Menjadi Orang Tua yang (Tidak) Sempurna

Photo of author

By Shafira Adlina

orang tua sempurnaDalam 24 jam menjalani profesi sebagai orang tua, kita pasti pernah mengalami hal yang tidak diinginkan. Tidak hanya karena tindakan dan respon kita terhadap anak, namun karena sikap dan perkataan diri kepada anak-anak. Hal yang di luar kendali bahkan nalar kita. Entah itu membentak, tidak mengacuhkan, bermuka masam atau mencubit bahkan memukul mereka. Naudzubillah..

Lalu terbesit dalam hati, “Mengapa saya lakukan hal tesebut?”

Gemuruh hujan penyesalan pun membasahi hati.

Terdapat kutipan yang cukup membuat saya berpikir sebagai orang tua:

“Your number one responsibility as a parent is actually to manage your own sense of well- being, and that means you start with loving yourself, giving yourself support. It means self- acceptance, appreciation, and giving ourselves a break. We don’t have to be perfect.” -Dr.Laura Markham

We don’t have to be perfect-artine: kita ga perlu sempurna. Sebuah mantra yang cukup tepat jika diterapkan ketika kita sedang galau dalam momen ber-parenting.

Beberapa kali pasti kita merasakan betapa tidak sempurnanya kita sebagai orang tua. Belum lagi jika waktu luang malah dipakai untuk scroll medsos dan mendapati “mereka” yang sepertinya menampilkan kebahagiaan dan kesempurnaan menjadi orang tua.

Yang perlu kita sadari bersama dengan kutipan di atas itu adalah bukan berarti asal-asalan atau menjadi orang tua seadanya tanpa mau belajar dengan sumber dan cara yang benar.

Ada banyak cara yang bisa kita lakukan. Mulai dari memahami diri. (Loh kok diri? ini kan tentang anak Mah?)

—Sabar yaa.

Maksudnya gini, sering sekali orang tua, khususnya Ibu terjebak dalam kata di sekitarnya yang berbunyi “harusnya tuh gini aku tuh ngajarin anak kaya dia” dan “Seandainya aku punya asisten rumah tangga 10..”

Pengandaian dan pembandingkan tanpa batas yang berkemul di pikiran. Tentu ini semua akan membuat lelah hati.

Sebelum kita mencari teori dan ilmu pendidikan anak, ada hal yang harus kita lakukan.

Kita juga perlu memberi penghargaan pada diri ini, menyadari bahwa terkadang penting untuk mendelegasikan tugas saat sudah burn-out.

Kebutuhan Sebagai Orang Tua

Saat menjadi orang tua terkadang kita menjadi terlalu tenggelam dalam rutinitas memenuhi kebutuhan anak-anak kita hingga lupa bahwa kita juga sebenarnya punya kebutuhan.

Kebutuhan di sini maksudnya bukan sekadar kebutuhan materi, me time, liburan, tas, baju,  pengakuan, atau hal duniawi lain ya buibu.

Namun, lebih dari itu. Kita sering melupakan kebutuhan psikologis, seperti kedekatan emosional dengan pasangan, kebutuhan sebagai makhluk sosial dengan sesama teman-teman/ibu-ibu sepermainan dan kebutuhan dekat dengan Rabb serta kebutuhan emosional lainnya.

Kebutuhan yang sebenarnya jika dipenuhi bisa membuat diri lebih bahagia menjalani peran sebagai orang tua, lebih ajeg ketika membersamai anak-anak kita.

Rasa bahagia inilah yg kemudian membuat kita lebih sabar dalam menghadapi semua perilaku negatif anak kita. Jika, kebutuhan kita pribadi terpenuhi dan tidak diabaikan.

Mencintai diri kita sendiri sebagai orang tua juga salah satu kunci kita bisa menjadi orang tua yang lebih sabar dalam menghadapi perilaku negatif anak kita. Terkadang kita menuntut diri ini untuk menjadi orang tua yang sempurna.

Padahal jika kita tahu, anak kita tidak perlu orang tua yang sempurna. Anak-anak lebih butuh orang tua yang mau mendengarkan, menunjukkan unconditional love pada mereka dengan cara tidak menarik kasih sayang kita saat mereka berperilaku buruk namun memberikan mereka support dan bimbingan yang mereka butuhkan untuk tumbuh jadi lebih dewasa.

