Menghadapi Badai Emosi Anak

Photo of author

By Shafira Adlina

cara menghadapi tantrum anak

Salah satu tantangan orang tua milenial, khususnya seorang mamah yang multiperan saat ini adalah menghadapi badai emosi anak. Bagaimana cara menghadapi badai emosi anak? tentu dengan kita pandai mengelola emosi.

Jika tak pandai mengelola emosi, akan sulit menuntaskan segala masalah yang ada. Meskipun secara pengalaman saya juga masih baru memiliki anak 2 yang balita. Namun, izinkan saya berbagi atas pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan dari beberapa buku dan beberapa psikolog.

baca juga: Kenapa Anakku Emosian Terus? Cara Praktis Mengajarkan Regulasi Emosi!

Badai Emosi Anak

Teringat pertama kali menghadapi kejadian mengejutkan saya, saat pertama kali Sakha tantrum. Saat itu anak sulung saya sekitar umur 3 tahun. Kejadian yang kami lihat sebagai prang dewasa adalah kejadian yang “biasa saja”. Meskipun Sakha termasuk anak yang mudah diarahkan dan diajak bicara, hari itu saya benar-benar kaget.

Saat itu ia sedang bermain mobil-mobilan. Beberapa mobil ia bariskan di tengah jalan yang kami biasa lalu lalang. Tiba-tiba tidak sengaja saya menyenggol sehingga posisi mobil-mobilan itu berubah dari posisi sebelumnya.

“Yang kaya tadi..yang kaya tadi..” tangisnya meledak.

Awalnya kami respon dengan mengubah posisinya, tapi ternyata yang kami lakukan semuanya salah di matanya.

Kejadian seperti ini tidak terjadi 1-2 kali. Namun, terjadi hampir 1 bulan, jika dipikirkan saat ini memiliki pola yang sama. Tentu banyak trial erornya, pernah sampai mertua saya sampai datang ke rumah karena letaknya berdekatan karena mendengar tangisnya tiada henti. Namun, ya bukan berhenti malah makin besar badainya.

Lalu sampai pada akhirnya saya bertemu dengan akun instagram rabbitholeid dan psikolog Devi Sani yang banyak memberikan saya insight. Sampai akhirnya saya bisa “bertahan” di dalam badai emosi anak.

Menghadapi badai emosi anak dapat kita lakukan dengan :

1. Tenangkan Diri Sebelum Tenangkan Anak

Cara menghadapi badai emosi anak usia dini yang sering terlupakan adalah dengan menenangkan diri. Kejadian akan lebih sulit jika ketika anak tantrum, orang tuanya juga tantrum.

Saat anak sedang menghadapi badai emosinya lalu tantrum, rasanya kita jadi ingin ikutan senewen juga kan?

Akhirnya bisa jadi kita memarahi anak, lalu menyesal dan menangis sendiri karena merasa tidak kompeten dalam mendidik anak. Atau reaksi kita justru mendiamkan tapi dengan perasaan yang mandeg dan dongkol.

Jadi langkah pertama untuk menghadapi badai emosi anak usia dini adalah dengan menenangkan diri sendiri terlebih dahulu. Saya tahu ini bukan hal yang mudah memang. Sangat sulit sekali, tetapi dengan membiasakan ini insya Allah akan diberi kemudahan dan jadi gerak reflex kita dalam memghadapi badai emosi anak.

Teknik Bernapas 478

Kita bisa mulai dengan menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan teknik 4-7-8. Teknik ini diajarkan di kelas persiapan mengajar untuk anak di rumah oleh Psikolog Huriyatun Kabaro. Teknik mengajarkan kita untuk menarik nafas selama 4 detik, lalu tahan nafas selama 7 detik kemudian hembuskan perlahan selama 8 detik.

Teknik pernapasan 478 ini membantu kita lebih rileks. Setelah itu, ingat kembali pada diri bahwa tujuan kita adalah menenangkan anak, bukan untuk meningkatkan tantrumnya.

Nah setelah melakukan itu, apakah kita sudah lebih tenang, dan lebih siap dalam menghadapi badai emosi alias tantrum anak?

2. Terima Perasaan Anak

Psikolog devi sani seorang therapis di rainbowcastel.id pernah menjelaskan bahwa sebisa mungkin kita harus menekan keinginan untuk langsung memberikan splusi logis pada anak. Terkadang anak hanya ingin butuh tempat didengarkan tanpa judgement.

“Sakha sedih ya?”

