Banyak orang berpikir bagaimana cara menghadapi anak nakal itu sulit. Kali ini saya ingin menceritakan sebuah kejadian yang kualami saat membersamai anak-anak.
Tenggorokanku terasa panas, saat aku bertanya pada anak pertamaku mengapa tiba-tiba adiknya menangis seraya mengaduh kesakitan. Anak sulungku berusia 6 tahun, sementara sang adik 2 tahun.
Adiknya perempuan, menangis kencang sambil menunjuk mulutnya yang kesakitan. Dengan wajah polosnya, anak 6 tahun itu memberitahu bahwa ia sehabis mencolok mulut adiknya dengan tangan. Bisa terbayang kekhawatiran yang melanda di pikiranku saat itu. Nada suaraku tiba-tiba meninggi sambil mengeluarkan kalimat larangan kepadanya.
Beberapa detik kemudian saya sadar, saya telah melakukan sebuah kesalahan. Saya merespon anak dengan emosional dan menghadirkan emosi negatif.
Bagi para netizen rumah tangga tentu melihat kejadian ini sepertinya akan berasumsi anak tersebut adalah anak yang nakal yang habis membuat adiknya menangis. Saat mengalami kejadian serupa seperti di atas, kepala kita pasti dipenuhi pertanyaan penyebab anak nakal dan cara mengatasinya bagaimana?
Sebagai hasil didikan generasi baby boomers, alias para orang tua yang dididik jaman penjajahan juga jarang mempertanyakan perasaan dan alasan kita saat kita terlihat nakal. Maka tidak aneh jika 10-20 orang tua di sekitar kita masih menerapkan perilaku ini.
Bersyukurlah teman-teman yang bisa bertemu di artikel ini, saya mencoba mengingatkan diri dan teman-teman semua yang berprofesi menjadi orang tua untuk cara mengatasi anak nakal. Namun, sebelum itu bukan hanya mencari cara menghadapi anak nakal, tapi kita harus bisa memahami anak . Bagaimana caranya memahami anak dan seperti apa menghadapi anak menurut islam? Simak sampai habis ya.
Definisi Anak Nakal
Spektrum anak nakal atau anak yang berperilaku buruk memang sangat luas. Anak yang tidak mau menurut cenderung diartikan sebagai anak nakal. Anak yang memiliki emosi yang meledak-ledak dan tidak sabaran juga sering disebut anak yang nakal. Anak nakal adalah anak yanng memiliki potensi namun belum nampak buahnya. Jika kalian memiliki anak yang berusia 0-7 tahun pahami dan yakini bahwa tiada anak yang nakal.
Bukan Nakal atau Tidak Nurut, Mereka Memiliki Potensi yang belum Menemukan Jalan Keluarnya.
Semua anak lahir dengan fitrah kebaikannya. Tidak anak yang dilahirkan nakal apalagi jahat. Kenakalan adalah potensi yang belum nampak buahnya, atau jeritan hati yang belum ketemu jalan keluarnya. Kalian bisa membaca artikelku yang berjudul “anak terlahir seperti kertas kosong, benarkah?”
Kalau kalian bertanya penyebab anak nakal kenapa?
Sesungguhnya anak terlihat nakal adalah anak yang sedang menjerit yang belum bertemu dengan jalan keluarnya. Mereka adalah anak-anak yang memiliki kemauan kuat, pendebat yang hebat serta tidak ragu menolak hal yang tidak diinginkan.
Saya sering merasakan kesedihan, jika orang tua itu sendiri yang menyebut si anak nakal. Kalimat serupa lainnya adalah :
”Susah dibilangin” “Dasar ga nurut!” ”Kamu itu keras kepala!”
Terlebih di depan anak itu sendiri. Harusnya kita paham dengan lisan kita, terutama sebagai orang ibu. Ucapan itu doa. Bagaimana ucapan kita bisa menjadikan doa dan menjadi negatif labeling pada anak.
Sama seperti kejadian anak sulung saya tadi. Setelah sadar saya salah membentaknya, saya tarik napas dan meminta maaf. Lalu segera mengonfirmasi apa yang sebenarnya ia lakukan kepada adiknya.
“Sakha lagi swab mah, tadi sakha juga udah nyobain ke mulut sakha juga terus ke Hafsah.”
