila anak masih belum atau tidak jelas menyatakan identitas gender di usia ini (umumnya karena ketiadaan peran ayah ibu dalam mendidik) maka hati-hati potensi awal homo seksual dan penyimpangan seksualitas lainnya dapat tumbuh, naudzubillah.

fitrah seksualitas anak

Kelompok Usia Pre Aqil Baligh 7-10 tahun: Membangun Kesadaran

Ketika usia 7 – 10 tahun, anak lelaki harus lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosiosentris, mereka sudah punya tanggung jawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah sholat.

Maka bagi para ayah tuntunanlah anak untuk memahami peran sosialnya, di antaranya adalah sholat berjamaah, berkomunikasi secara terbuka,  bermain dan bercengkrama akrab dengan ayah sebagai aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya.

Di usia 8 tahunnya, kami selalu mengusahakan anak pertama kami bisa memiliki waktu berdua dengan ayahnya.

Wahai para Ayah, jadikanlah lisan anda sakti dalam narasi kepemimpinan dan cinta, jadikanlah tangan anda  sakti dalam urusan kelelakian dan keayahan. Ayah harus jadi lelaki pertama yang dikenang anak anak lelakinya dalam peran seksualitas kelelakiannya. Ayah pula yang menjelaskan pada anak lelakinya tata cara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang lelaki.

Sementara anak perempuan harus lebih didekatkan kepada ibu. Agar anak perempuan memahami peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. 

Tugas kita sebagai ibu jadikanlah tangan kita sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan. 

Ibu harus jadi wanita pertama hebat yang dikenang anak-anak perempuannya dalam peran seksualitasnya. Kita pula orang pertama yang harus menjelaskan makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan.

Kelompok Usia 10-14 Tahun: Puncak Fitrah Seksualitas

Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya di usia 10 – 14? Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.

Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah Ta’ala secara alamiah. Proses baliqh pada mereka, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi. Secara alami juga, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis. 

Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat.

Semua ini memang masa menantang dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan. Anak lelaki menuju peran lelaki dewasa dan keayahan , dan anak perempuan menuju peran perempuan dewasa dan keibuan.

Maka BERBALIK DENGAN TAHAP SEBELUMNYA. Anak-anak kita pasangkan dengan orang tua lawan jenisnya.

Menumbuhkan fitrah seksualitas di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan kepada mamahnya, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Kenapa?

Anak lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis didekatkan ke ibu agar di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya. 

Supaya anak dapat memahami bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus dapat menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.

Jika anak lelaki tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, pikiran dan sikap perempuan dan kelak juga istrinya. Dengan kata lain anak lelaki berpotensi menjadi lelaki yang tidak dewasa, atau suami yang kasar, bahkan egois.

Sementara anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis. Anak perempuan juga harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya.

Anak perempuan memahami bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat bagi anak perempuan.

Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar mudah jatuh cinta pada lelaki yang dijumpainya bahkan bisa menyerahkan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang di masa sebelumnya. Naudzubillah.

frame work fitrah seksualitas fbe

Penutup

Itu adalah penjabaran kenapa fitrah seksualitas pada anak dapat digapai dengan keterlibatan pengasuhan antara Ayah dan Ibu. Semoga kita selakuk orang tua dapat merenungi mendalam dan menerapkannya dalam pendidikan fitrah seksualitas anak-anak kita.

Narasi-narasi di atas bukan bertujuan membebani kita sebagai orang tua, sejatinya kita tetap optimis dan rileks dalam membersamai anak-anak kita. 

Mari Ayah Mamah pejuang fitrah agar bersemangat menumbuhkan fitrah anak-anak seksualitas dan cintanya. Terhindar dari ahli kebathilan akhir zaman.

Semoga anak lelaki kita dapat tumbuh menjadi lelaki dan ayah sejati, dan anak perempuan kita tumbuh menjadi perempuan dan ibu sejati.

Semoga bermanfaat, salam.

 

11 thoughts on “Menumbuhkan Fitrah Seksualitas Anak”

  1. Alhamdulillah meskipun mengalami perceraian dan bencana alam gempa bumi di Turki kemarin anakku tidak mengalami gangguan jiwa. Klo masalah sesksual anakku apa” cerita ke aq, aq cenderung memberi contoh dan juga ajak dz ngobrol apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan

    Reply
  2. Serasa mendengarkan Ust. Harry saat sedang membahas buku “Pendidikan Berbasis Fitrah dan Akhlak”. Namun sayangnya, aku beli buku tersebut pas cetakan pertama. Dan frameworknya belum diperbarui.

    Seneng banget baca artikel ka Fira mengenai mengajarkan fitrah seksualitas anak berdasarkan usia. Semoga penerapannya bisa konsisten dan berkelanjutan.

    Reply
  3. Peran dan keberadaan ayah dan ibu penting sekali dalam. Tumbuh kembang anam. Ngeri banget kalau lihat berita sekaranb bnyak anak usia dibawah 7 tahun sudah jadinpelaku prlecehan.

    Reply
  4. Kema banget tulisannya kak. Luka dalam pada diri anak memang meninggalkan bekas yg tidak mudah untuk diobati. Untuk itu peran kedua orang tua memang sangat penting demi membentuk kepribadian yg sesuai dengan fitrahnya dan menjaganya agar sesuai tetap pada koridornya

    Reply
  5. Semakin ke sini, aneka macam penyakit terkait fitrah seksualitas ini semakin banyak. Semoga kita dan anak-anak kita senantiasa dalam lindungan ALLAH ya dari hal-hal tersebut. Memang menumbuhkan fitrah seksualitas harus dilakukan sejak dini ya Mbak. Tuntunan yang jelas pun sudah tersedia. Tinggal kita, para orangtua, yang harus semangat melaksanakan kewajiban kita untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak.

    Reply
  6. Untuk pasangan yang sebenarnya memiliki masalah, apakah berarti disarankan tetap bersama hingga anak berusia 14 tahun? Karena pada masa itu anak sedang mengalami puncak seksualitas. Just curious, Mbak. He-he.

    Reply
  7. rasanya nyes baca tulisannya ceritamamah nih, aku selalu merasa di reminder lagi direminder lagi. aku pribadi dulu berdoa ingin segera punya rumah dalam rangka memisahkan kamar tidur anak. aku merasa ini upaya kecil untuk memberi pemahaman kepada anak akan perempuan dan laki-laki

    Reply
  8. lingkungan yang baik memang sangat menentukan ya mba, terutama lingkungan utama tempat anak bertumbuh dan berkembang yaitu keluarga. Jadi memang perlu kerjasama antara ayah dan ibu untuk mendidik anak bersama.

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page