5 Fakta Fitrah Belajar dan Bernalar Anak

Photo of author

By Shafira Adlina

fitrah belajar anakSering kali kita mendengar anak malas belajar. Tiba-tiba ia malas sekolah, sulit memahami pelajaran, dan tak bergairah menuntut ilmu.

Tidak jarang kita mendengar juga curahan hati orang tua yang harus mengeluarkan emosi berlebih dulu, baru anaknya mau belajar.

Seolah belajar itu hal yang mengerikan. Bukan suatu hal yang menyenangkan Seolah belajar itu sesuatu yang sulit. Seolah belajar adalah makanan yang pahit. Seolah belajar itu aktivitas yang sangat dihindari.

Padahal, belajar itu fitrah manusia loh.

Sejak nabi Adam AS diciptakan, manusia sudah belajar! Coba buat kamu yang muslim silahkan lihat Al Quran di Surah Al-Baqarah: 31).

Janin di dalam kandungan ibu pun sudah belajar. Saat bayi baru lahir ia belajar seperti menyusu dari ibunya.

Jadi pada dasarnya manusia itu punya fitrahnya belajar.

Allah mendesign kita, manusia suka dan senang belajar. LIhatlah anak balita yang baru bisa merangkai dua-tiga suku kata. Ia akan sibuk bertanya “kenapa, kenapa, kenapa?”

Ini menunjukkan belajar itu menjadi fitrah dalam diri manusia. Tentu harus kita usahakan adalah bagaimana menumbuhkan fitrah belajar tersebut dalam diri anak.

#1. Anak itu Pembelajar Sejati

“Baby born as a Scientist” begitu menurut Prof. Alison Gopnick, seorang pakar yang selama puluhan tahun bergelut dengan dunia anak. Dia melihat anak punya kecakapan setara seorang filsuf dan berpikir ilmiah layaknya seorang pakar sains.

Ia menjelaskan dalam acara TEDTalks bahwa dalamsebuah riset, seorang anak 4 tahun diberi tantangan untuk menduga mengapa sebuah kotak dengan cara menumpuk tertentu bisa mengeluarkan cahaya lampu dan mengapa dengan cara yang sama kotak lain tidak mengeluarkan cahaya sama sekali.

Dalam hitungan tidak sampai 3 menit, anak usia 4 tahun sudah dapat mengeluarkan banyak hipotesis.

Wow,masyaAllah, inilah kehebatan fitrah belajar dan bernalar yang Allah Ta’ala telah instal kepada manusia. Perhatikanlah bahwa setiap anak sejak lahir adalah pembelajar sejati, tidak ada anak yang memutuskan merangkak sepanjang hidupnya ketika berkali kali jatuh saat belajar berdiri dan berjalan.

#2. Fitrah Belajar Telah diinstal dalam Manusia Sejak Lahir

Betapa Allah telah membekalkan manusia untuk mampu memikul tanggung jawabnya untuk merawat dan memakmurkan bumi.

Ustad Harry Santosa rahimmakumullah pernah berujar bahwa dalam Islam manusia memang dilahirkan “tanpa pengetahuan”. Namum, Allah telah menginstal dalam jiwa mereka seperti keimanan, akhlak dasar yang dapat membedakan perlakuan baik dan buruk, kemampuan dasar interaksi sosial, sifat-sifat unik, pola makan dan tidur, seksualitas sebagai lelaki dan perempuan yang semuanya itu bukan wilayah pengetahuan yang diajarkan, tetapi terinstal dalam jiwanya. Itulah fitrah.

Baca di sini tentang Mengenal Fitrah Based Education

#3. Fitrah Bukan Sebuah Tipe Kecerdasan

Jangan salah paham ya, fitrah bukanlah tipe kecerdasan, tetapi potensi-potensi dasar manusia untuk dirawat, dikuatkan, disadarkan, dikembangkan dan dikokohkan. Tujuan utamanya kelak menjadi peran peradaban dalam segala bidang dasar kehidupan, baik personal maupun komunal.

Khusus untuk fitrah belajar dan bernalar, jika tumbuh paripurna maka kelak peran peradaban yang diharapkan adalah peran innovator yang menebar rahmat bagi alam semesta.

#4. Alasan Kenapa Anak Membenci Belajar

Masih ingatkah ketika anak kita sewaktu kecil? Ketika mereka bayi merangkak, ia tak pernah takut dengan memasukkan tangannya ke lubang stop kontak. Saat mereka tumbuh menjadi anak-anak usia dini yang penuh rasa ingin tahu, terus bertanya itu apa?kenapa?kok bisa? Kepada hal yang menarik menurut mereka.

Lalu mengapa sepanjang masa kita menjalani masa persekolahan, fitrah belajar dan bernalar ini seolah redup?

