Indonesia Darurat Perokok Anak! Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Photo of author

By Shafira Adlina

Siang itu anakku yang masih duduk di bamgku taman kanak-kanak bertanya setelah saya jemput dari sekolahnya.

“Mah, kenapa kakak-kakak tadi merokok?mereka kan masih sekolah?”

Di salah satu gang yang kami lewati, kami berpapasan dengan sekelompok entah anak SMP atau SMA karena memakai seragam pramuka yang asyik jongkok-jongkok di pinggir jalan sambil menikmati minuman warna-warni dengan es di tangannya juga tak sedikit yang memegang rokok.

Sungguh miris, sedih, kecewa dan khawatir melihat anak-anak yang sudah terpapar rokok.

Satu Puntung Sejuta Masalah

Kita setuju bahwa ratusan jurnal penelitian kesehatan baik dalam dan luar negeri yang membuktikan betapa bahayanya zat yang terkandung dalam rokok ini. WHO (World Health Organization) menyebutkan setiap tahunnya lebih dari 8 juta kematian yang disebabkan konsumsi rokok. Baik perokok aktif maupun pasif. Setidaknya sekitar 1,2 juta adalah perokok pasif. Dalam salah satu situs kementerian kesehatan, WHO menyebutkan Indonesia adalah urutan ketiga setelah China dan India yang memiliki angka perokok tertinggi. rokok di Indonesia menghabiskan minimal 12 batang sehari. Yang mengejutkan tahun 2015 juga tercatat dari Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Soewarta Kosenbahwa  kerugian makroekonomi akibat rokok mencapai Rp 596,61 triliun.

kandungan rokok (infograpic kemenkes)

Lebih dari 4000 bahan kimia terdapat di dalam sebuah rokok. Setidaknya, 400 zat berbahaya dan 43 zat tersebut mampu menyebabkan kanker. Tiga zat di antaranya adalah karbonmonoksida (CO), gas yang beracun menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya. Kedua TAR merupakan zat berbahaya penyebab kanker (karsinogenik) dan berbagai penyakit lainnya. Ketiga yang paling terkenal dari rokok adalah nikotin, zat berbahaya yang menyebabkan adiksi atau kecanduan.

WHO mencatat di Indonesia, ada 225.700 kematian setiap tahunnya yang disebabkan oleh merokok atau penyakit terkait tembakau. Hingga saat ini, lebih dari 2.677.000 anak-anak dan lebih dari 53.767.000 orang dewasa terus mengkonsumsi tembakau setiap hari (Eriksen dkk, 2015).

indonesia darurat perokok anak
Ilustrasi satu puntung satu juta masalah (ilustrasi dari instagram fctcindonesia)

Indonesia Darurat Perokok Anak!

Hari ini di Indonesia, ada sekitar 70,2 juta perokok aktif, setara dengan warga korea selatan ujar dr. Benget Saragih, M. Epid dari Kementrian Kesehatan dalam webinar Kamis, 28 Juli 2022 kemarin yang berjudul : ”Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak untuk mencapai target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional)?”

Di mana 70 persen dari jumlah perokok tersebut adalah orang miskin yang menyisihkan 20 persen dari pendapatannya untuk membeli rokok. Ironinya, adalah pengeluaran untuk membeli rokok di kalangan keluarga miskin 5 (lima) kali lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk pendidikan dan 5 (lima) kali lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk asupan nutrisi keluarga seperti telur, susu, protein (website lenteranak).

Begitu juga perokok pemula di kalangan anak dan remaja tak terkendali.

Data yang dipublikasi Badan Pusat Statistik menunjukkan persentase jumlah anak yang menjadi perokok dalam 10 tahun terakhir terus meningkat.

Prevalensi (proporsi dari suatu populasi) perokok anak meningkat setiap tahunnya

Prevelansi jumlah anak merokok di Indonesia (infograpich sehatq)

Presiden dan Pemerintah berjanji untuk menurunkan prevalensi perokok anak pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di tahun 2024. Dengan melakukan Revisi PP 109/ 2012 yang diamanatkan oleh Perpres No.18/2020.

2 tahun lagi bisakah?

Akan tetapi kenyataannya, justru angka ini meningkat.

