“Apa alasan kalian menikah? kenapa harus menikah?”
Apa Alasan Menikah?
Pernikahan Menyempurnakan Tiang Agama
Pernikahan dapat Menjaga Diri
Menikah dengan satu orang memang gak bosan?
Pernikahan itu Komitmen
“Kita sudah lama tertipu dengan narasi bahwa memiliki pernikahan adalah tujuan akhir sebuah romansa. Hakikatnya rumah tangga adalah tempat berbenah diri seumur hidup untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.” (Shafira Adlina)
Pentingnya Komunikasi
Di dalam pernikahan kadang masalah datang seperti benang kusut yang sulit terurai hanya karena tidak segera diluruskan. Kita sama-sama sadar bahwa komunikasi adalah hal terpenting dalam pernikahan. Bagaimana tidak dua manusia yang berbeda karakter yang hampir lebih dari 20 tahun hidupnya hidup berbeda mulai dari pola suh hingga pola pikir, kini harus tinggal dan merajut di satu bahtera bersama?
Pada awal pernikahan, rasanya tak mau mengambil konflik membuat saya enggan berdiskusi, enggan beradu pendapat. Bahkan yang lebih parah kalau sudah ada tanda-tanda perbedaan pendapat otomatis bibir ini akan manyun atau ada segelintir air yang turun di pelupuk mata.
Suami saya yang jauh lebih tenang dan kalem dari saya berkali-kali mengingatkan bahwa perbedaan pendapat itu wajar, tapi ya ternyata waktu 6 tahun bahkan seumur hidup ini adalah waktu belajar terus menerus menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi.
Saya belajar banyak dari ibadah seumur hidup yang kami jalani.
“Gak papa sekarang kan jadi cerita.” imbuh suami.
beberapa kali ia sering flashback kejadian-kejadian yang membuat kami tidak bisa habis pikir. Kok bisa saya marah atau menangis hanya gara-gara itu.
Pada saat itu, pemahaman dan ilmu saya memang baru segitu.
Menyelesaikan Masalah
Dahulu ada satu titik saya berpikir dan merasa jika masalah dibicarakan, maka situasi yang menyenangkan ini bisa berakhir dengan kericuhan. Karena sikap saya menghindari konflik, masalah hari sebelumnya tidak dibahas.
Namun … masalah yang tidak dibicarakan ini sebenarnya masalah yang belum tuntas. Masalah yang seringkali akan kembali lagi datang dengan kondisi yang lebih berat.
Keengganan untuk menyelesaikan sebuah masalah, akhirnya justru membuat bola-bola masalahnya menjadi besar. Bahkan lebih besar dari kemampuan kita mengatasinya. Akhirnya sudah terlambat dan terlalu ruwet untuk diatasi. (Jangan sampai ya).
Kita tidak ingin membicarakan masalah dengan tujuan agar hari berjalan dengan baik. Namun, justru masalah akan seperti bumerang yang kembali menghampiri kita. Karena masalah semestinya diselesaikan, bukan dihindari.
Belajar bersikap lebih tenang dalam segala hal, mendengarkan dan menyampaikan pendapat dengan baik adalah pelajaran seumur hidup. Di akhir diskusi suami mengingatkan kali ini bukan teori yang bisa diajarkan kedua anak kita tapi teladan.
“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus dimengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahamim pemahaman yang tulus.”
― Tere Liye
Pernikahan adalah Gerbang Menuntut Ilmu
Sekitar masuk kedua tahun pernikahan Allah memberi saya hidayah lewat bertemu Ustad Harry dan Fitrah Based Education. Mulai dari sana saya tergerak untuk membangkitkan Fitrah keibuan saya, belajar parenting lebih banyak.
Mudahnya mendapatkan ilmu baik dari kajian offline maupun online pernah membuat saya jenuh. Titik itu membuat saya bingung, overwhelmed, sudahkan saya menerapkan ilmu saya?
Pelan-pelan saya berilmu dan beramal dalam pengasuhan. Ternyata ada yang lebih penting lagi yaitu membasuh luka pengasuhan. Tanpa sadar, ada luka-luka masa lalu yang terbawa saat berumah tangga. Entah itu dalam berkomunikasi atau mengasuh anak. Jadi sekitar akhir tahun 2019 saya mulai belajar banyak tentang self healing agar kesehatan mental saya juga lebih baik.
Senandika Enam Tahun Pernikahan
Senandika adalah wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar.
Saya paham 6 tahun pernikahan ini hanyalah angka yang menunjukkan kita hidup di dunia. Bukan suatu kemenangan atau perayaan yang harus dielu-elukan. Namun, momentum ini harus kami jadikan perenungan bersama agar jarak kening bersujud lebih dekat dengan sajadah. Agar doa-doa yang dipanjatkan lebih khusyu. Agar ucapan yang dikeluarkan dari mulut lebih bermanfaat. Agar lisan ini juga lebih banyak berdzikir.
“Romansa pernikahan tidak semeriah dulu lagi, karena tantangan yang dihadapi berbeda. Memang selalu ada celah ketika semua merasa aman dalam genggaman. Pernikahan ini bukan permainan buat kedua hati. Jangan berharap akan selalu ada semarak bunga yang bermekaran. Pernikahan ini adalah satu tahapan untuk menapaki hidup yang masih belum seberapa jauh.” — Shafira Adlina
6 tahun di 19 Oktober…
Salam.
Benar sekali, dalam suatu hubungan pernikahan itu harus dimulai dengan komitmen bersama dan yang pasti setelah menikah bukan berarti drama bakalan selesai, tetapi memulai drama dengan tingkat kesukaran yang berbeda
Indeed Mbak citra 🙂
Awalnya asing, malu tidur satu kamar dengan orang lain. Sekarang kalau pas nggak bisa tidur sekamar malah nggak bisa tidur ya kak hehehe
Hahaha mbak Aisyah.. i know what you felt hihi
Bener. Pernikahan itu juga berarti untuk menjaga komitmen dg baik. Komunikasi yg utuh dg pasangan bukan dg drama, tp ilmu, ya kak😊
Kalau saya dulu alasannya, salah satunya adalah, biar kalo kemana-mana ada yang nganter tanpa banyak drama julid dari tetangga dan dosa. Wakakakaka