Resensi Buku Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas!

Photo of author

By Shafira Adlina

Kita sebagai orang tua pasti mengalami tantangan saat harus berhadapan dengan anak. Menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup. Apa yang harus kita lakukan kepada anak yang berteriak-teriak meminta mainan, mencubit adiknya atau menolak makan sayur? Kali ini kita bisa mendapatkan jawabannya di resensi sebuah buku yang berjudul Seni Berbicara Pada Anak karangan Joanna Faber dan Julie King.

Apakah ada cara untuk memberi tahu anak tanpa perlu emosi?

Di dalam buku “Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas!” kita dapat mendapatkan jawabannya. Buku ini bercerita bagaimana menghadapi tantangan dan konflik umum ketika berkomunikasi pada anak.

Penulis memberikan jawaban bagi kita sebagai orang tua untuk menghadapi anak-anak yang belum sepenuhnya bisa berkomunikasi dengan baik dan logis. Kita tahu sendiri bagaimana anak 2 tahun yang belum bisa diajak kerja sama, anak usia 3 tahun yang terlihat kasar, anak 4 tahun yang terlihat galak, anak 5 tahun yang belum bisa diatur, anak 6 tahun yang terlihat egois, dan anak 7 tahun yang belum patuh.

Setiap anak memiliki karakter tersendiri dan juga konflik yang berbeda seiring perkembangan usia anak. Terdapat solusi yang berbeda dari biasanya yang ditawarkan untuk konflik umum yang sering terjadi.

Dalam buku ini kita dapat terbantu bagaimana mengatasi masalah komunikasi dengan anak.

BACA JUGA : Mari Fokus Mendengarkan Anak, Bukan Hanya Mendengar

Seni berbicara pada anak

Berikut simak beberapa fakta mengenai resensi buku Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas!

1. Penulis yang dilahirkan oleh Penulis Parenting yang Sukses

Kedua penulis buku ini adalah Joanna Faber dan Julie King. Mereka berdua adalah pakar pendidikan dan parenting yang berpengalaman puluhan tahun.

Menariknya mereka merupakan putri dari penulis buku parenting Adele Faber dan Elaine Mazlish yang 35 tahun lalu bukunya melesat di pasaran (How to talk so kids will listen& listen so kids will talk).

2. Kombinasi dari Cerita, Komik dan Diskusi Langsung dari Workshop

Dalam buku ini, Joanna dan Julie mengkombinasinya cerita, komik dan diskusi langsung dari loka karya atau workshop menjadi sebuah ilmu dan pengalaman yang kaya. Joanna dan Julie berpengalaman mendampingi orang tua dalam menyelesaikan tantangan-tantangan dalam mendidik anak.

Di dalam buku ini juga dipaparkan hasil diskusi bersama sebuah kelompok parenting yang sama-sama belajar untuk memahami pendidikan anak usia dini. Ada ratusan kisah nyata dari pengalaman mereka berdua dalam mendidik. Pengalaman banyak orangtua (komunitas/peserta pelatihan) dalam mendidik anak tanpa emosi dan amarah, tanpa “ngegas”.

3. Kotak Peralatan Penting Untuk Seni Berbicara Pada Anak

Pada buku Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas! terbagi menjadi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama dibahas bagaimana kita sebagai orang tua mengatasi masalah perasaan anak. Apa saja peralatan yang harus kita kuasai ketika menangani emosi anak.

Peralatan yang dimaksud buku ini bukanlah sebuah alat, namun merupakan teknik atau langkah kunci apa saja untuk memiliki ketrampilan memahami emosi anak. Ada beberapa kotak peralatan yang disusun menarik di bagian pertama ini. Pembahasannya terbagi dalam enam BAB.

BAB perama menjelaskan apa saja peralatan untuk memahami emosi anak, di antaranya akui perasaan dengan kata-kata, akui perasaan dengan tulisan, akui perasaan dengan seni, berikan dalam fantasi yang tidak dapat kita berikan dalam realitas, dan akui perasaan dengan perhatian (yang hampir) tanpa suara.

BAB ke-2 hingga ke-4 menjelaskan peralatan untuk menjalin kerja sama, peralatan untuk menyelesaikan konflik, peralatan untuk memberikan pujian dan penghargaan. Dua BAB terakhir menjelaskan peralatan bagi mereka yang mengalami kebutuhan khusus dan autism dan hal-hal mendasar.

Saat kita mengalami masalah dengan si kecil, orangtua dapat memilih peralatan yang cocok. Seperti yang pernah saya ceritakan pada pengalaman menghadapi badai emosi anak.

4. Memahami Perasaan Anak adalah Kunci

Di dalam buku ini, Joanna bercerita bahwa kebanyakan orang tua yang mengikuti pelatihannya tidak suka dengan hal ini.

