Salah satu ketrampilan yang tidak diajarkan dalam sekolah formal adalah ketrampilan berbicara pada anak. Ya, wajar kan jadi orang tua tidak ada sekolahnya.
Duh, tapi jaman sekarang kan mudah ya kalau cari pengetahuan bisa di Googling. Dimana-mana sekarang juga tren belajar online, banyak sekali workshop atau training untuk mendapatkan skill mendampingi orang tua. Tapi kemudahan ini juga jadi simalakama, kita bias melihat pada ilmu yang bersumber hakiki dengan yang katanya-katanya.
Atau bias juga dari psikolog anu, ustad itu, parenting enthusiat atau ahli apalah namanya.
Eits, bukan berarti saya untuk mengkredilkan suatu profesi ya. Namun, ini perkara kita yang cenderung ikut-ikutan. Apalagi kita seorang muslim yang tahu dan harusnya yakin sumber dari segala ilmu adalah Al Quran. Saya hanya mau mengingatkan jangan mudah terpengaruh segala tips-tips yang bertebaran di dunia maya sana. Kita perlu memperkuat bounderis atau saringan kita baik dari ilmu agama dan keyakinan value dari keluarga kita masing-masing.
View this post on Instagram
Bicara dari Hati ke Hati dengan Anak
Hal yang bisa kita lakukan pada anak adalah bicara dari hati ke hati. Sebagai orang tua selayaknya kita menjernihkan hati untuk membaca setiap tingkah laku anak. Karena kalau hati kita keruh, perilaku anak yang tidak salah pun akan terlihat salah. Ibaratnya kita melihat pemandangan indah dengan kacamata yang buram. Jika kita tidak segera membersihkan kacamata itu, tetaplah akan buram bukan?
Sebagai orang tua, kita pasti dituntut untuk banyak melakukan interaksi dan berkomunikasi, terutama dengan suami/istri dan tentunya anak kita sendiri.
Menatiknya dari interaksi in iadalah , semakin baik kita saling mengenal maka komunikasi yang kita lakukan sapat menjadi semakin efektif. Seharusnya ya.
Komunikasi bukan perkara bicara saja. Tentu kita harus memahami usia lawan bicara, tentu akan berbeda bicara dengan pasangan dan anak balita kita. Pilihan kata atau diksi. Waktu komunikasi. dan yang terpenting adalah keterbukaan dan pemahaman.
rasanya menarik kalau kita bicara dan mencari teori tentang komunikasi ini lebih jauh. Namun, yang mau saya sampaikan di artikel ini adalah bagaimana kita bicara dengan hati pada anak.
Di usia si sulung menuju tahap pre Aqil baligh (7-10tahun) ini banyak sekali tantangannya. Ketika hati keruh penuh emosi, nasihat kita bagaikan angin lalu. Namun, kalau kondisinya tenang, hati senang seperti di gambar ini duh kita bicara apa juga lebih didengar ga sih. Kadang kita yang jadi orang tua kelampau egois, minta anak mendengarkan kita tapi kitanya sendiri ga pernah mendengarkan mereka.
Duh, udah tau belum bedanya mendengar dan mendengarkan anak? bisa baca ditulisan ini :
Mari Fokus Mendengarkan Anak, Bukan Hanya Mendengar
Satu teknik yang sampai hari ini menjadi pondasi apapun ketika kita emosi ataupun panik adalah bernapas. Ketika melihat anak mulai berulah, atau mendapati suatu kejadian yang tidak sesuai dengan harap adalah tarik napas. Ya selain mengucapkan istigfar tentunya, kadang menjadi seorang ibu mengeluarkan nada istigfar sambil bertanduk. Maka bernapas adalah salah satu solusi praktis untuk menjernihkan pikiran. Sekali lagi bicara dengan anak, apalagi anak-anak laki-laki memerlukan strategi. Tentu tanpa ancaman, meremehkan, menyakiti verbal apalagi kekerasan ya. Semoga Allah selalu melindungi kita semua.
“Allahumma inni as’aluka bi rahmatikallati wasi’at kulla syai’in antaghfira li.
Ya Allah, Aku bersimpuh untuk memohon kepadaMu, dengan rahmatMu yang begitu luas meliputi segala sesuatu. Semoga Engkau berkenan mengampuni dosa dan kesalahanku.” Aamiin