Dengan polosnya ia berkata demikian. Duh.
Jangan Benturkan Anak (di bawah 7 tahun) dengan Adab!
Dari kejadian ini saya belajar, isi otak anak memang isinya hanya bermain. Kita juga perlu tegas dan meluruskan mana yang boleh dan mana yang pantas. Namun, pesan yang ingin sampaikan jangan kita tergesa-gesa ingin anak berbuat baik dan beradab tanpa memahami mereka sesuai usia dan tahapan perkembangannya.
Dalam mendidik putra-putri kita jangan lebay juga jangan lalai. Segala sesuai ada waktu dan tahapannya. Kita perlu memperkaya diri dengan ilmu dari aspek dan tahap perkembangan anak, tapi kita juga memperkaya bagaimana sumber kepercayaan kita Al-Quran mengatur nilai-nilai pendidikan kepada anak.
Jika kita merencanakan suatu proyek pekerjaan, tentu ada parameter keberhasilan, ada juga monitoring dan evaluasi.
Sama seperti mendidik anak-anak kita,kita juga perlu memperhatikan hal perkembangan fitrah anak usia 0-6 tahun yang sebenarnya wajar. Sayangnya sering terlihat dan dianggap nakal. Hal ini karenakan dibenturkan dengan adab sehingga berpeluang menyimpangkan fitrah.
Dalam fitrah based education, pendidikan berbasis fitrah saya selalu diingatkan untuk jangan benturkan sifat unik anak dengan Adab atau Akhlak.
Sifat-sifat unik anak di bawah 7 tahun memang bisa jadi terlihat “tidak beradab”, misalnya keras kepala, cerewet, cengeng, penakut dan sebagainya.
Fitrah Sebelum Adab
Hari ini banyak dari kita sebagai orangtua atau perancang pendidikan begitu panik dan cemas, tidak rileks dan kurang optimis. Kita ingin anaknya segera berstatus “anak soleh” lalu langsung meloncat kepada adab sebagai disiplin dan pengajaran Ilmu atau Kitab. Tanpa peduli lebih dulu tumbuhnya fitrah yang telah Allah install sebagai kesiapan menerima Kitabullah.
Kita sibuk memaksakan adab pada anak sejak dini. Anak memang harus beradab, tapi bukan dengan ketergesa-gesaan. Adab di mata kita sebagai sebuah etika, disiplin, dan checklist atau SoP.
Anak yang terlalu cepat diadabkan, kelak akan mudah menjadi tak beradab atau biadab (Ustad Harry)
Almarhum Ustad Harry Santosa sering mengingatkan bahwa Allah Ta’ala memberi contoh perihal fitrah sebelum adab.
Hal ini kita temui ketika Allah memerintahkan orangtua agar menyuruh anaknya sholat pada usia 7 tahun, bukan sejak dini. Apa maknanya? Sholat adalah Adab tertinggi kepada Allah yang baru diperintahkan sejak usia 7 tahun. Dengan kata lain agar ada masa dari usia 0-6 tahun untuk mengokohkan benih fitrah anak-anak lebih dulu. Pesannya sangat jelas jika kita peka bahwa Allah Maha Tahu Fitrah manusia, jangan tanamkan adab sebelum fitrah tumbuh kuat dan kokoh.
Mulai dari sini kita mulai menggeser kacamata kita bahwa tiada anak yang nakal, keras kepala, cerewet dan sebagainya. Hanya ada anak yang memiliki kemauan kuat, pandai bicara dan sebagainya.
Cara Menghadapi Anak yang Terlihat Nakal
Dari sini saya ingin berbagi bagaimana menghadapi anak yang terlihat nakal, atau dengan kata lain yang memiliki keinginan kuat. Untuk mencegah kita tidak membenturkan mereka dengan adab ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam membersamai anak-anak kita, yaitu sebagai berikut :
1. Perbanyak Rasa Syukur
Rasanya tidak salah untuk saling mengingatkan. Ketika teman-teman mencari cara bagaimana menghadapi anak nakal, tengoklah ke dalam diri terlebih dahulu. Sudahkan kita perbanyak syukur? Mari perbanyak syukur dan menerima kondisi itu sebagai perkembangan fitrah yang sehat dan normal. Ketika kita mencoba untuk mensyukuri hal yang ada di dalam diri dan sekitar adalah cara terbaik memunculkan rasa sabar.
