Pertengahan 2023, aku baru bergabung dengan komunitas Mom Academy. Komunitas tersebut dibagi berdasarkan regional, saya tergabung regional Bekasi Barat. Dalam grup whatsapp tersebut memiliki beberapa kegiatan, salah satunya adalah “getting closer”. Program tersebut memiliki tujuan untuk mengakrabkan anggota-anggota grup regional tersebut.
Akhir bulan September, saya dihubungi oleh ketua regional Mom Academy, Mom Tyas untuk sharing di tanggal 11 Oktober 2023. Sebetulnya mau sharing apa bingung, meski grup WA cukup besar hingga 300 orang di dalamnya. Memang yang aktif ya itu-itu lagi.
Rasanya mau sharing apa selama 1 jam dengan yang santai tapi bermakna. Akhirnya aku putuskan di detik-detik mau online. Sebab kebetulan saya masih di Denpasar saat sharing langsung kepikiran untuk menceritakan perjalananku mengenal dan mengelola emosi sebagai Ibu.
Mengenal Emosi: Menyadari Luka Batin
Kemungkinan banyak ibu yang related dengan hal ini. Sebelum memulai aku sampaikan:
“Bismillah aku berlindung pada Allah, cerita ini tidak bermaksud mengumbar aib apalagi menjelekkan orang tuaku.”
Qodarullah aku hadir dalam keluarga yang tidak utuh. Orang tuaku bercerai saat duduk di bangku SMA. Aku tidak merasakan sedih, tidak juga bangga dengan keadaan ini. Karena memang dari kecil, sosok ayah tidak pernah hadir di rumah.
Hari ini aku baru menyadari, saat itu bahkan sampai saat ini aku masih belajar untuk mengatur kecerdasan Emosional (EQ) jangankan EQ, dari dulu memang kita jarang sekali diberikan literasi emosi.
Stigma Masyarakat: Kamu Tidak Boleh Marah!
Ibu-ibu sadar ga sih? Semenjak kecil kita sering diburu-buru berhenti menangis, tidak boleh marah!
Kamu harus bahagia, kamu harus senyum.
Seolah emosi-emosi negatif itu salah dan tak boleh dirasakan. Yang bagus hanya senyum-senyum ketawa ketawa itu artinya baik-baik saja.
Stigma tersebut juga pemicu kita semakin marah, saat kita merasakan emosi marah.
Dibesarkan dalam anak ke-4 dari 5 bersaudara dengan Ibu yang luar biasa mencari nafkah untuk kami berlima. Dan karena kesibukannya itu, tentu memang ada yang harus dikorbankan tumbuh kembang kami yang pasti ada celah termasuk dari Pendidikan emosi.
Singkatnya aku mulai merasa ada yang aneh dengan diriku saat setelah melahirkan anak pertama. Mengapa aku begitu cemburu pada ibu mertuaku sendiri? Padahal secara kasat matai a baik, bantu merawat cucu pertamanya (sementara anak pertamaku, cucu ke7 untuk ibuku).
Aku pernah bikin cerita di blog dan buat video pendek di sini:
Perasaan seolah tidak kompeten saat mengurus anak. Terus cemburu sama mertua saat anak dekat. Kok aku ngerasa ga normal?
Banyak yang komentar kalau bahwa aku kurang bersyukur, lagi kurang iman, kurang dzikir dan sebagainya.
Lalu tidak berhenti di situ, makin besar anak pertamaku, tiba-tiba kok merasa aku mudah marah. Padahal maksudku bukan marah. Sebetulnya aku khawatir, tapi ekspresiku marah.
Ketika sedih kok marah, ketika frustasi kok marah?
Hadirlah pandemi. Kok aku lebih gampang meledak? aku teringat kejadian tidak mengenakkan di masa kecilku.
Dengan Menulis, Aku Belajar
Lewat jadi blogger ini aku jadi banyak belajar untuk bisa menulis dengan baik juga, buku-buku positif parenting aku baca dan coba pahami.
Dulu seminar Ustad Harry Santosa founder fitrah based education, enlighting parenting bu Okina, seminar bu elly risman dan lain-lain.
Allah membawaku bertemu dengan para ahli dan guru seperti terapis The Gina, psikolog Bu Yuhanida, pakar holistic dr Puti.