Kenapa Prevalensi Perokok Anak Terus Meningkat?

Data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes, dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) BPOM menyatakan, bahwa 3 dari 4 orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun. Pada tahun 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20% dan kemudian naik menjadi 8,80% pada 2016.

Selanjutnya angkanya mencapai 9,10% pada 2018 dan sebanyak 10,70 % pada 2019. Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC), dr. Sumarjati Arjoso, mengatakan dalam (republika.co.id) prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16% pada 2030.

Seperti yang disampaikan Agus Suprapto M.Kes selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dalam webinar yang sama.

“Kalau perokok anak terus meningkat, ini ada bom waktu pada anak anak kita,”

Webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Lentera Anak, beliau juga menyatakan keprihatinan atas hasil survei global penggunaan tembakau pada usia anak juga  dewasa yang semakin hari semakin bertambah. Dengan data tersebut, jelas, Indonesia darurat perokok anak! Kenapa hal ini bisa terjadi? Begini kira-kira alasannya :

#1. Iklan Rokok Di mana-mana!

Data yang ditunjukkan GYTS juga hampir 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir, dan sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau media sosial.

Tidak hanya di ibu kota ketika ke beragam daerah di Indonesia saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa paparan iklan, promosi dan sponsor (IPS) rokok sangat mudah ditemukan dimana-mana. Jalan beberapa puluh meter ke jalan raya, dengan mudahnya saya menemukan deretan billboard besar terpampang iklan rokok.

IPS rokok juga hadir dalam poster film, panggung pentas musik, dan mirisnya umbul-umbul yang meramaikan berbagai lapangan olahraga. Semuanya tampil serba gagah, berani, dan mentereng, khas anak muda.

Sampai saat ini industri rokok mengemas program CSR (corporate social responsibility) sebagai ajang promosi. Iklan layanan masyarakat versi industri rokok memenuhi layar kaca dan papan reklame. Industri rokok sangat agresif, kita mudah menyaksikan di televisi, radio, di jalan raya bahkan warung kelontong.

Sebuah tantangan besar Indonesia saat ini yang disebut Agus, Indonesia di-analogi-kan sebagai negeri banjir produk rokok. Ya hal ini senada dengan hasil monitoring iklan rokok pada tahun 2015 oleh Yayasan Lentera Anak Indonesia, Smoke Free Agents (SFA) dan YPMA menunjukkan ada 85% sekolah di lima kota di Indonesia di kelilingi iklan rokok. dengan jumlah pengiklan sebanyak 30 merek.
Industri rokok di sekitar sekolah memperkenalkan rokok sejak dini. dan yang menyedihkan lagi strategi mereka berhasil. Sebanyak 46% remaja berpendapat iklan rokok mempengaruhi mereka untuk mulai merokok (Studi komnas Anak dan UHAMKA tahun 2007).

Pak Agus sambil menganalogikan jika sebuah rumah yang dibanjiri rendang, tentu seisi rumah akan mengonsumsi rendah. Atau ketika sebuah rumah dibanjiri pisang goreng, anggota rumah tersebut tentu akan mengonsumsi pisang goreng. Oleh karena itu,yang dibutuhkan peraturan yang tegas baik iklan dan perdagangan rokok itu sendiri.

Mudahnya menemukan Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) rokok di Indonesia, termasuk di sekitar sekolah atau tempat anak-anak beraktifitas. Tengkoklah warung kaki lima disekitar rumahmu? Pasti ada spanduk rokok di sana.

Padahal dari studi yang dilakukan Surgeon General Amerika Serikat disimpulkan bahwa iklan rokok mendorong perokok meningkatkan konsumsinya dan mendorong anak-anak untuk mencoba merokok serta menganggap rokok adalah hal yang wajar.

ilustrasi gambar dari fctc Indonesia, diolah pribadi dengan canva

Iklan Rokok di Internet, Bisa Karena Biasa

Apalagi internet, dua tahun ini kita penuh adaptasi dalam membersamai pandemic. Termasuk pendidikan anak yang mewajibkan memakai internet. Mau tidak mau anak lebih sering terpapar gadget, sayangnya iklan produk rokok di internet juga makin buas.