2. Rileks dan Optimis dalam Menghadapi anak
Kebanyakan orang tua merespon anak dengan berlebihan atau pesimis. Saya pun pernah mengalaminya. Begitu khawatir ketika anak tiba-tiba bicara tidak baik. Ia tiba-tiba suka berteriak-teriak. Suami saya kala itu hanya memberikan nasihat “Tenang, terima dulu.”
Tanpa gegabah memarahi apalagi menghukumnya. Namun, bukan pesimis lalu dibiarkan dengan lalai. Anak tetap diarahkan dan diberi pengertian.
Jadi kita perlu merespon perilaku anak dengan rileks dan optimis.
Jangan tergesa-gesa. Pada diri anak di bawah 7 tahun, tidak berlaku kaidah makin cepat makin baik. Jangan memberikan apa yang mereka mampu, tetapi apa yang mereka butuhkan untuk tahap usianya.
Jangan ditanggapi dengan emosional anak-anak yang terlihat nakal, apalagi sedih dan frustasi. Anak akan belajar cara merespon dari orang tuanya. Saya sadar diri ketika anak pertama saya tiba-tiba suka berteriak. Oh, jangan-jangan saya penyebabnya. Oh, jangan-jangan saya danorang dewasa di sekitarnya yang memberikan teladan seperti ini.
Karena ketika kita reflek merespon dengan teriak, marah apalagi emosional anak akan belajar :”oh mamahku begini caranya merespon kalau ada yang nangis seperti ini.” Perilaku kita tersebut direkam anak di pikiran alam bawah sadarnya.
3. Kenali dan Validasi Perasaan Anak
Kebanyakan dari kita terbiasa tidak mengenali perasaan diri sebab sewaktu kecil mengalami pengabaian seperti : “Jangan Nangis!” “Jangan Marah”
Tanpa sadar kita tularkan semangat penyangkalan perasaan ke anak cucu kita. Ketika menghadapi anak yang terlihat nakal dengan teknik ini seperti menyiram bensin ke dalam perapian.
Cobalah mulai untuk mengenali dan validasi perasaan anak.
Jika anak kita di bawah 2 tahun, kita bisa memperkenalkan ragam emosi. Kita bisa menanyakan perasaannya dan mencoba memvalidasi ketika ia sedang bertingkah.
“Sakha lagi sedih ya?”
“oh sakha marah, mainannya diambil sama adik?”
Tidak perlu menambahkan nasihat dan ceramah saat mengenali dan memvalidasi perasaan anak. Anak cukup merasa diterima perasaan dan kehadirannya. Hal ini membantu ia mengendalikan emosinya kelak.
4. Cobalah Bernegoisasi dan Buat Kesepakatan dengan Anak
Ketika anak sudah bisa diajak bicara, cobalah untuk bernegosiasi dan buat kesepakatan dengan mereka. Misalnya kapan waktu bermain dan belajar. Ajukan pilihan yang sudah kita arahkan, ketika mereka memilih pilihan dari kita, tujuan yang hendak kita capai tetap berhasil.
Contohnya, ketika anak saya belum mau mandi di pagi hari saya akan mengajukan pilihan. “Sakha mau mandi sekarang atau 5 menit lagi habis bermain?”
Biasanya dia akan memilih pilihan kedua. Tetapi tujuan saya tercapai yaitu anak saya mandi.
Namun, di usia 6 tahunnya ini dia buat pilihan ketiga yakni, “10 menit lagi mah.” Nah, kalau begini kita juga harus tegas. Saya biasakan dengan menggunakan alarm di handphone, bahwa tiada lagi negosiasi dan kesepakatan telah dibuat.
5. Belajar Menerima dan Menghargai Keunikan Anak
Sebagai orang tua yang setiap hari mendoakan anaknya, kita harus menyakini bahwa anak pasti punya peran istimewa di masa depan, namun kini belum nampak buahnya.
Anak-anak bukanlah keras kepala, namun memiliki kemauan yang kuat.
Anak-anak bukanlah cerewet, namun memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Anak-anak bukanlah cengeng, namun memiliki perasaan yang halus dan sensitif.
