Dari kecil hingga di bangku SMA saya terbiasa tinggal dengan orang tua dengan keempat saudara lainnya. Semua berubah seperti orang kebanyakan saat saya menginjak tahap perkuliahan, merantau.
Sebetulnya ketika itu jaraknya tidak jauh dari rumah orang tua di Bekasi, hanya di kota sebelah. Ibu kota Indonesia, Jakarta. Namun, saya harus tetap hidup terpisah dari orang tua karena jaraknya yang tidak memungkinkan saya bolak balik.
Semenjak duduk di bangku perkuliahan, saya banyak belajar tentang kemandirian dan kekeluargaan. Saya rasa banyak orang yang mengalami hal ini. Namun, kali ini saya mau mengeluarkan uneg-uneg. Pernahkah kalian merasa teman lebih dekat daripada saudara sendiri?
Hidup dalam keluarga tidak hanya terdiri dari ayah, mamah dan anak akan tetapi lebih dari itu.
Ayah memiliki saudara kandung serta orang tua bahkan ayah pasti memiliki beberapa om dan tante. Begitu dengan juga mamah kita.
Malah, mamah saya lebih besar keluarganya karena memiliki 5 saudara kandung lainnya.
Maka tidak heran ketika momentum acara-acara besar seperti hari raya agama, pesta pernikahan maupun hal lain seringkali ajang berkumpulnya sebuah keluarga besar.
Namun, mirisnya banyak di antara kita yang tidak terlalu akrab dan saling mengenal dalam keluarga besar tersebut.
Pertama jarangnya bertemu dari kendala jarak dan adat istiadat. Padahal ada komunikasi via smartphone. Mungkin kita tergabung dalam satu grup besar tapi yang aktif itu lagi itu lagi.
Sayangnya, grup keluarga selain menjadi sarana perkumpulan foto-foto para cucu. Kadang menjadi perlombaan adu hoax dan debat kusir. Ah, padahal menanyakan kabar saja jarang. Sekalinya komunikasi malah adu jempol. Apalagi kalau musim politik, duh menjauh dulu deh ke antartika.
Apakah kalian mengalaminya?
Memang tidak terhindari harta dan tahta selalu menjadi momok yang selalu hadir dalam permasalahan dalam keluarga besar. Hal-hal yang sering terlontar ketika bertemu pun selalu relatif sama yaitu kerja di mana sekarang? perusahaan apa? Jabatannya apa? sekolah di mana? Kuliah di mana?
Sampai perihal tempat tinggal dipertanyakan, tinggalnya masih mengontrak atau rumah sendiri? Ada yang bilang ini bentuk perhatian atau bas abasi. Duh alangkah manisnya jika bentuk perhatiannya diawali dengan pertanyaan humanis lainnya.
Ketika mengobrol dengan beberapa teman, juga banyak yang mengalamminya.
Begitulah kenyataannya meskipun secara biologis mereka masih dalam satu garis keturunan yang sama namun kesenjangan sosial sudah terbentuk.
Apakah indikator isu kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia?
Belum lagi jika sebuah keluarga sudah berurusan dengan harta warisan atau masalah dengan keuangan. Meskipun bukan dialami sendiri, tapi slice of family mengalaminya. Saya melihat betapa harta bisa menjadi pengaduk drama akbar. Mulai dari perselisihan, perang dingin dan amarah terjadi di keluarga besar.
Padahal mereka mengalami masa kecil bersama dengan segala memori senang sedih. Segitunya kah harta bisa melupakan kejadian yang lalu?
Akhirnya tidak sedikit keluarga yang berujung perpecahan, di mulai dari enggan menyapa, enggan satu acara hingga tidak mengundang di pesta pernikahan anak keturunannya. Mulai membedakan status dan menjadi sumber-sumber perpecahan. Itu semua karena manusia mengedepankan ego dan tidak memiliki rasa memiliki menjaga silaturahim keluarga besar.
Mirisnya lagi selain gambaran berita-berita yang kita lihat di TV, ketika sanak saudara saling menuntut ke jalur hukum karena urusan harta waris bahkan orang tua sendiri. dan terjadi juga orang yang saya kenal betapa harta membuatnya memutuskan hubungan dengan orang tuanya sendiri. duh!
Seorang tante dari keluarga Bapak saya pernah berkata. “Jika kalian berlima (jumlah saudara kandung saya) tidak punya acara untuk berkumpul lagi selain lebaran dan liburan, Ketika orang tua kalian meninggal kalian bisa susah loh berkumpul lagi.”