“Untuk apa membantu anak-anak mengatasi perasaan mereka?”

Tidak pernah ada jalan pintas untuk mendapatkan anak-anak diajak bekerja sama. Kita mungkin bisa memaksa anak-anak menuruti kita, tapi itu hanya akan membuat kita terpuruk semakin dalam ke konflik baru.

Singkatnya saat perasaan anak-anak tidak baik, artinya mereka tidak bisa berperilaku baik. Jadi seharusnya kita sadar mengapa anak tidak berperilaku baik. Dalam bab ini sangat detail penjelasan dan analoginya pada kondisi kita sebagai orang dewasa, lalu pembahasannya setiap sub bab disediakan banyak contoh dan gambar menarik.

5. Saat Peralatan Kita Beraksi

Bagian kedua Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas! memberi jawaban dari tantangan-tantangan yang dihadapi kita sebagai orangtua dalam membesarkan anak usia dini. Mulai dari mengajak makan, pakai baju, keluar dari pintu dan bagaimana mengajak anak berhenti memukul. Bagian kedua ini menunjukkan cara kreatif dan tidak biasa kepada kita dalam menggunakan teknik-teknik yang disebutkan di bagian pertama. Bagian kedua ini lebih konkret dan banyak cerita dari pengalaman-pengalaman orang tua lainnya.

Identitas Buku

  • Judul Buku: Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas!
  • Penulis Buku: Joanna Faber dan Julie King
  • Penerbit Buku: Bhuana Ilmu Populer
  • Tahun terbit: Juli 2020
  • Cetakan: Ke-8
  • Tebal: 406 halaman
  • Nomor ISBN: 978-623-216-595-3

 

Anak-anak akan melakukan apa yang kita lakukan, bukan apa yang kita katakan.

Kalimat ini ada halaman 94 tepatnya di Bab Tiga mengenai peralatan untuk menyelesaikan konflik : menghindari pertengkaran di depan rumah.
Kejadian berikut pun pernah saya alami sendiri. Ketika berumur 4 tahun, anak laki-laki saya terus mendorong kepala adiknya meski saya sudah menjelaskan bahwa tidak enak saat seseorang diperlakukan seperti itu.
Sama seperti Joanna yang menjelaskan hal ini di BAB 3, Saya tidak mau mengerti akan perasaan senangnya melakukan hal tersebut. Akhirnya, kesabaran saya mulai habis dan berteriak “Kamu ga ngerti ya? jangan dorong adik!” karena sangat jengkel saya pun mendorongnya sambil berkata “sakit kan?”
“Gak”
“kalau begitu, jangan lakukan ke adikmu!” Saya merasa pesan inti sudah disampaikan.
Sampai suatu pagi terdengar suara yang kecil sedang berbicara pada adiknya. Dalam keadaan marah, ia mencubit adiknya “Nih, biar ngerasaain Sakha juga sakit.” kemudia terdengar suara tangisan. Oke, benar terjadi kesalapahaman di sini.
Pertanyaan kuncinya : seperti apa yang kita inginkan anak-anak menyelesaikan konfliknya? apakah kita ingin mereka berpikir perbuataan yang seharusnya terhadap orang lain (untuk mengambil sesuatu dari orang lain atau menyakit orang lain?) atau apakah kita ingin mereka berpikir perbuataan yang bisa dilakukan untuk memecahkan masalah ini?
Setidaknya ada 5 pengingat untuk menyelesaikan konflik di bab 3, saya rangkum di bawah ini semoga tidak mengurangi esensi pesan yang disampaikan.
Studi kasusnya adalah anak bagaimana menyelesaikan konflik ketika anak laki-laki kita mendorong adik perempuannya yang masih kecil di tempat bermain?

1. Ungkapkan Perasaan

“Hei, Mamah tidak suka melihat orang didorong!”

2. Tunjukkan Pada Anak Cara Memperbaiki Kesalahan

“Adik perempuanmu ketakuan waktu dia didorong ayo lakukan sesuatu agar ia nyaman.”

3. Tawarkan Pilihan

“Kita akan meperistirahatkan perosotan ini sekarang karena kamu belum sabar menunggu giliran. Kamu bisa bermain pasir atau ayunan terlebih dahulu di sebelah sana.”

4. Bertindak Tanpa Menghina

“Kita pulang, kita akan ke taman bermain lain kali. Mamah takut ada anak yang akan terluka.”

