Kayanya sumber daya alam hutan Indonesia adalah kenyataan yang selalu dibagikan semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar. Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia.
Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire) dan hutan-hutan ini memiliki kekayaan hayati yang unik. Dengan sumber daya hutan yang dimiliki menjadikan hutan tropis Indonesia sebagai habitat beragam flora dan fauna, menjaga keseimbangan lingkungan, membantu penyerapan karbon (paru-paru dunia) dan memberikan pengaruh iklim mikro bagi sekitar.
Rusaknya Hutan Indonesia
Hari ini hutan Indonesia telah mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Greenpeace—sebuah LSM di bidang lingkungan—menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan laju deforestasi tahunan tercepat di dunia.
Hutan Indonesia setiap tahunnya hancur sebanyak 2%. Ini setara dengan 51 km2 per hari, atau 300 lapangan sepak bola per jamnya.
Apa yang menyebabkan kerusakan hutan di Indonesia?
Mulai dari illegal logging, perubahan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan dan pertambangan, bencana alam, dan kebakaran hutan. Peristiwa kebakaran hutan juga menjadi agenda tahunan Indonesia, karena banyaknya potensi titik api dan letak geografis Indonesia yang berada pada khatulistiwa.
Saya teringat dengan salah satu teman yang merantau di Riau. 7 tahun di sana ia belajar bahwa kabut asap akibat kebakaran hutan menjadi event tahunan, bahkan bisa menjadi lebih sering frekuensi kejadiannya.
Kebakaran atau Pembakaran?
Kebakaran hutan merupakan suatu kejadian dimana api melahap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi di dalam kawasan hutan dan menjalar secara bebas dan tidak terkendali. Istilah kebakaran dan pembakaran terkadang salah ditafsirkan.
Kebakaran identik dengan kejadian tidak disengaja, sedangkan pembakaran adalah kejadian yang sengaja diinginkan.
Menurut Saharjo (2003), kebakaran hutan merupakan pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan (serasah, rumput, ranting dan cabang)
Api berkobar karena ada tiga elemen yang bersatu . Pertama adalah bahan bakar, terdiri dari seluruh bahan vegetatif yang dapat ditemukan di dalam hutan (seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta kandungan komponen ekstraktif dan mineral). Unsur ke dua adalah oksigen dan yang terakhir adalah panas. Panas ini bisa berasal dari alam dan manusia. Jika salah satu dari tiga unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan menyala. Prinsip tersebut dikenal dengan istilah Segitiga Api.
Faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya kebakaran hutan antara lain: ketersediaan bahan bakar, cuaca/iklim (kelembaban dan temperatur), topografi, waktu, sumber api, dan faktor angin. Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia kerap digeneralisir sebagai kebakaran hutan alami, padahal sebagian besar merupakan pembakaran yang sengaja dilakukan oleh kesalahan manusia. Pembakaran sengaja dilakukan untuk menyiapkan lahan namun menjadi tidak terkendali, atau terjadi kelalaian, baik oleh peladang berpindah atau pelaku bisnis kehutanan atau perkebunan. Hanya sedikit jumlah kebakaran hutan yang terjadi karena sebab alamiah, seperti petir, larva gunung api, atau gesekan kayu (Panji, 2014).
Klasifikasi Kebakaran Hutan
Berdasarkan posisi bahan bakar yang terbakar, kebakaran hutan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kebakaran Bawah (Ground Fire), Kebakaran Permukaan (Surface Fire), dan Kebakaran Tajuk (Crown Fire). Kebakaran Bawah adalah kebakaran yang merambat dengan mengonsumsi bahan bakar berupa material organik yang terdapat di bawah permukaan tanah/lantai hutan melalui pori-pori tanah atau akar sehingga yang dijumpai hanyalah asap putih dan biasanya terjadi di lahan gambut. Kebakaran Permukaan merambat oleh bahan bakar yang berada di lantai hutan, di atas permukaan tanah yang berada di bawah tajuk pohon. Sementara pada Kebakaran Tajuk biasanya api bergerak dari satu tajuk pohon ke tajuk pohon lain dengan cara mengonsumsi bahan bakar yang terdapat di tajuk pohon tersebut.
