Perempuan Pekerja dalam Wabah Covid-19

Photo of author

By Shafira Adlina

 

 

Perempuan, apalagi seorang Ibu tentu sangat lekat dengan aktivitas domestik. Dahulu perempuan dianggap hanya bisa menyelesaikan peran di rumah tangga seperti memasak, mencuci dan menyetrika pakaian. Perempuan dianggap tidak bisa berkontribusi aktif di luar rumah karena selalu dikonotasikan sebagai manusia pekerja domestik/homemaker bahkan sebelum mereka lahir. Hal itu kemudian menjadi budaya dan adat istiadat.

 

Stigma Perempuan di Mata Masyarakat

Teringat saya ketika pergi ke Belitung bulan Februari lalu, kala itu Saya, Suami dan anak-anak sedang menunggu di kantin Bandara Hanandjoeddin karena pesawat kami delay 4 jam. Kala itu ketika kami duduk ada seorang Bapak tua yang menghampiri kami, ia menjajakan jualannya. Di dalam satu kantung plastik berwarna hitam berisi kue beranekaragam ada kue coklat, semacam lontong tapi berbahan dasar ketan saya lupa apa namanya dan beberapa kerupuk tradisional.

Singkat cerita setelah kami membeli beberapa jualannya, saya mengobrol sebentar dengan beliau. Dengan bahasa daerah yang kental juga artikulasi yang tidak begitu jelas karena gigi beliau tinggal sedikit, membuat saya berkali-kali bertanya dengan hal yang sama. 

 
Ada satu hal yang membuat saya teringat-ingat ketika saya menanyakan kondisi anak-anaknya. Bapak tersebut ke Bandara Belitung setiap hari meski rumahnya jauh dari Bandara dan harus menempuh puluhan kilometer. Semua makanan yang dijualnya dibuat dibantu istri dan anak-anaknya. Lalu saya bertanya anak-anak Bapak bekerja apa?
“anak saya perempuan, bisa kerja apa? paling hanya di rumah”
Blass
Saya ketika mendengar kalimat itu.  Meski tahun sudah 2020 masih saja yang melekatkan perempuan hanya dengan “sumur, dapur, kasur”.
Stigma lama bahwa perempuan dianggap tidak pantas memimpin dalam pekerjaan. Karena dinilai sebagai makhluk yang terlalu menggunakan perasaan dan sulit mengambil keputusan dengan bijak. Tetapi kini kita bisa merasakan kehadiran perempuan di berbagai sektor kehidupan publik. Belasan tahun terakhir kiprah perempuan di ranah produktif makin mencuat mulai dengan sektor pemerintahan dan swasta.
Semua lini telah dapat mengandalkan perempuan sebagai sumber daya manusia yang produktif dan andal. Mulai dari bidang ekonomi, sosial, politik hingga agama. Bahkan untuk para perempuan kaum rebahan alias Ibu yang stay at home bisa melampiaskan kemampuan menulisnya dalam meng-influence dunia maya. Bergabung dengan komunitas salah satunya dengan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Dan jika kita menengok sirah nabawiyah, bagaimana ibunda kita Khadijah binti Khuwailid yang sukses di ranah domestik maupun publik sebagai pengusaha.

Alasan Perempuan Memiliki Peran Ganda

Jika menilik alasan mengapa setiap Perempuan khususnya Ibu aktif di ranah publik tentu tidak akan ada habisnya. Kadang kita juga mesti tahu kenapa ya perempuan memilih bekerja di luar rumah. Berikut beberapa alasan perempuan mengapa Ia melakukan peran ganda di sektor domestik dan publik :