Maka seyogyanya kita sebagai orang tua jangan tergesa membenturkan sifat mereka dengan adab atau akhlak, banyak bersyukurlah bahwa Allah tidak mungkin menciptakan anak yang jahat dan tidak punya masa depan.
Lihatlah bahwa anak keras kepala itu sesungguhnya berbakat sebagai pemimpin, tidak ada pemimpin yang mudah diatur bukan?
Lihatlah bahwa anak cerewet itu sesungguhnya adalah komunikator atau orator atau presenter yang handal, bukankah semua peran itu bukan peran pendiam?
6. Menanamkan Adab Penuh Cinta
Saya paham ini tidak mudah. Membuat hati kita sebagai ibu bagai samudera pemaafan. Melatih diri sebagai ayah yang tangguh dalam menghadapi perilaku anak-anak usia dini yang luar biasa.
Hal yang perlu kita ingat baik-baik bahwa adab yang ditanamkan pada anak bukan dalam bentuk tertib dan disiplin. Namun dalam bentuk keseruan dan gairah melakukan kebaikan walau tak sempurna. Anak paham strong why ia melakukan hal tersebut.
Contohnya, ketika ia harus membereskan mainannya bukan sekadar agar mamahnya tidak teriak-teriak dan pusing. Jadikan anak bergairah untuk membereskan mainannya karena Allah suka keindahan, rumah menjadi bersih dan rapih salah satu ciri muslim yang berdaya. Kita bisa belajar cara memuji dan menegur yang efektif kepada anak.
7. Kreatif Memancing Cinta Anak Pada Adab
Kita memang tidak bisa mati gaya. Hindari langsung melakukan jalan pintas alias shortcut seperti marah-marah, membentak, mengancam, memberi sogokan reward dan punishment.
Mari ciptakan dan cari kreatifitas untuk menarik hati anak-anak.Kita harus bisa menemukan maunya, sebelum mampu melakukannya. Salah satu andalan kami adalah dengan bercerita baik bertutur maupun dengan buku cerita.
8. Jangan Beriman Pada yang Nampak
Kita selalu melihat anak dengan parameter kenampakan pada anak. Maksudnya seperti berapa surat yang dihapal, sudah bisa baca dan tulis apa belum, sholat tertib apa engga, makan yang rapih dan sebagainya.
Terkadang itu semua menjadi kelabu. Sebagai orang tua lihatlah lebih dekat. Apakah anak antusias dalam melaksanakan itu semua. Bagaimana dengan binar mata, gestur yang asik dan semacamnya. Bukan sekadar patuh apalagi takut.
Jangan lupa untuk membangkitkan motivasi anak dari dalam dirinya, ciptakan kegiatan yang mempesona dan jatuh cinta kepada Allah, Rasulullah SAW dan semua kebaikan kebaikan. Jangan membuat mereka membenci kebaikan.
9. Temukan Mengapa sebelum Bagaimana
Saya ini sering sekali otomatis mencari pertanyaan “bagaimana” saat terjadi masalah sesuatu. Misalnya bagaimana mengatasi anak keras kepala, cara menghadapi anak yang nakal dan sebagainya.
Itu saya yang dulu.
Sekarang saya perlahan mengubahnya menjadi mengapa. Mengapa ya anak saya begini dan begitu. Oh jangan-jangan karena saya terlalu sibuk. Oh jangan-jangan maksudnya anak saya itu begini.
Jadi ketika ada perilaku yang dianggap berlebihan maka temukan dahulu “mengapa” ia melakukannya, bukan tergesa “bagaimana mengatasi”. Setiap solusi yang kita cari tanpa menggali maka akan lebih banyak mudharatnya.
Penutup, Motivasi Anak Akan Bangkit dengan 3R
Saya terngiang dengan petuah yang disampaikan Ustad Harry dalam beberapa ceramahnya. Motivasi anak akan bangkit jika 3R. 3R adalah Relevant, Relasi dan Reason.
Relevan yang dimaksud adalah anak akan termotivasi dengan kegiatan yang dengan usia dan keunikan dirinya. Relasi artinya hadirkan ikatan cinta yang kuat. Reason yang dimaksud adalah mengupayakan untuk memuaskan aqal dan nalarnya.