Tujuan Semu Pembakaran Hutan
Membakar hutan dianggap oleh masyarakat dan industri sebagai cara yang hemat dan cepat untuk menyiapkan lahan bagi keperluan lain, dan memang demikian adanya. Hanya saja pembakaran ini lebih sering menimbulkan efek yang lebih besar dibanding yang diperkirakan. Untuk mengurangi risiko ini daripada melakukan pembakaran sebaiknya melakukan penebangan secara langsung, baik dengan teknik manual maupun menggunakan alat berat.
Secara langsung, kebakaran hutan berdampak pada hilangnya vegetasi (flora) dan fauna hutan. Tentu saja ini akan mengganggu ekologi sekitar. Kebakaran juga mengakibatkan musnahnya bahan baku industri berupa kayu dan nonkayu, mencemari udara dengan asapnya, serta mengakibatkan lahan kritis akibat terbakar karena terjadi kerusakan secara kimia, fisika dan biologi. Kebakaran hutan menghasilkan gas CO2, CO, CH4, N2, NH3, N2O, dan NO. Selain berakibat buruk pada pernafasan, gas-gas ini juga menambah jumlah gas rumah kaca yang mengarah pada terjadinya perubahan iklim serta memicu turunnya hujan asam.
Dampak kebakaran hutan juga telah mempengaruhi hubungan antarnegara. Polusi udara yang dihasilkan dari kebakaran di Sumatera dua tahun ke belakang telah mengundang protes dari negara-negara tetangga. Pemerintah kita sempat meminta maaf kepada mereka atas kiriman asap tersebut, namun hal ini justru mengundang protes yang menganggap perbuatan itu seolah merendahkan harga diri bangsa. Padahal selama ini udara yang mereka hirup juga merupakan hasil dari keberadaan hutan Indonesia. Justru harusnya negara-negara tetangga bisa membantu investasi untk restorasi hutan agar mereka bisa mendapat pasokan udara segar kembali.
Jika kebakaran hutan terjadi dengan benar, tentu hal ini memiliki beberapa dampak positif. Dampak positif tersebut adalah memusnahkan hama dan penyakit, meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi potensi ‘bahan bakar’, dan meningkatkan kandungan fosfor dalam tanah. Namun yang sering terjadi adalah api menjalar tidak terkendali sehingga justru menghasilkan kerugian yang besar.
Baca juga : Mewariskan Fauna Kebanggaan Indonesia
Pencegahan dan Penanganan Kebakaran
Upaya pencegahan kebakaran disebutkan dalam PP No. 45 tahun 2004 mengenai perlindungan hutan. Di pasal 20 tertera,”Untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, dilakukan pengendalian, pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran”. Prinsip dasar pencegahan kebakaran hutan kembali ke prinsip Segitiga Api tadi. Pencegahan kebakaran dilakukan dengan pengurangan bahan bakar (Hazard Reduction), yaitu mengurangi kemudahan bahan bakar untuk menyala, dan pengurangan sumber api (Risk Reduction), yaitu mengurangi kemungkinan penggunaan api untuk menimbulkan kebakaran.
Kegiatan pencegahan kebakaran dapat dimulai dengan pelaksanaan 3E—Education, Enforcement, dan Engineering. Edukasi berupa kegiatan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa kebakaran hutan merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan. Kemudian Enforcement dilakukan dengan pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Sayangnya, sistem hukum dan kebijakan yang ada masih sangat lemah. Perijinan pembukaan wilayah dan pengalihfungsian hutan di Indonesia tergolong mudah. Terakhir, aspek Engineering adalah upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran dan penerapan teknologi. Teknologi yang sampai saat ini sudah diterapkan adalah pesawat pemadam dan rekayasa cuaca dengan formulasi garam untuk memindahkan hujan. Juga membuat parit atau alur supaya kebakaran tidak menyebar, serta menanam dengan jenis yang lebih dari satu dan member jarak antartanaman supaya kebakaran tidak mudah meluas.