Bahkan banyak di antara kita orang dewasa alergi dengan kata “belajar” apalagi “bernalar”.

Tanpa sadar kita sebagai orang tua-lah yang mulai memadamkan rasa ingin tahu mereka dengan berkata “udah diam,” “emang begitu,” “ih, mau tau aja,” dan respon tidak berdaya lainnya. Tentu ini akan membuat imaji buruk bagi mereka yang sedang ingin “belajar”.

Ada suara hati lirih yang berkata “jadi kalau aku bertanya, mamah ga suka.” “oh, kalau aku nanya ternyata mereka ga suka ya.”

Atau malah kita tawarkan gawai untuk membungkamnya.

Persekolahan formal juga dianggap oleh banyak pakar sebagai “penyebab” anak membenci proses belajar dan bernalar.

Belajar seolah menjadi waktu “pengisian konten pengetahuan” yang mengerikan, dan kita dulu sebagai anak lebih menyukai bel istirahat, bel pulang serta liburan sekolah karena itu adalah masa paling membahagiakan.

Ustad Harry pernah menjelaskan bahwa proses belajar dan bernalar di sekolah sebenarnya adalah pacuan yang tak kemana-mana (race to no where). Mari kita lihat berapa banyak sarjana yang skripsi dan tesisnya adalah karya satu satunya dan terakhir sepanjang hidupnya?

Ya kita sesungguhnya bukan sedang belajar tetapi menjalani “ilusi belajar”. Seolah seperti orang sibuk “belajar” namun pada kenyataannya hanya sekedar memenuhi syarat kelulusan ujian dan berlomba masuk sekolah favorit atau bekerja di tempat yang mapan.

Bekal fitrah belajar dan bernalar yang seharusnya ditujukan untuk mencapai peran inovasi untuk melestarikan dan memakmurkan bumi, berubah menjadi perlombaan atau pacuan orang buta.

Berapa banyak orang yang menghafal rumus rumus namun tak mampu melahirkan karya inovatif.

Berapa banyak orang menghafal aQuran namun tak memiliki gairah untuk Tadabur dan Inovasi yang melahirkan karya genuine.

Padahal ummat hari ini membutuhkan kemampuan Tadabur yang hebat.

Baca juga artikel : Cara Mendidik Fitrah Keimanan Kepada Anak dengan Tenang

Lalu Bagaimana Mengasah Fitrah Belajar dan Bernalar?

Mendidik fitrah belajar dan bernalar harus berangkat dari keyakinan bahwa semua anak suka dan bergairah belajar.

Yakinlah teman-teman jika kita berangkat dari hal yang menyenangkan semua akan terasa mudah dilalui. Sama dengan fitrah belajar dan bernalar ini, bagaimana kita membuatnya jatuh cinta pada proses belajarnya.

fitrah belajar dan bernalar#1. Tidak Over Stimulus

Hidup di era digital dengan kebutuhan internet untuk pelajar, pekerja, bahkan ibu rumah tangga sekalipun. Semua aktivitas sudah tersambung dengan internet. Bagaimana sekarang kita bisa melihat dengan mudah orang tua seolah-olah berlomba untuk memberikan “pelajaran” atau stimulasi pada anaknya.

Sehingga anak-anak “too much teaching” atau “over stimulus” apalagi dengan metode drilling dan menerapkan “reward & punishment”.

Apalagi zaman media sosial hari ini, kita lihat anak yang viral bisa berbahasa inggris. Seketika membandingkan anak kita yang belum lancer berbahasa inggris lalu buru-buru memberikan les tambahan.

Lihat anak teman yang diberikan les bela diri, kemudian sibuk wara-wiri mencari hal yang serupa di dekat rumah. Tanpa mengetahui tujuan maksud bagi si anak sendiri.

Dalam fitrah based education, yang ditekankan bagaimana kita menumbuhkan apa yang di dalam diri anak. Bukan sibuk sekadar menjejali dari luar ke dalam anak.

baca juga: Reward dan Punishment, bikin betah di rumah kah?

#2. Mengenal Gaya Tipe Belajar Anak

Setidaknya ada tiga gaya tipe belajar yang berbeda, ada yang cenderung visual, ada yang dominan audio atau ada yang masuk ke golongan kinestetik. Sebagai orang tua, wajib kita mengobservasi atau mengamati anak untuk mengenal gaya tipe belajar mereka. Agar belajar menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi anak karena mereka belajar dengan caranya.

#3. Mendorong Gairah Belajar Anak

Sesungguhnya kita hanya perlu menyemangati, mendorong gairah dan antusiasnya untuk “iklas belajar dan bernalar.” melahirkan inovasi baru yang ramah bumi di setiap kesempatan dengan membimbingnya memunculkan banyak idea menantang atau menginspirasi agar ananda melahirkan gagasan hebat.