Sekali lagi, jika teman-teman bertanya bagaimana cara menghadapi anak nakal jawabannnya adalah tiada anak yang terlahir nakal. Kenakalan adalah potensi yang belum nampak buahnya, itu adalah jeritan hati yang belum ketemu jalan keluarnya. Jangan benturkan sifat unik mereka dengan adab. Buatlah anak-anak cinta pada adab.
Bagaimana menurut teman-teman semua? Merawat dan mendidik anak kita tak pernah bisa sendiri, selalu membutuhkan orang lain. Mari bersama-sama menjadi orang tua yang bisa merawat diri dan anak-anak. Selamat bertumbuh bersama.
wallahu a’lam bishawab.
Salam, Shafira Adlina.
Jika kita tidak menyibukkan diri anak dengan kebaikan yang relevan sesuai cahaya fitrahnya, maka ia berpeluang disibukan oleh keburukan sehingga melebarlah kegelapan dan kelemahannya karena ketiadaan cahaya. Kelak akan menyibukkan dan merepotkan kita.
Ustad Harry Santosa
Baca artikel yang related dengan postingan ini :
Relevant, Relasi, Reason.
Ahaaa! 3R ini signifikan, tapi kerap terabaikan ya Mom.
Bismillah, semoga ALLAH mudahkan kita semua dalam mendidik anak.
Semangaaatt!
Bismillah, semangat mamah nurul 😀
MasyaAllah mbak, tulisanmu mengingatkan kembali untuk lebih sabar dalam menemani anak-anak dan terus dengan teliti membaca anak lagi. Semoga kita tetap dimampukan menjaga fitrah anak-anak ya, mbak. Tidak anak nakal, tapi hanya orang tuanya yang belum selesai mengenal arti pengasuhan yang tepat buat buah hatinya.
Masya Allah menjadi pengingat kita bersama ya Bunda Litha
Lebih lanjut jika tak terkendali, perlu dipertimbangkan juga ke dokter tumbuh kembang anak. Mana tahu anak kita mengalami gangguan ADHD dan sejenisnya. Sebab anak ADHD memang terdeteksi itu rentang usia 6-12 tahun dan mereka biasanya sering dicap anak nakal. Padahal mah sebetulnya bukan anak nakal, hanya membutuhkan penanganan khusus karena mereka istimewa.
Suka poin tentang anak keras kepala bukan berarti nakal tapi barangkali berkemauan kuat. Siapa tahu nanti dia bakat jadi pemimpin.
artikelnya keren banget mbaaa, aku juga masih belajar nih, sejauh ini aku blm pernah bilang anakku nakal, yg sering pakai kata itu malah suami atau keluarga atau sepupu2nya anakku yg belum paham ttg pelabelan ini, jadi suka sedih klo dilabelin anak nakal, padahal kan anak umur segitu mah masih perlu diarahkan aja…
Baca tulisannya mamah ina tuh pasti “tek” ada aja yang harus dirubah dari perangaiku kepada anak-anakku.
Aku tuh juga kalau lagi sadar sesadarnya marahin anakku, langsung kutuliskan ke buku dairy mah. Secara tidak langsung ada bentuk tertulis ternyata aku pernah berbuat itu kepada anakku, yuk jangan sampai diulangi lagi.
Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini, yang ada hanyalah orang tua yang mau belajar lebih baik, lagi dan lagi.
Bener banget mbak. Saya sering hilang kesabaran ketika Bio mulai ‘nakal’ dan ‘nggak nurut’, lupa kalau dia adalah anak kreatif yang sedang mengeksplorasi dunianya dengan caranya sendiri. Seringnya saya yang memaksakan cara saya karena nggak srantan melihat cara dia melakukan sesuatu klemar klemer gitu. Padahal dia sedang menggunakan sisi kreatifitasnya.
Oya, bagian yang anak merekam respon kita tuh, shocking banget buat saya mbak. Iya, tanpa sadar saya sedang ‘mengajari’ anak saya untuk mudah panik dengan kepanikan saya pada kelakuannya yang ‘nggak bener’. Harus belajar ngerem nih.
Anyway mbak, di poin terakhir tentang 3R, tampaknya ada yang missing di bagian Relevant-nya. Mungkin bisa dikoreksi.
Thanks udah berbagi mbak. Jazakillahu.