Kementrian kehutanan mempunyai komitmen untuk kembali melakukan rehabilitas pada lahan-lahan terdegradasi ataupum pasca terjadi kebakaran, salah satunya dengan program penanaman pohon (sejuta pohon). Program penanaman ini memang benar berjalan dan telah memenuhi target penanaman, namun jumlah pohon yang terpelihara sampai sekarang belum dapat dipastikan secara detail. Meskipun bibit-bibit pohon dibagikan di desa-desa di daerah pegunungan, namun realisasi di lapangan tidak semulus itu. Aspek pemantauan untuk pemeliharaan masih kurang dalam program ini. Selain itu, hutan sejatinya merupakan kumpulan pohon-pohon. Jika pohon-pohonnya tidak berkumpul, bagaimana bisa menjadi hutan?
Untuk menjaga kelestarian hutan, Indonesia sebenarnya memiliki polisi hutan (Organisasi tim pemadaman kebakaran), nama kesatuannya adalah tim Manggala Agni. Kemudian jumlah SDM-nya belum sebanding dengan luasnya area hutan yang harus diawasi. Belum lagi kebakaran hutan tergolong kasus yang sulit diselidiki. Tinggal menyulut api dengan korek, lalu api melahap segalanya tanpa meninggalkan barang bukti. Meskipun sulit, bukan berarti tidak bisa. Pada kebakaran terakhir di Riau misalnya, kepolisian daerah telah menangkap 40 orang tersangka pelaku pembakar dan satu perusahaan telah menjadi tersangka.
Hal-hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kerugian akibat kebakaran hutan antara lain menambahkan keragaman jenis tanaman di suatu area. Selain itu kita juga dapat turun tangan melakukan penghijauan, terutama pada lahan-lahan kritis yang perlu direboisasi. Bagi yang peduli terhadap konservasi, dapat membuat semacam gerakan atau komunitas yang fokus terhadap salah satu jenis flora atau fauna yang memang sudah tercatat dalam CITES.
Langkah-langkah peduli lingkungan lain juga secara tidak langsung membantu melindungi hutan kita, karena usaha tersebut berpengaruh pada berkurangnya efek pemanasan global yang menaikkan suhu bumi sehingga menjadi potensi panas untuk kebakaran hutan. Mengurangi pembakaran sampah, tidak membuang sampah sembarangan, serta menggunakan kertas berkas atau daur ulang. Mari hidup hemat energi, lakukan langkah konkrit dari diri sendiri seperti menghemat penggunaan bahan bakar, menyetel pendingin ruangan pada suhu optimum (250C), mematikan peralatan listrik jika tidak digunakan, dan masih banyak tindakan sederhana lainnya.
Penutup
Sekitar 40 tahun yang lalu, tidak ada yang membayangkan bahwa kita harus mengeluarkan uang untuk membeli air minum. Jika tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menekan angka deforestasi hutan Indonesia, mungkin 40-50 yang akan datang kita pun harus membayar untuk oksigen yang kita hirup.
Mari menjaga hutan Indonesia
Sumber referensi :
Kuliah Whatsapp “Kebakaran Hutan” oleh : Arya Panji Wicaksono, [Mahasiswa Jurusan Silvikulktur Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 2009]
Sebagai orang yang tinggal di daerah yang dikelilingi hutan dan marak kebakaran hutan, aku sangat mengutuk orang-orang yang membakar hutan dengan sengaja sehingga malah terjadi bencana ini. Banyak sekali kerugian yang didapat. Semoga kita bisa mengawal bersama agar tidak ada lagi kebakaran-kebakaran yang terjadi di hutan kita tercinta