Hari ini kita melihat industri rokok membawa image lintas hari-hari besar, nasional maupun agama. Semua kemasan dibuat serba mulia dan mengharukan. Tangan kanan mereka seolah menawarkan kebaikan melalui bermacam program CSR, tapi ironisnya tangan kirinya menyodorkan racun.

Tidak hanya Kemenkes dan Kemenko PMK, ada juga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang saat webinar dihadiri oleh Drs. Anthonius Malau, M.Si, selaku Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika.

Beliau mengatakan Kominfo butuh peraturan yang dapat pelarangan total iklan rokok di internet, agar dimasukkan dalam revisi PP Nomor 109/2012. Sebab terbukti dengan iklan, promosi dan sponsor rokok masih sangat masif, penjualan rokok batangan masih ada, dan belum ada aturan rokok elektronik. Apalagi kini industry nikotin juga menyasar iklan, channel youtube, media sosial untuk mempromosikan produk yang merusak Kesehatan tersebut! Kini tak sedikit perusahaan yang memproduksi barang yang mengandung zat adiksi itu menggaet anak muda yang bisa mempengaruhi atau meng-influence anak muda lainnya.

Paparan terhadap tembakau di usia dini tak hanya menciptakan perokok seumur hidup, tapi juga dapat berkontribusi terhadap stunting dan menghambat pertumbuhan anak-anak. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit tidak menular (PTM) kronis seperti penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker saat mereka beranjak dewasa.

Dan bisa karena biasa, orang akan mengganggap itu wajar karena paparan iklan produk rokok ini begitu massif.

#2. Mudahnya Mendapatkan Rokok

Angka-angka di atas tentunya sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa generasi muda terus terekspos penggunaan tembakau dan iklan-iklan rokok dengan pesan tersamar yang dirancang dengan baik, untuk menarik generasi muda agar kecanduan tembakau dan nikotin.

Bagaimana tidak kita tahu semakin mudah terpaparnya iklan, promosi dan sponsor rokok yang dijelaskan di atas. Apalagi untuk mendapatkannya? Berdasarkan fakta di lapangan, tidak sulit mendapatkan rokok. Walaupun ada larangan menjualnya, banyak praktik titip atau pesan lewat online shop dengan mudah.

Dalam webinar tersebut juga menghadirkan beberapa narasumber anak yang pengguna atau anggota keluarga pengguna yang mengatakan betapa mudahnya mendapatkan barang yang mengandung nikotin tersebut. Terlebih lagi diversifikasi produk rokok, seperti rokok elektrik yang digadang-gadang lebih aman dari rokok biasa padahal produk tersebut juga sama bahaya dan adiksinya begitu yang diucapkan Octavian Denta dari IYCTC (Indonesian Youth Council For Tobacco Control).

#3. Peringatan Bergambar di Rokok Tidak Efektif

Peringatan bahayanya merokok bagi kesehatan memang ditampilkan dalam setiap iklan. Tetapi, peringatan itu hanya terpampang sekilas, bahkan saya gemas semenjak tulisannya diubah hanya menjadi hanya satu kalimat.

Bahkan saya pernah berbicara dengan teman-teman sejawat kuliah pascasarjana saya, mereka merasa keren bahkan seperti melihat gambar “menakutkan” di bungkus rokok seperti stiker atau gambar biasa.
Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi, Kementerian Kesehatan RI, dr. Benget Saragih, M. Epid, menjelaskan hal pertama kenapa prevalensi anak atau perokok tidak menurun setiap tahunnya adalah tidak efektifnya peringatan bergambar.

Peringatan merokok bergambar (PHW) di bungkus tidak efektif memberikan edukasi pada masyarakat hanya 40% dan ditutupi cukai rokok. Hal ini dinilai tidak membuat orang takut pada merokok. Padahal untuk rokok yang diekspor PHW rokok sendiri hingga 80%.