Pada akhirnya kita bukan dikenang menjadi orang tua yang sempurna di mata anak.

lutipan parenting tere liyePenutup

Nanti, kita tidak dikenang sebagai orang tua yang sempurna oleh anak, tapi..orang tua yang senantiasa belajar dan bertumbuh setiap harinya.

Agar mereka tahu.. cinta kita padanya yang menuntun kita untuk senantiasa mengasah kemampuan, supaya menjadi orang tua yang terbaik untuknya, orang tua yang sesuai untuknya, bukan orang tua yang sempurna.

Selamat mencintai diri dan keluarga ya, buibu. Tetap bersemangat menjadi orang tua yang lebih baik versi diri kita.

Allahumma inni as’aluka bi rahmatikallati wasi’at kulla syai’in antaghfira li.”

Ya Allah, Aku bersimpuh untuk memohon kepadaMu, dengan rahmatMu yang begitu luas meliputi segala sesuatu. Semoga Engkau berkenan mengampuni dosa dan kesalahanku. Aamiin.

shafira adlina

12 thoughts on “Menjadi Orang Tua yang (Tidak) Sempurna”

  1. Jleb banget…bisa jadi pengingat diri. Aku lagi mengalami momen ini. Anak sulung dah ngekos sendiri, ga di rumah lagi, senang kalau dia yang ngabarin duluan, misalnya WA dia lagi sarapan apa, atau hal receh seperti lagi ada promo apa kalau beli ini.dll dst. Anakku (cowok) jadi tetap merasa perlu berbagi cerita/didengarkan oleh ibunya meski ga ada di dekatnya.
    Setuju jika tak usah mengejar jadi orang tua sempurna, tapi jadi yang terbaik aja versi diri kita

    Reply
  2. Benerrr sii, kadang berasa jiper kalo lagi medsosan terus lihat emak2 lain yang kayanya udah sempurna banget. Emang kadang rumput tetangga lebih ijo yhaa. Tapi balik lagi kalau anak-anak tidak perlu ortu yang sempurna. Kita hanya perlu menjadi versi terbaik diri kita dan terus belajar lebih baik lagi dalam mendampingi mereka.

    Reply
  3. Sebenarnya, anak nggak butuh orang tua yang sempurna
    Anak hanya butuh orang tua yang bahagia
    Karena orang tua bahagia akan dapat mendidik anak anak menjadi bahagia juga

    Reply
  4. Nggak ada manusia yang sempurna di dunia ini, untuk itu jangan pernah maksa untuk jadi sempurna. Namun, ada manusia terbaik di dunia ini menurut versi masing-masing. So, mari jadi orangtua terbaik untuk anak-anak kita ^_^

    Reply
  5. Menurut saya, jadi orang tua itu tanggung jawab yang paling besar dan sulit, deh. Semoga kita yang diberi mandat itu juga sekaligus dibekali hikmat supaya bisa menjalankannya dengan sebaik-baiknya ya, Kak. Amin.

    Reply
  6. Senantiasa berdoa, berdoa dan sabar.
    Semakin merasakan bahwa ini sebuah perjalanan yang nantinya akan kita tuai sebagai sebuah jariyyah. Semoga membuat seorang Ibu menjadi lebih kuat memberikan unconditional love yang dibutuhkan masing-masing karakter anak.

    Setuju banget untuk menjadi orangtua versi terbaik bagi anak.

    Reply
  7. Menurutku selama itu ciptaan Allah, ga ada yang sempurna. Bahkan Malaikat yang manut aja sama Allah itu tidak dinobatkan sebagai makhluk sempurna kan? Aku belum pernah jd ortu, tapi aku sekarang paham kalau ortu ngomel atau apa, mereka pasti punya concern sendiri.

    Reply
  8. Aahhhhh nyesssss……

    Maksih mbak shaf. Rasane emang gak ada habisnya belajar jadi orang tua itu ya.

    Emang prosesnya panjang sejak amanah sebagai ortu disematkan kepadaka kita. Proses belajar itupun terus berlanjut seiring usia anak kita dan brtambah pula amanah kita.. anak kedua ketiga dst.

    Ya… penerimaan diri itu penting. Berpelukan para mamah2 dimanapun berada… berusaha lebih baik

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page