“Sakha marah ya?”

Setelah saya coba menerapkan kata ini, amazing, Sakha lebih cepat selesai menangisnya. Meskipun pernah saat saya coba validasi emosinya semakin meledak, tetapi ia merasa diterima akan perasaan tantrumnya.

3. Temani Anak dalam Badai Emosinya

Sebagai orang tua kita perlu mengaktifkan mode “pendengar aktif” dengan bahasa tubuhnya yang menunjukkan “ya Mamah tuh ada di sini dengerin kamu nak..”

Anak jadi tahu orang tua menemaninya dalam suka dan duka. Inilah yang disebut unconditional love in action. Manfaat kedua lainnya ketika menemani anak sedang dalam badai emosi adalah anak menjadi contoh tenang saat melalui badai emosi dari sikap orang tuanya. Terakhir adalah anak menjadi merasa secure atau aman dan disayang saat tahu ia bisa tantrum dengan orang tua membimbingnya melewati badai emosi ini dan bersamanya di masa-masa bingung dan kalut.

4. Validasi Perasaan Anak

Mungkin sahabat yang sering berkunjung ke blog ceritamamah ini pernah membaca pembahasan tentang acknowledge feeling atau validasi perasaan saat anak tantrum.

Validasi perasaan anak atau akui perasaan anak dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya validasi perasaan melalui kata-kata dan art activity. Informasi ini saya dapatkan pada buku karangan Joanna Faber dan Julia King (2020) yang berjudul “Seni Berbicara Pada Anak”. 



Akui perasaan anak dengan perkataan.

Ini adalah salah satu contoh kejadian yang saya alami untuk memvalidasi perasaan anak. Suatu hari anak sulung saya memiliki balon, tiba-tiba ia bergegas menghampiri saya seraya mendung dan melaporkan balonnya meletus.

“Mamaaaah….Sakha lagi jalan ke bawah tiba-tiba balonnya pecah huhuuhu”

Kadang mulut kita yang dewasa secara fisik ini ini gatel pengen bilang “gitu aja kok nangis sih! kan cuma balon doang.”

Jika seperti itu dengan kata lain kita mengajarkan anak untuk mengabaikan emosinya. Padahal kecerdasan emosi ini jauh lebih penting untuk daripada sekadar kecerdasan intelektual. Maka hari itu saya segera memeluk dan berkata pada anak lelaki yang baru menginjak usia 4 tahun.

“iya Sakha sedih yak arena balonnya pecah padahal sakha masih mau main tp tiba-tiba pecah”

“Setelah itu anak saya langsung menjawab “iyaaa Sakha kan masih mau main huhu…”

Memang tangisnya meledak, tapi hanya dalam hitungan detik berhenti.

Akui Perasaan dengan Seni

Pada buku Julia dan Joana saya baru mendapatkan ilmu baru bahwa ternyata teknik validasi perasaan ada berbagai cara, salah satunya art therapy ini.

Seorang Ayah berjanji akan mengajak anaknya ke playground dekat rumah saat jalan pulang tapi ternyata anak itu tertidur di jalan. Bangun bangun sudah di rumah, dan mulai tantrum.Ayah dan Mamahnya mencoba untuk menenangkan, tetapi tangisnya belum reda.Tiba-tiba Ayahnya mengambil kertas dan beberapa pewarna crayon sambil berkata

“Iyaa kakak pengen bgt ya main di taman? Tapi tadi kakak ketiduran, tetap rasanya pengen main. Kakak maunya dibangunin ya?”

Lalu sang Ayah sambil mulai menggambar dan berkata “mainan apa yg paling kakak suka?

Anak: “Perosotan!” (Lalu Ayah mulai gambar perosotan)

“Ada enjot-enjotan juga!” (lalu Ayah menggambar jungkat-jungkit. Lalu anak ikutan mewarnai dan menggambar taman tersebut)

InsyaAllah anak dan orang tua jadi asik menggambar. Saat itu yang ternjadi bukan memanipulasi dan tidak menerima perasaanya. Namun, kita dapat memvalidasi perasaan anak dengan beberapa cara salah satunya dengan seni.

Penutup

Jika suatu saat anak sedang menghadapi badai emosi dan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan hati seperti :

“aku gamau sama mamah!”, “Aku benci Mamah”, “Ayah mah gitu!! Ga mau lagi sama Ayah!”