1. Aktualisasi Diri

Tempo hari ada teman yang bertanya akan pendapat saya ketika dia di ujung persimpangan ingin mencari pekerjaan, kemudian saya bertanya apa sebabnya ia
ingin mencari pekerjaan. Ternyata rasa minder berhadapan dengan kawan seangkatan dan nyinyiran para lambe “moso lulusan S2 Cuma di rumah aja” membuat Ia merasa malu karena hanya berkutat di ranah domestik. K
adang mulut manusia memang benar lebih tajam ya dari pisau ya.
Manneke Budiman dalam Jurnal Perempuan Volume 18 No 1 berjudul “Bapak Rumah Tangga: Menciptakan Kesetaraan atau Membangun Mitos Baru? menyebutkan bahwa pekerjaan domestik tidak pernah dianggap sebagai sebuah pekerjaan. Pekerjaan domestik dianggap tidak menghasilkan uang dalam dimensi ekonomi sehingga membuat pekerjaan domestik bukan menjadi bagian pekerjaan produktif.
Saya teringat saat proses ta’aruf dulu, senior saya yang memperkenalkan dengan suami pernah berkata bahwa perempuan yang memutuskan berkerja buka semata-mata alasan ekonomi. Ada kalanya mereka butuh ruang untuk bergerak mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri artinya sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita. Manusia dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manuasia yang utuh dan mampu berkembang sepenuh kemampuannya (Jaenudin, 2015). Artinya tiap orang memiliki kecenderungan akan kebutuhan aktualisasi diri untuk mengembangkan seluruh potensinya.

2. Mengembangkan Diri

Selain adonan roti, diri juga perlu dikembangin Gaes biar ga bantet. Saat bekerja secara tidak langsung perempuan akan mempelajari banyak hal yang sangat berguna untuk pengembangan dirinya di masa depan. Keterampilan ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari manajemen waktu, komunikasi, negosiasi, hingga cara untuk berinteraksi dengan orang lain. 

3. Perintah Suami

Percaya atau tidak, ada salah dua tiga bahkan lebih para perempuan yang merasa “terpaksa” bekerja karena diminta oleh suami. Bukan karena mereka tidak mampu akan masalah ekonomi, golongan ini nyata adanya dari beberapa sumber pertama yang bercerita pada Mamah. Kebanyakan dari kaum pria merasa sayang dengan lembar ijazah istri atau adanya tingkat kekhawatiran jika istrinya tiada pekerjaan di luar rumah. Ada yang disambut baik oleh Istri, ada pula yang banyak mengalami setengah keterpaksaan dalam menjalaninya.

4. Membantu Ekonomi Keluarga

Sebagai kepala keluarga, suami memiliki tanggungjawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan anak dan istri. Namun, terkadang banyak kasus-kasus tertentu yang membuat kerelaan seorang perempuan berperan ganda membantu ekonomi keluarga.

5. Menjadi Satu-satunya sumber ekonomi keluarga

Ada di antara kita yang memang harus berjuang sendiri sebagai pemasok pundi-pundi keluarga. Entah karena single parent, atau suami yang sakit dan sebagainya.
Sesungguhnya di antara 5 alasan tersebut tidak serta merta berdiri sendiri, alasan-alasan tersebut bisa saling berkaitan. Dan semua individu pasti punya pertimbangannya masing-masing. Apapun alasannya itu Gaes, Perempuan, seorang Ibu baiknya sudah berpikir secara holistic mengapa mereka bekerja. Dan Kita sebagai makhluk sosial apalagi seorang Muslim khususnya perempuan sewajarnya kita saling menguatkan dan memberi support satu sama lain ya. Sekali lagi dibacanya sambil selow dan hati senang ya, hehe.
Nah, itu saja curhatan isi kepala Mamah kali ini, bagaimana dengan sahabat semua? Apa setuju bahwa sebagai perempuan pekerja bisa berperan demikian? Atau ada yang terlewat ya, yuk berbagi cerita di kolom komentar. Salam,

 

 

 

39 thoughts on “Perempuan Pekerja dalam Wabah Covid-19”

  1. Iya, selalu ada alasan yang mendasari setiap keputusan. Beberapa temanku banyak yang masih bekerja karena memang disuruh suaminya. Keduanya sepakat untuk mewujudkan mimpi bareng dengan sama-sama kerja. Katanya biar sama-sama punya andil. Jadi ga serta merta bisa dibilang istrinya ngga betah di rumah lah. Atau bukan istri idaman. Duh, lambe turah sama lambe nyinyir emang suka bikin gemas