Contohnya, ketika anak saya sedang senang-senangnya dengan moda transportasi kereta api. Begitu banyak yang ingin dia ketahui di usia 5 tahunnya. Kami sebagai orang tua memfasilitasi gairah dan antusiasnya ketika pergi keluar kota menggunakan kereta api, menjawab pertanyaannya dengan antusias. Ketika waktunya screentime kami damping ia menonton vlog masinis agar bisa mengetahui apa-apa saja yang dilakukan masinis.

#4. Perhatikan Tahap Usia Anak

Memperhatikan tahap usia anak adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam membersamai anak. Terkadnag kita selalu memukul rata semua tumbuh perkembangannya tanpa mengindahkan fitrah perkembangannya.

Tahap Usia 0-6 Tahun

Pijakan dari Buku Fitrah Based Education yang ditulis Ustad Harry mengatakan bahwa pada anak usia 0-6 tahun adalah waktunya merawat dan menguatkan konsep belajar melalui imaji dan abstraksi serunya belajar dan bernalar. Pada tahap ini imaji dan abstraksi anak sedang pada puncaknya, sementara aspek koginitifnya belum berkembang. Oleh sebab itu, belajar dan bernalar di masa ini bukanlah dengan mengenalkan simbol dan cara belajar formal kaku.

Permainannya pun bukan permainan kognitif tapi permainan imajinatif,contoh bermain peran “kuda-kudaan”, “”dokter-dokteran”, “rumah-rumahan” dan sebagainya.

Permainannya harus “open ended” artinya tidak kaku dan dinamis. Jangan abaikan bermain atau berkegiatan di masa anak, inilah proses belajar dan bernalar terbaik untuk membentuk sikap mereka. Bermain di masa ini adalah proses belajar yang disukai anak. Tanpa sadar mereka belajar menjadi hal yang menyenangkan.

Ustad Harry juga menyampaikan, jika kita lihat Rasulullah SAW ketika usia 0-6 tahun berada di Bani Sa’diyah, setidaknya ada 7 hal terkait fitrah belajar dan bernalar ini yang Beliau mendapatkan :
1. Belajar Bersama Alam (BBA), Lingkungan alam pedesaan yang nyaman untuk belajar dan bergerak serta untuk menguatkan senso motoriknya (muscle memory)
2. Bahasa IBU (mother tongue) yang fasih dan sempurna
3. Belajar bersama orangtuanya untuk membangun kelekatan (attachment)
4. Belajar Kisah Kisah Kepahlawanan bersastra baik dan Kearifan lokal
5. Belajar Kepemimpinan (Executive Functioning) dengan memelihara hewan
6. Belajar Mendaki Bukit untuk membentuk sikap dan fisiknya
7. Belajar Mengenal dan Mencintai Allah melalui ciptaanNya

Pada tahap usia ini, belajar menjadi sebuah proses bermain imajinasi yang menyenangkan dalam cara pandang mereka bùkan cara pandang mereka.

InsyaAllah, anak yang sudah cinta belajar akan belajar sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, sebagai orang tua kita jangan tergesa ingin anak serba bisa pada yang tampak, bukan pada apa yang memberi dampak. Anak yang segera bisa membaca belum tentu suka buku dan suka belajar sepanjang hidupnya.

Tahap Usia 7-10 Tahun

Tahap usia 7-10 tahun adalah masa menumbuhkan dan menyadarkan potensi fitrah belajar dan bernalar. Puncaknya fitrah belajar dan bernalar pada tahap ini. Secara perkembangan otak, logika dan kritis anak sudah berkembang sangat baik.

Anak mulai memahami adanya aturan, adanya simbol, adanya tanggungajawab. Jika kita melihat Al Quran, di kurun waktu ini masa perintah Sholat dianjurkan untuk diperintahkan (disampaikan sebagai perintah) karena aqal sudah tumbuh pesat.

Karena pada tahap emas bagi fitrah belajar dan bernalar anak-anak. Maka metode terbaik adalah dengan memberi interaksi dengan alam.

Alam menjadi tempat terbaik, metode Belajar bersama Alam menjadi cara terbaik menumbuhkan fitrah belajar dan bernalar. Logika anak yang tumbuh hebat bertemu dengan keindahan keteraturan Allah di alam semesta dan keindahan ayat Allah di AL Quran.

Hal yang harus digarisbawahi adalah belajar dan bernalar bukan tentang menguasai banyak pengetahuan, tetapi memperoleh pengetahuan sebagai efek dari bernalar dan berpengalaman di alam secara terus menerus, sebagaimana gambaran seorang Ulil Albab di dalam Al Quran, yang memikirkan ciptaan Allah dalam semua keadaan (berdiri, duduk dan berbaring)

Pada tahap ini studi-studi kasus nyata di alam sekitarnya baik potensi alam maupun problematika alam penting dibawa dalam proses pembelajaran agar potensi jiwa seorang inovator tumbuh subur.