Tiada Perlindungan Tanpa Regulasi

Memang sejumlah aturan pengendalian tembakau sampai saat ini masih terganjal berbagai sebab. Seolah-olah pemerintah belum 100% berpihak pada kepentingan kesehatan publik. Kenapa sih kita harus peduli dengan keadaan darurat perokok anak ini? semakin tingginya konsumsi rokok akan berdampak pada kualitas SDM di masa yang akan datang. Serta menyebabkan tingginya biaya kesehatan yang harus ditanggung negara dan masyarakat sendiri. Sudah seharusnya pemerintah dan Negara harus berusaha menjaga kualitas aset masa depan, generasi muda. Kalau industri rokok meredup dan kesehatan publik membaik, produktivitas bangsa pun akan melaju.

Indonesia darurat perokok anak. Butuh kerja sama dari berbagai pihak, setidaknya mulai dari peraturan iklan, promosi, sponsor, rokok (IPS) dan produk nikotinnya harus jelas. Bahkan harusnya benar-benar adanya pelarangan IPS ini di internet. Aturan membeli produk ini juga harus diperketat agar bisa melindungi anak-anak Indonesia.

Lebih dari 2 tahun, revisi PP 109/2012 sudah tertunda dengan alasan ekonomi pandemi dan kenyataannya hingga kini prosesnya masih tertahan di Kementerian Kesehatan.

Walaupun Presiden telah memberi mandat melalui Perpres No.18/2020 dan Menko PMK sudah mengirim surat kepada Menteri Kesehatan agar menyelesaikan pembahasannya.

dr.Benget juga menegaskan bahwa revisi PP 109/2012 merupakan target RPJMN 2020-2024. Dengan begitu, sesuai amanat RPJMN, target penurunan perokok usia anak dan remaja merupakan target nasional sehingga usaha mencegah anak dan remaja menjadi perokok pemula harus menjadi prioritas semua pihak.

“Karena itu ada 5 substansi yang diatur dalam revisi PP 109/2012 yakni, pengaturan rokok elektronik, pelarangan iklan rokok, larangan penjualan batangan, perbesaran peringatan Kesehatan bergambar (PHW) dan pengawasan yang ketat,” jelas dr.Benget saat webinar.

perlindungan anak dari bahaya rokok
Ilustrasi mural dari FCTC Indonesia

Peraturan Negara Melindungi Anak, Hidupkan dengan Ketahanan Keluarga

Tidak hanya dengan peraturan negara, kita semua perlu memperat perlindungan dan edukasi anak dengan ketahanan keluarga. Kenapa keluaraga? Keluarga adalah organisasi terkecil dalam sebuah masyarkat. Kita harus membentengi keluarga kita demi mencegah pertambahan perokok pada anak. Karena perokok pada anak ada sangkut pautnya dengan kondisi keluarganya juga.

Seperti yang disampaikan pada sebuah penelitian di Jakarta, adanya hubungan antara ayah maupun saudara yang lebih tua dan teman sebagian besar perokok terhadap prevalensi perokok pada murid SMA (Soemartono).

Jika seorang ayah merokok, maka risiko anak yang akan menjadi perokok 2 kali lebih besar dibanding dengan yang orang tuanya tidak merokok, sedangkan bila ada saudaranya yang lebih tua merokok mempunyai risiko sekitar 3 kali lipat dan bila kebanyakan temannya yang merokok maka risiko menjadi perokok sebesar 3,2 kali lebih besar.

Fakta penelitian ini juga memperkuat bahwa bukan saja memerlukan regulasi dan pengawasan negara tapi ketahanan keluarga juga diperlukan dalam mengendalikan angka prevelansi perokok anak ini.

Apa yang Bisa Kita Lakukan Untuk Indonesia Darurat Rokok Anak?

Masihkah kita hanya diam saja dengan alasan rokok adalah sumber pendapatan negara?  Saya harap tidak.

Dengan kenyataan kenaikan prevelansi perokok anak tersebut pemerintah tidak boleh tinggal diam seakan tidak mau tahu. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan;

”Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan”.

Kalau membiarkan peredaran rokok seperti hari ini dengan tidak terkendali berarti pemerintah tidak menjalankan amanat undang-undang tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak melindungi anak-anak Indonesia yang jumlahnya 35% dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi 100 persen pemilik masa depan.