Perkataan tersebut tidak perlu dimasukkan ke hati ya Sahabat. Itu bukanlah hal yang benar-benar anak rasakan, anak sedang marah. Kita bisa menasehati dan memberi arahan ketika ia sudah melewati badai emosi dan dalam keadaan emosi tenang atau senang.

Tentu kita tahu menasihati anak ketika dalam keadaan badai emosi atau marah tidak akan masuk sempurna.Memang bukan hal yang mudah untuk menghadapi badai emosi anak usia dini.

Namun, sebagai orang tua sumber kekuataan dan peran terpenting dari pendidikkan anak kita harus belajar tenang dalam menghadapi badai emosi anak.

Mari kita bersama-sama belajar dan bertumbuh bersama dengan ilmu agar bisa memahami dan membersamai anak-anak. Semoga kita tetap tenang dan terampil dalam menghadapi badai emosi anak.

Semoga bermanfaat, salam.

shafira adlina cerita mamah

 #Writober2020 #RBMIPJakarta #badai

14 thoughts on “Menghadapi Badai Emosi Anak”

  1. Huwaa.. sepertinya aku butuh teknik bernapas 478. Selama ini asal hela napas aja nggak pake teknik, wkwk.. pantesan nggak rileks 😀

    Kalimat-kalimat anak semacam "aku benci mamah" ini beberapa kali pernah diucapin sama bang Rasyiid, eh tapi abis gitu aku mah senyum aja, sambil deketin dia pelan-pelan, akhirnya dia juga ikutan senyum-senyum gitu, dan nggak jadi marah, haha..

    Memang harus serba sabar deh ngadepin tingkah laku anak-anak ya mbak 😀

    Reply
  2. Masya Allah masa-masa ini tuh lagi ku alami.. si kecil suka jerit-erit gak jelas.. dari mulai sabar sampe ikut emosi. Duh bisa gak ya praktekin pernafasannya

    Reply
  3. Hehehe iyaa mba Shaf, kadang ada perilaku anak yang kumasukkan hati dan akhirnya jadi nangis barengan. Duh apaan sih drama banget yak >.< sukaaa sama tips-tipsnya btw. Bermanfaat banget buat aku

    Reply
  4. Ya Allah makasih Mbak Shafira. Emang kadang si kecil tiba2 nangis gitu ternyata namanya badai emosi ya 🙈 belajar banyak ama Mbak Shafira. Teknik pernapasannya akaan kucoba ingat hhee

    Reply
  5. Mba Shaf, ini beneran harus diaplikasikan nih teknik napas 478. Kadang kalo lagi beneran emosi tuh pas anak tantrum, emaknya ikut badai emosi hihii.

    Reply
  6. Membersamai anak buat memahami banyak hal di kehidupan emang PR kita banget ya, kak. Suka sama tipsnya yang emang penting banget. Terutama saat mengajarkan anak mengenal emosi dan memahami eksistensi emosinya itu

    Reply
  7. memang ya mba kadang kalo anak-anak mulai emosi dan tantrum bikin pusing, haha. saya pun begitu kalo lagi ngurus ponakan. tapi jadi belajar komunikasi dengan anak yang baik. dan ternyata mereka pun juga bisa paham selama komunikasi yang kita jalankan kepadanya pelan-pelan dan dengan lembut.

    Reply
  8. Wah pelajaran banget nih kak, walau aku belum mempunyai anak, kadang kalau lihat keponakan yang sedang emosi kadang ga jelas, bikin emosi ikut tinggi juga kudu sabar juga ya kak.

    Reply
  9. Setuju kadang emosi orangtua lebih meledak2 dibandingkan emosi anak ya mbak. Sebenarnya anak emosi karena blm bisa menyampaikan apa yang dipikirkan kepada orang lain ya mbak.. jadi seyogyanya yang dewasa lah yang harus lebih bisa kendalikan emosi.

    Reply
  10. Bukan hanya orangtua saja yang memiliki badai emosi tetapi anak-anak juga. Namun, tingkah lakunya kalau lagi emosi bisa buat orang tua ikutan naik darah, padahal kita harus tetap bisa fokus dan berkepala dingin menghadapi emosi anak yang sedang mengalami perubahan

    Reply
  11. Betul banget tenangkan diri dulu sebelum tenangkan anak ya mbak. Dengan tenang anak jadi lekas tantrumnya selesai.

    Reply
  12. Aaahh buku ini emang top banget. Aku juga dapet banyak pencerahan nih begitu baca ini. Kuncinya tapi emang 1 ya, tenangkan diri kita dulu, gak keikut tantrum XD

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page