Sebelumnya aku khawatir kalau bertemu psikiater/psikologi karena basicnya aku orang eksakta dan blm percaya. Terus khawatir malah kebarat-baratan. Tapi ternyata dalam perjalanannya banyak jg psikologi muslim, seperti tokoh yag kusebutkan di atas dan anaknya Bu Elly itu Bu Silmy Risman 💙🥹.
Duh masyaAllah, ya berkah pandemi jadi belajar membaca diri.
https://ceritamamah.com/mengelola-marah/
Pertama kali belajar emosi marah dari IG Live, lalu beli buku don’t be angry mom menjadi salah satu rekomendasi buku untuk mengenal emosi.
Jadi, selain belajar parenting, literasi emosi, saya juga mempelajari membasuh luka pengasuhan dan kesehatan mental.
Karena saya percaya ibu bahagia bukan ibu yang tidak pernah marah, sedih atau kecewa. Tapi ketika marah dengan tepat, sedih juga tepat mengekspresikan dan bisa mengelola kecewa.
Tahu Belum Tentu Terampil
Dan memang bukan berarti setelah tahu jadi paling sembuh, karena ibarat pola pikir dan respon udah dibentuk puluhan tahun ya. Meski sudah tahu, belum tentu mampu. Tahu belum tentu terampil. Setelah tahu perlu Latihan agar terampil. Jadi, sampai hari ini aku juga masih berproses agar lebih sehat mental lagi.
Alhamdulillah dari pertamanya endorse buat nulis review buku antologi Trip To Forgive. Malah jadi ikutan workshop online dan offlinenya kemudian disusul beli buku trilogi parenting dan ikut workshopnya, malah ikut nulis di buku antologi bersama psikolog dan sesama anggota kelas healing.
Pertanyaan-Pertanyaan
Q: MasyaAllah dapet ilmu tentang mengelola emosi 🥹🤲🏻 Maaf aku jadi ke asikan baca blog nya mom 😅🙏🏻 Trus mom cara sprti apa yg sudah atau sebaiknya diterapkan ke anak saat tantrum? Karena aku masih suka bingung kalau anakku tantrum di tempat umum 🫠
Jawab:
Terima kasih sudah baca Mbak…
Kalau tantrum itu sebetulnya ekspresi emosi anak. Terutama rasa marah yang muncul berlebihan.
Nah. Anak itu kan minim pengalaman, jadi kita perlu mengajari dan mencontohkan pada mereka.
Beda tahap perkembangan usia, beda juga penanganannya…
Misalnya anak dibawah 3 tahun biasanya krn blm paham apa yang dirasakan. Apa terlalu lelah, cape, takut. Nah, kalau di atas itu biasanya karena dia negosiasi dengan aturan kita 🙏🏼 cmiiw
Q2: gimana kita membedakan anak dibawah 3 tahun tantrum karena lelah cape terlalu ramai atau karena ingin sesuatu mom?
Jawab:
Sepahaman aku ya mom… kita bisa memahami anak kalau kita membersamai mereka.
Kalau saat crangky hati kita ga jernih, beri jeda dulu utk mikir. Sambil tebak, adek cape? Adek laper? Ade khawatir?
Kuncinya saat menenangkan anak, kitanya harus tenang. Kalau belum bisa tenang, aku kasih tau ke anak. “Mamah itu bingung kalau adik nangis doang, adik bisa bicara habis nangis? Yuk sini selesain duku nangisnya.” Kalau teman-teman ada support system seperti suami atau orang lain bisa gentian dulu sebentar. Kalau tidak ada, bisa tarik napas atau menepi dulu dari anak beberapa menit atau detik.
Q3: boleh infonya mom perihal terapi yang dijalanin apa aja dan gimana?
Jawab:
- Aku terapi Privat 1-1 online “memerdekakan hati” selama sebulan dengan Teh Gina. Seorang terapis instagramnya @ginashabira
- Workshop online dan offline Membasuh luka pengasuhan dan anger management
- Kelas-kelas online dr.puti, Aisya Yuhanida, Wiwik Wulansari
- Kelas online “emotional healing with tauhid awarness” Bunda Aniq dari @kelasbubby
Oiya, jangan lupa penting juga yang muslim dengerin ustadz-ustadz favorit. Biasanya Ust Oemar Mita dan Nuzul Dzikri dengan tema seputar orang tua dan parentingnya.
Penutup
Emang enak ya nulis doang aku, aku tahu prakteknya menantang bahkan sulit. Tapi jangan sampai buat kita nyerah, semangat merawat amanah-amanah yang sudah dititipkan.
Semoga bermanfaat!