Pas baca judulnya aku degdegan. Sebab sebetulnya label nakal sendiri aja udah nggak betul. Tapi, setelah baca tulisannya secara utuh, aku setuju banget bahwa butuh cara-cara yang khusus dalam menghadapi anak. Dan, semoga masyarakat nggak dengan mudah melabeli seorang anak menjadi nakal atau bandel 🙂
Saya setuju nih, tidak ada anak yg terlahir nakal ya mba. Memang metode pengasuhan anak itu berbeda beda ya mba. Yang pasti kita jgn melabeli anak dgn sebutan nakal ya
Ya Allah Mbak tulisannya mengenai hati saya banget
Saat kita bertemu atau melihat anak yang mungkin katanya nakal, ternyata kita harus lebih memperbanyak rasa syukur. Saya justru melakukan hal yang bertolak belakang. Aih jadi malu….
Nggak ada anak nakal dari lahir, sejak sebelum menikah aku dulu selalu berpikir demikian. Jadi ketika punya anak, belajar berlatih sabar. Tapi beruntung sih anak sulungku tergolong anak manis z pas banget jadi panutan adiknya. Jadi ketika punya anak kedua, aku memiliki teman mengasuh, selain bapaknya. Karena adiknya ini memandang si kakak sebagai panutan. Apa aja meniru si kakak.
Ya dari di bungsu ini aku latihan sabar karena anaknya ekspresif, kalo marah ya aku biarkan aja. Cuma memang aku selalu ngajakin anak-anak ngomong dari hati ke hati misalkan bertemu masalah
Saya baru tahu perihal ‘jangan membenturkan anak usia dini dengan adab’.
Dan dirasa ulang, benar juga. Saat golden age, memang peran orang tua untuk memantapkan pondasi akhlak tuh besar sekali. Dg gitu, anak sudah memiliki pondasi jika dia ingin melakukan kebaikaan saat sudah besar nanti
Tulisannya lengkap bangetttttt.. intinya anak nakal jangan dikasari atau dimarahi nanti dia tumbuh jadi anak yang galak.. berat emang beban ortu tuhhh.. tapi yaaa nikmati aja karena udah dikasih tanggunh jawab sama Allah SWT
Jadi orang tua pun menghadapi anak yg tidak menurut itu jangan dgn emosi ya mba. Untungnya skrng ada ilmu parenting jadi orang tua pun bisa belajar dalam bersikap ke anak
Wah bisa jadi pembelajaran banget nih dalam menghadapi anak yang terlihat nakal, kadang pengaruh banget dari apa yang kita lakukan dalam menyikapi anak yang nakal ini. Jadi perlu hati-hati banget supaya gak berdampak buruk bagi anak untuk kedepannya.
kalau aku sekarang lagi bingung nih gimana menyikapi anak laki-lakiku yang mulai suka melempar barang dan mendorong kakaknya. padahal sudah berusaha dikasih tahu kalau itu nggak boleh. belum ketemu metode yang tepat nih buat menyikapinya
Terima kasiihh tulisannya. Aku punya 3 anak laki-laki, yang mungkin berbeda dgn anak kebanyakan. Nggak jarang juga mendengar cap-cap yang nggak enak di telinga.
Aku senang baca ini dan jadi pembelajaran buatku banget.
Pada dasarnya nggak ada anak yang nakal ya, Mbak. Secara teori parenting pun demikian, pasti ada latar belakang kenapa mereka melakukan hal menantang tersebut. Semoga kita dimudahkan untuk mendidik anak dengan menggunakan metode fitrah based education ini. Aamiin.
Charging banget membaca tulisan mengenai konsep pengasuhan untuk menghadapi Anak Nakal.
…dan bener, pengasuhan itu menurun. Ada kalanya juga ketika mood sedang gak bagus, anak-anak malah menguji. Subhanallahu yaa..
Aku dulu kalau sedang bener-bener lelah dengan kehebohan yang terjadi, suka take a break dulu. Aku ambil air wudlu dan sholat. Kalau sudah beres sholat, rasanya inhale exhale lagi, Bismillah…
Allah gakkan memberi ujian melewati batas kemampuan hambaNya.