Tahap Usia 11-14 tahun

Usia 11-14 tahun adalah tahap uji potensi sehingga menjadi eksistensi peran innovator dan beradab kepada alam.

Di tahap ini daya inovasi akan bertemu dengan realita bakatnya dan realitas sosial masyarakatnya. Pengembangan potensi fitrah bakat harus dibarengi dengan kemampuan berinovasi agar peran dalam bidang kehidupan menjadi jauh lebih manfaat dan ramah alam.

Kita sering termakan stigma yang muncul dengan kata remaja yang mencari jati diri. Padahal tidak mesti mereka mencari jati diri, jika mereka paham visi dan misi hodup. Dan di tahap ini mereka sudah bisa berpikir dan mengembangkan fitrah belajarnya.

Barangkali sering kita lihat karya yang dilahirkan dengan talenta hebat tapi tidak inovatif. Ini karena tumbuhnya fitrah bakat tidak dibarengi tumbuhnya fitrah belajar dan bernalar. Huaa, jadi penasaran kan korelasi antar dua fitrah ini. Semakin mengetahui, saya sendiri makin bingung dan sedih. Kenapa ilmu saya belum sampai-sampai, tapi rasa penasaran itu selalu saja ada. Apalagi anak pertama saya belum sampai tahap usia ini.

> 15 tahun. Ekistensi Peran Inovator dan Beradab kepada Alam

Tahap ini saya belum memahami betul, yang pasti jika setiap tahap ajeg terlewati dengan baik. Ekistensi anak sebagai peran innovator juga beradab kepada alam itu pasti.

quotes fitrahPenutup

Belajar dan bernalar bukan tentang menguasai banyak pengetahuan, tetapi memperoleh pengetahuan sebagai efek dari bernalar dan berpengalaman di alam secara terus menerus. Jangan membuat imaji negatif tentang belajar pada anak dengan memaksa ia belajar dengan cara apa yang tidak disukai anak. Apalagi hanya berorientasi banyak dan nilai. Semoga Allah memudahkan kita dalam membersamai mereka. Yakinlah, bahwa kita adalah orang tua yang terbaik untuk mereka. Jika ada diskusi pertanyaan atau masukan tulisan tentang fitrah belajar ini, silahkan ya komentar di bawah.

Semoga bermanfaat, salam.

shafira adlina

12 thoughts on “5 Fakta Fitrah Belajar dan Bernalar Anak”

  1. Jadi bahan introspeksi diri mengapa anak-anak malah malas belajar padahal fitrah mereka adalah sebagai pembelajar. Si bungsuku sedang di tahap 7-10 tahun. Semoga kami bisa terus membersamai dan membimbingnya dengan benar.

    Reply
  2. Nice share mba.. saya juga suka mempelajari fitrah based education ustadz Harry ( Allahu yarham ), tapi ulasan mba Shafira ini bener-bener lengkap bin komplit. Prosesnya bukan sebentar, jujur ketika awal-awal berproses sebagai orangtua, kerapkali menjadikan tumbuh kembang dan capaian anak sebagai kompetisi.. semakin dewasa ( ehm.. insyaAllah ) sudah semakin bijak menyadari esensi dari sebuah proses parenting. Terima kasih ulasannya mba.. barakallah

    Reply
  3. Keren, Mbak ulasannya, Masya Allah 🙂
    Tipe gaya belajar anak ini mesti diketahui oleh orang tua karena kalau nggak paham, bisa-bisa anaknya dikatain nakal dan nggak bisa diem padahal anaknya kines. Di sekolah anak2 saya, sejak kelas 1 SD, mereka sudah dikelompokkan sesuai gaya belajarnya. Kami sebagai orang tua jadi banyak belajar juga…

    Reply
  4. Memiliki anak mahasiswi usia 20 tahun, tetap harus diberi tanggung jawab utk belajar krn telah memilih jurusan yg diinginkannya. Sbg orang tua tetap hrs memberi motivasi. Dan sy tetap masih belajar juga nih

    Reply
  5. Masya Allah, terima kasih, Mbak. Anak saya tipikal audio visual. Bakatnya juga sudah terlihat sejak usia 7 tahun. Sekarang di usia 13 tahun mudah2an saya mampu mengarahkan dan memotivasi sesuai fitrah dan bakatnya. Aamiin.

    Reply
  6. Sangat bermanfaat Mba. MasyaAllah baru terbuka pikiranku setelah membaca ini. semoga ini menjadi pahala ya Mba.
    Aku belajar memperbaiki cara belajar anakku dengan fitrahnya

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page