5. Cobalah Pemecahan Masalah

  • Langkah pertama: Mengakui perasaan anak  “Mamah bisa lihat, kamu tidak suka berlama-lama menunggu giliran main perosotan ya.”
  • Langkah kedua: Menggambarkan masalahnya “Masalahnya adalah, Mamah khawatir adik akan terluka”
  • Langkah ketiga : Mencari ide
Bersama anak kita mencari ide untuk memecahkan masalah.”kita butuh beberapa ide untuk kembali ke taman dan menikmati waktu tanpa harus membuat adik atau orang lain terluka. Apa yang bisa kita lakukan?”
  • Langkah keempat : memutuskan ide yang sama-sama disukai.
  • Langkah kelima : mencoba solusi yang disepakati.
Poin penting!
  • Jika tidak ada yang berhasil, kita mungkin harus mempertimbangkan ulang pengharapan di awal.
  • Hargai setiap konflik yang ada. Jangan sekali-kali mengecilkan masalah.
  • Singkirkan benda yang dipertengarkan sementara waktu.
  • Kita tidak perlu menunggu suatu masalah terjadi untuk menerapkan metode pemecahan masalah. Jika memungkinkan, buatlah rencana sebelumnya.
Tentu penjelasan lengkap dan beberapa contoh bisa kita baca lebih detail di buku ini.

Penutup

Nah, itu dia resensi buku Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas. Buku ini merupakan terjemahan dari judul buku aslinya “How to Talk So Little Kids Will Listen.”

Meskipun, saya pribadi kadang tidak begitu cocok dengan buku terjemahan. Buku ini masih bisa dibaca dengan baik. Bahkan sering saya bolak-balik setiap mendapati kejadian saat membersamai anak. Beberapa kali isi buku ini memang sangat related dengan kehidupan parenting saya pribadi.

“Oya tadi aku sama seperti ini, harusnya aku bicara seperti ini.”

Buku ini bukan cara instan kita dapat langsung tidak ngegas terhadap perilaku anak. Namun, buku Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas ini dapat memberikan banyak pencerahan terhadap kita agar semakin dekat dengan anak dalam memahami emosi anak. Tentu lambat laun membuat kita dekat dengan anak dan bisa berkomunikasi lebih baik kepada anak. Insya Allah.

Semoga bermanfaat, salam.

shafira adlina cerita mamah

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Shafira – ceritamamah.com (@shaadl)

31 thoughts on “Resensi Buku Seni Berbicara pada Anak, Panduan Mendidik Anak Tanpa Ngegas!”

  1. Mengakui perasaan anak itu penting banget, berdasarkan pengalaman saya ketika kecil pun demikian. Berkali2 tak diakui perasaannya, seorang anak bisa memiliki luka batin.

    Reply
  2. Wah, menarik banget bukunya mba Shafira. Persiapan parenting memang harus komplet ya, jasmani rohani harus ada semua.
    Biar anak bisa tumbuh dengan sehat luar dalam.

    Reply
  3. Bagus ya sekarang banyak buku pendamping parenting. Emang sih pengalaman juga, kalau kita mengasuh anak dng emosi tinggi, anak juga kebawa spaneng. Bener² hrs sabar dan tutur kata halus…

    Reply
  4. Menarik sekali ya buku ini. Di dalamnya didukung ilustrasi dan sepertinya sangat inspiratif serta memberi ide baru bagi para ortu

    Reply
  5. Betul banget Mbak, memahami perasaan anak itu penting banget yah? sehingga nggak ngegas kalau berbicara pada anak. Saya masih harus banyak-banyak belajar Mbak. Semoga kita menjadi ibu yang baik ya? amiin.

    Reply
  6. Sepertinya saya butuh baca buku ini. Coba tahu ada dari anak umur 2 tahun. Alhamdulillah anak sekarang sudah lebih besar dan sudah lewat fase terrible-two nya

    Reply
  7. Buku yang bagus ini, belajar mengelola emosi saat menghadapi anak tanpa ngegas. Memang tantangan terberat dalam mendidik anak adalah pada saat berkomunikasi dengan mereka. Bagaimana memilih kata2 yang tepat namun manjur itu yang masih harus terus belajar. Belajar juga untuk memahami dan menerima anak apa adanya.

    Reply
  8. Komunikasi memang hal yang penting ya dalam pengasuhan. Kalau ngomong sambil ngegas ke anak bisa-bisa menimbulkan trauma. Dan itu pengaruh sama inner childnya dan bisa kebawa sampai dewasa. Bagus nih bukunya.