Waktu itu tante bicara saat masih berkuliah kira-kira 10 tahun lalu, saya belum berpikir banyak. Sekarang saya melihat moment itu di keluarga ibu saya. Memang itu terjadi.
Pada kenyataannya, saudara kandung maupun saudara dalam keluarga besar hanya sekadar teman. Namun, mirisnya berbanding terbalik dengan teman, sahabat, tetangga seringkali sudah dianggap seperti saudara kandung.
Ini saya rasakan Ketika harus isolasi mandiri di rumah Ketika terkena covid-19, begitu banyak teman-teman yang memberikan dukungan dan paket ojek online. Keluarga? Ya ada. Tapi persentasenya tak sebanyak itu.
Baca juga : Pengalamanku Mengalami Covid-19 dan Isoman di Rumah
Mengapa bisa terjadi ya?
Kalau dipikir-pikir faktor kedekatan dan pertemuan yang sering menjadi hal terpenting ketika seseorang mulai akrab dengan teman dan sahabat.
Memang setiap orang casenya akan berbeda alasannya. Jika diambil rata-ratanya. Bisa di mulai dari kecocokan dalam mengcurahan segala keluh-kesah hingga menjadi pendengar setia di saat masalah dan masa sulit.
Bahkan masalah pendidikan terutama teman yang selalu mendukung ketika sedang datang masa-masa sulit merupakan hal yang sering dijumpai ketika melakukan persahabatan.
Kita semua punya masanya, mungkin saat di bangku sekolah dan perkuliahan kental sekali isu pertemanan ini. Tapi perlahan circle kitapun mengecil lalu berubah menjadi perkumpulan ibu-ibu dan sebagainya.
Sekali lagi memang tidak ada pattern khusus dalam kasus teman vs saudara ini. Kenapa kita bisa lebih dekat dengan teman-teman dibanding saudara keluarga sendiri.
Ada yang memang karena culture keluarga tadi, ada juga yang dari pribadinya.
Lantas bagaimana dengan kalian?? Lebih baik dan dekat daripada teman atau kembali ke hakikatnya?
emang sekarang banyak banget keluarga yang berasa kayak orang asing. mungkin emang intensitas bertemunya jarang kali yaa. jadi kalau ketemu yang ditanya pasti itu-itu lagi kayak formalitas aja. kalau aku lebih dekat dan banyak bercerita ke temen sih soalnya pemikirannya juga sefrekuensi jadi malah berasa kayak saudara sendiri yaa jadi nyambung dan nyaman aja. tapi kita juga harus pinter-pinter nih milih temen. milih temen itu penting loh yang nggak boleh itukan milih-milih berbuat baik sama orang.
Ah iya mbak
Aku punya rua teman dekat, kami berteman sudah dua dekade
Rasanya emang lebih dekat dari saudara
Karena mungkin seumuran ya, dan punya banyak kesamaan
aku jujur bukan orang yang punya teman banyak, mbak. sampai kepikiran kalau aku sakit bakal dicariin sama teman nggak? hehe. sama keluarga juga cuma dari pihak ibu aja dekatnya
Setuju. Terkadang kita lebih dekat dengan orang lain daripada saudara sendiri. Entah itu saudara kandung atau keluarga jauh. Soalnya sama orang lain kita bisa lebih satu frekuensi, satu pemikiran daripada sama keluarga sendiri.
Tapi senyaman2nya aku sama temen, gak pernah 100% terbuka sih.
Ya terkadang memang begitulah adanya, tidak sering yang lebih perhatian terhadap kondisi diri sendiri adalah teman-teman, bukan keluarga. Apalagi jika keluarga nya jauh, dan lagi merantau pula, maka mau tidak mau, teman teman dan sahabat terdekat bisa menjadi saudara dan menggantikan peran keluarga dalam perhatian maupun ketika membuutuhkan pertolongam
Mungkin karena aku anak terakhir dan perempuan sendiri di antara sodara-sodaraku.
Jadi dari dulu yaa…memang sebatas itu.
Tapi aku nyaman banget kalau ngobrol sama mas-masku..
Kalau circle saat ini, pertemanan yaa…seperti gitu aja.
Gak ada yang bener-bener deket sampe gak punya rahasia. Ada rahasia yang bisa diceritakan ke sodara, ada yang bisa diceritakan ke teman, ada yang ke suami aja..
Pilah-pilih karena menyangkut komunikasi dan pemilihan kata yang akan aku ungkapkan.