More than words

Sering kita tidak sadari bahwa kita selalu bertanya pada
diri sendiri bagaimana merasakan suatu kejadian yang belum kita alami.

Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar,kita
bertanya-tanya apa rasanya menjadi anak SMP dengan rok biru panjang.

Ketika sudah SMP aku pun selalu bertanya-tanya bagaimana
rasanya menjadi anak SMA, jurusan apa yang akan kupilih…

Ketika melihat kakak-kakakku beranjak dewasa dan
meninggalkan rumah, merantau ke luar kota demi mengenyam pendidikan yang jauh
lebih tinggi, tidak sedikit waktu diri ini membatin

“apa rasanya merantau, bagaimana nanti jika aku ‘pergi’dari
rumah”

Dan terus berlanjut ke jenjang hidup selanjutnya…

hingga ketika salah satu keputusan besar dalam hidupku,
untuk menikah…. 

apa perasaan sehari sebelumnya, apa aku dapat memejamkan mata
untuk tidur? Apa rasanya esok bertemu dengan orang lain di tempat tidurmu?

Apa perasaanya ketika keutamaan untuk berbakti kepada orangtua
yang telah merawat kita dari lahir hingga hampir separuh hidup mereka bergeser kepada
lelaki yang baru kita kenal?

Apa rasanya ketika biasa mandiri mengatur jadwal
sehari-hari, kini harus saling mencocokkan jadwal…

Apa rasanya biasa mencuci baju sendiri, kini bertambah bukan
hanya sendiri….

Apa rasanya biasa kita cuek makan apapun sesuka kita, kini harus
menyelaraskan persamaan lidah…

Namun, Apa perasaanya jika dahulu kita sholat malam sendiri,
kini ada yang mengingatkan dan membangunkan…

Apa rasanya dahulu hanya mendoakan dan didoakan orangtua,
sanak saudara dan sesama muslim…..kini ada yang membimbing berdoa, dan kau
melantunkan kata aaminn di belakang punggungnya….

Rasanya tak pantas dan tak mampu untuk merangkai kata lagi, Perjalanan
masih panjang, dan masih terbentang episode lika liku yang harus dihadapi dalam
menyelaraskan langkah dalam bahtera ini…

semoga Allah meridhoi, semoga kebermanfaatan untuk sekitar
selalu ada di setiap perbuatan, semoga Allah memudahkan agar semua harapan2
kita terwujud 🙂

selamat 30 hari bersama, suamiku 🙂

dari Istrimu….