Uang memang penting untuk membiayai pembangunan negeri, tetapi kesehatan anak-anak jauh lebih penting. Sebab anak-anak yang menjamin kelangsungan negeri kita ini. Bisa dibayangkan dong jika anak-anak pada masa sekarang terpapar oleh racun adiktif rokok, tidak akan lahir kepemimpinan di masa mendatang yang berkualitas baik fisik maupun psikisnya? Apalagi kemungkinan mati muda karena rokok.

Sambil menunggu para pemangku kebijakan seperti Pak Agus dari Kemenko PKM, dr.Benget dari Kemenkes dan para pemangku kebijakan lainnya yang mengupayakan regulasi dan pengawasan tentang produk rokok turunannya demi memberi perlindungan bagi anak-anak. Apa sih yang bisa lakukan?

#1. Memantau Perkembangan Regulasi Kebijakan Pemerintah mengenai peraturan produk rokok. Baik dari perarturan iklan rokok, cukai rokok dan perlindungan anak dari bahaya rokok.

#2. Suarakan kepada khalayak ramai. Jika kalian aktif di media sosial atau menulis artikel di blog ataupun media UGC lainnya. Kalian bisa mulai menyuarakan agar lebih banyak yang tahu dan peduli betapa bahayanya rokok pada anak dan negeri kita darurat perokok anak.

#3. Berikanlah teladan yang baik sebagai orang tua atau dewasa di rumah. Jika kalian seorang orang tua apalagi guru atau dosen. Jangan sekali-kali merokok di depan anak-anak. Anak sendiri maupun orang lain di tempat umum. Karena Tindakan kita adalah teladan.

#3. Peran vital keluarga. Jadilah bagian keluarga yang nyaman dan menenangkan. Para Ayah dan Bunda kembalikan kehangatan keluarga, agar anak merasa nyaman di rumah dan menjadikan rumah tempat pertamanya bercerita.

Sebuah Penutup, Ayo Beraksi!

Perjalanan untuk memastikan anak-anak penerus bangsa agar aman dari serbuan iklan rokok sungguh masih panjang. Upaya tak kenal lelah dan terus menerus dari kementrian dan lembaga terkait harus segera dikonkritkan. Salah satunya dengan mendukung Menteri Kesehatan segera menyelesaikan revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak dan menurunkan prevalensi perokok anak sesuai mandat RPJMN.

Cara terdekat kita juga mengawasi agar masyarakat sekitar jangan menjual rokok pada anak di bawah 18 tahun dan berikan teladan dengan tidak merokok di depan anak!

Masih banyak yang harus kita lakukan dalam berjuang melindungi anak-cucu kita dari asap rokok. Terakhir, semoga tidak ada lagi Iklan, Promosi dan Sponsor Industri rokok baik offline dan online.

Sumber data :
  • Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia- Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (http://www.tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2019/05/Booklet-Hasil-Studi-TAPS-dan-Status-Merokok.pdf)
  • World Health Organization. (2015). WHO report on the global tobacco epidemic: Raising taxes on tobacco. World Health Organization, 52–53. https://doi.org/ISBN 978 92 4 069460 6
  • Eriksen, M., Mackay, J., Schluger, N. W., Islami, F., Drope, J., worldlungfoundation, & Atlas, T. T. (2015). The Tobacco atlas. The Tobacco Atlas, (Vol. 47).
  • http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/who-rokok-tetap-jadi-sebab-utama-kematian-dan-penyakit
  • https://litbang.kemendagri.go.id/website/peneliti-sebut-kerugian-akibat-rokok-capai-rp-59661-triliun/
  • https://www.who.int/docs/default-source/campaigns-and-initiatives/world-no-tobacco-day-2020/wntd-tobacco-fact-sheet.pdf
  • Berita online : Lentera anak indonesia, Prevalensi Perokok Anak dan Remaja. available at: http://www.lenteraanakindonesia.com/tag/prevalensi-perokok-anakdan-remaja/
  • https://www.republika.co.id/berita/rg4h60484/miris-jumlah-perokok-anak-di-bawah-18-tahun-terus-meningkat

Sumber infografik :

  • Dibuat dan didisain oleh penulis. Ilustrasi beberapa dari instagram FCTC Indonesia, infographic dari sehatq dan kemenkes

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page