Oh. Ternyata tak ada anak yang nakal. Tetapi nakal itu adalah potensi yang belum nampak buahnya. Seminggu lalu saya geram dengan anak cowok tamu. Nakalnya subhanallah. Suka memaksakan kehendak. Emaknya, Omnya, dia tendang. Barang2 di rumah kita dia keluarkan dari tempatnya, kita simpan dia ambil lagi. kian dilarang bertambah jadi. Padahal dia udah kls 3. Ya ampuuunn…. Selama hidup saya hanya sekali ini ketemu anak nakal begini. Tapi emak bapaknya suuuper sabar. Nah, inikah yang disebut potensi yang belum nampak buahnya?
Halo Bu Nur, anaknya umur berapa? kalau kita dari kacamata luar tentu tak bisa diagnosis karena 1 kali perbuatan si anak. Apakah menendnag itu sebuah kebiasaan yang dibiarkan atau anak itu sedang mengalami sesuatu.
Nah, perlu ngobrol banyak memang kalau mau analisa Bu 😀
iya ya, kadang tu bingung sendiri menghadapi ulah anak anak
emang harus tarik nafas dulu , baru berpikir mau mengambil langkah apa
Fitrah anak tuh suka kita lupakan ya mbak. Bahwa masa-masa 0-6 tahun ya memang dia lagi pengen tahu, nyoba ini dan itu, tapi yang kita lihat nggak nurut, nggak bisa dibilangin… PR ku adalah setelah tahu ilmunya itu gimana mempraktikkannya, karena ternyata nggak semudah membalikkan telapak tangan, hehe.
Cuma kalau udah tahu ilmunya tuh, jadi tahu letak kesalahannya di mana. Ya ujung2nya tentu saja minta maaf sama anak, sembari berharap semoga tidak meninggalkan bekas luka yang dalam dan bisa berpengaruh saat dewasanya nanti.
Padahal ya ‘nakal’nya mereka tuh sementara, setelah 9 tahun ke atas tuh udah bisa diajak kompromi, cuma memang sabarnya emak bapaknya kudu harus dilatih.
MasyaAllah makjleb banget tulisannya, Mbak Shafira, betul banget tak ada anak yang nakal. Bapak Ibunya yang harus peka dan terus belajar memberikan pendampingan yang terbaik.
Setuju nih mba, ga ada anak yg terlahir nakal mereka lagi aktif2nya saja kewajiban orang tua utk menuntun
Luar biasa Bun, sangat bermanfaat. Semoga sebagai orang tua tidak salah dalam mendidik anak
Baca tulisan Mbak Shafira jadi teringat ada yang belum tuntas dipahami dan diterapkan ilmu dari almarhum Ustadz Harry.
Terima kasih remindernya ya Mbak, banyak berkaca ke diri sendiri
makasih sharingnya
Ah iya sering banget nemu orang tua yang kadang menyalahkan anak g sesuai adab meski masih kecil, ternyata salah ya mbak? Ada adabnya juga untuk mengarahkan mereka
Anak saya Rachel dan Glory memiliki keunikan tersendiri dalam kenakalan di saat usia mereka masih balita. Contoh Rachel pernah loh lagi TK jatuhkan motor guru yang sedang diparkir hingga agak rusak. Untungnya sang guru tidak marah katanya Rachel bukan anak nakal tetapi sangat kreatif ha…ha…ha. Akhirnya saya mau marah jadi gak jadi deh
Menjadi orangtua itu memang harusnya lebih banyak mendengar daripada berbicara yaa..
Kalau udah banyak mendengar dan melihat gesture serta perilaku anak, pasti lama-lama jadi hapal kebiasaan anak. Mereka gak akan berbuat di luar dari kebiasaan yang biasanya mereka lihat sehari-hari.
Ini koreksi yang hebat.
Karena aku sering banget “keceplosan” judulnya. Padahal, think before act tuh penting banget.
Tulisan ini seperti menjawab kegundahan hati aku yang baru aja marahin anak karena kesel dengan perilakunya. Sepertinya memang akunya yang harus banyak belajar dan menahan diri nih. 3R ini langsung aku tulis di sticky note biar nggak lupa. Bismillah semoga bisa jadi ibu yang lebih baik lagi.
setuju banget aku sama poin menanamkan cinta, karena semua kenakalan dan pertengkaran akan mereda dengan kasih sayang yang tulus :’)