    Reply
  9. Ilmunya bagus, tapi saya kurang begitu tertarik kalo baca buku terjemahan. Terkadang malah ada kalimat-kalimat yang aneh sehingga sulit dipahami. Anyway, makasih untuk resensinya 🙂

    Reply
  10. Aku juga pengen baca buku parenting.
    Sebenarnya memang harus banyak belajar dan sesuaikan dengan gaya parenting masing-masing keluarga yaa, kak…

    Reply
  11. Mamah oh mamah, to be honest, aku kok belum dapet clue dari buku ini ya? apakah ini karena mamah penjelasannya kurang atau bagaimana ya? kurang contohnya? atau balik lagi karena buku ini adalah terjemahan? biasanya setelah membaca tulisan mamah dalam blog, aku lumayan bisa menyimpulkan dengan kata-kataku sendiri, tapi yang bagian ini, aku belum bisa dapat insight banyak mah. Semoga berkenan dengan ini ya mah. Mungkin hanya aku saja yang belum dapet clue nya. Ngomong-ngomong resensi, aku selalu lupa mencantumkan identitas buku diblog ku *duh. Thankiss sudah mengingatkan ya mah.

    Reply
    • iya mbok, kayanya nulisnya kurang dalem ya. kucoba tambahin inti dari bukunya ya sama beberapa contohnya. makasih ya mbok masukkannya. hug

      Reply
    • Sudah kubaca kembali ini mah, soalnya memang penasaran aku cara mendidik anak tanpa ngegas gimana.

      Oke, jadi intinya adalah bermain dengan emosi anak ya mah? Berikan respon positif untuk setiap emosi yang anak keluarkan lalu berikan konsekuensi untuk setiap yang anak lakukan. Bukan lebih kepada ancaman.

      Kalau konsekuensi itu ada pilihan tawaran A dan B dan ada 2 sudut pandang (sudut pandang ortu dan anak) kalau ancaman lebih kepada 1 sudut pandang orang tua saja.

      Betul gak ya mah?

      Reply
  12. Ternyata mendidik anak lebih susah daripada melahirkan dan ngasih dia makan ya, Mbak. Buku yang bagus. Dan patut dimiliki uleh ibu-ibu muda. Ggv

    Reply
  13. Saya belum pernah baca buku non-fiksi nih, mendidik anak tuh memang susah dan harus butuh kesabaran kuat menghadapi masalah dengan anak-anak

    Reply
  14. Aku kemarin kayak pernah lihat buku inii mba shaf. Tapi kok ga beli yaa. Pasti meleng ke yang lain nihg 😂😂
    Jadi penasaran kan sama bukunya karena direview sama mba shaf.

    Reply
  15. Penting banget ini Bukunya aku baca, karena sesabar-sabarnya aku berusaha kadang kelepasan juga ngegas ke anak, dan biasanya berakhir dengan penyesalan. Pointnya mengakui perasaan anak itu yang ngena banget sih

    Reply
  16. Akhirnya bisa sedikit tahu tentang isi buku ini mbak.. terimakasih atas penjelasannya .. jadi sedikit tahu bagaimana seharusnya yang dilakukan pada anak … Salam kenal ya.. dari Iconcent creator 😊😊

    Reply
  17. buku yang wajib dimiliki para emak yang kurang sabara kaya aku, hihihi. aku pernah direkomendasiin buku ini tapi belum nyari jua, hahahaha

    Reply
  18. Buku parenting itu sekarang beragam sekali. Tinggal yang beli kudu selektif menyesuaikan budget wkwk. Tapi kalau budgetnya berlebih sih semuanya pengen dibeli. Buku ini pernah masuk dalam incaran, tapi akhirnya nggak terbeli. Senangnya ada yang mengulasnya, jadi tahu gambaran besarnya. Makasih mbak.

    Reply
  19. Meskipun belum jadi orang tua, tapi aku udah belajar parenting dr sekarang. terima kasih jadi punya rekomendasi bukuu parenting yang bagus

    Reply
  20. tidak mudah sebenarnya memang. Lebih sering kita lepas kendali. Tapi nggak ada salahnya kita coba, untuk mengendalikan diri. Tapi memang benar, anak lebih mencontoh tingkah laku kita daripada apa yang kita katakan.

    Reply
  21. Dari judulnya saya kira ini buku lokal ternyata buku terjemahan eh tapi menarik sekali nih ulasannya. Apalagi sebagai orang tua, saya juga butuh buku2 parenting yang mengedukasi seperti ini

    Reply
  22. Bukunya bagus banget ya. Memang harus sabar dalam mendidik dan mengasuh anak ya mbk. Kita harus juga mau menjadi pendengar yang baik untuk anak2 kita. Meskipun kadang bukanlah cerita yang penting. Mereka hanya mau kita sbg ortu tu mendengarkan keluh kesah maupun kisah mereka 😍

    Reply
  23. wah buat orang tua yang baru punya momongan atau masih punya momongan batita ini perlu banget kayaknya dibaca buat nambah ilmu parenting ya mbak. apakah aku harus mulai belajar parenting juga? hahahahasekk

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page