    Reply
    • Betul Mbak Ipeh pasti banyak aspek yang membuat sesorang mengambil keputusan. Kalau dgr kata orang emg ga ada habisnya yaa

      Reply
  2. Pokoknya di rumah itu jadi ibu, jadi istri, jadi guru, jadi koki, jadi menteri keuangan, jadi seksi kebersihan dll. Semuaaaaa. Nah kalau ditambah lagi dengan profesi kerja kantoran, huaaa makin ajib bagi waktunya. Salut deh buat semua perempuan yang luar biasa

    Reply
  3. Salut deh sengan ibu bekerja. Mereka itu hebat karena andil di dua bagian. Rumah dan pekerjaan. Eh btw pekerjaan domestik itu pekerjaan rumah kan ya? Kurang paham 😂

    Reply
  4. Tambahan lagi nih, peran penting ibu atau perempuan saat sekarang.yakni tukang bersih-bersih, mereka harus memastikan seluruh isi rumah bersih klo perlu supaya diberi desinfektan setiap hari terhindar dari Cofid19

    Reply
  5. Pokoknya kita harus siap jadi emak palu gada, apa mau lu gw ada. Hehehe. Tetap semangat emak-emak semuanya.

    Reply
  6. Aku nyarankan istri kerja biar ga suntuk and bersosialisasi. Tp ga maksa sih. Kl dapat penghasilan, itu pun unt dia. Tp kerjanya terima jahitan atau buat jilbab n tas, sementara masih di rumah hehe

    Reply
  7. Selalu bangga dengan ibu yang berkarier tapi masih bisa ngurusin anak dan suami (bawain bekel, nyiapin keperluan sekolah anak, dll). Bangga juga dengan ibu yang magister tapi memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Karna ibu dari temen aku dia lulusan S2 Arsitektur tapi memilih jadi ibu rumah tangga dan semua mainan anaknya ia sendiri yang buat. So, semua pilihan itu tidak salah, pasti ada hikmahnya masing-masing

    Reply
  8. itulah hebatnya seorang ibu… bisa menjadi menteri dalam negeri dan juga bisa menjadi menteri luar negeri. Makanya jangan remehin wanita, kalo sudah beraksi, kelar hidup lo ! ha ha

    Reply
  9. Apapun pilihannya, menjadi ibu rumah tangga ataupun ibu yang bekerja. Semuanya adalah pilihan yang hebat dan luar biasa…

    Reply
  10. Pokoknya karena perempuan, segala kerjaan di rumah dapat terselesaikan dengan baik.

    Di kondisi wabah Corona pun, wanita tetap melakukan tugasnya sebagai ibu rumahtangga dengan sukarela membantu suami mengerjakan pekerjaan di rumah.

    Pokoknya saya sebagai laki-laki merasa iri dengan kerajinan dan keuletan sosok perempuan di rumah. Seperti ibu dan istri saya

    Reply
  11. Saya lahir di keluarga yang mana para perempuannya adalah sosok-sosok pekerja keras.
    Perempuan bisa menjadi sosok yang memiliki double job bisa jadi karena dalam hal multitasking, perempuan adalah jagoannya

    Reply
  12. Aku malah nggak bisa bikin adonan roti mbak. Kebiasaan sejak kecil yang membereskan urusan rumah adalah ibu dan kakak-kakak, sementara oleh bapak, saya hanya di suruh untuk belajar, belajar dan belajar. Akhirnya setelah menikah dan menempati rumah sendiri, gagap dengan pekerjaan rumah tangga. Untung suami terampil urusan kerjaan rumah tangga dan mau sabar membimbing dan mengajari saya. Jadi memang harus seimbang dalam mendidik anak, harus bisa kerjaan di dalam dan diluar rumah

    Reply
    • Iya Mbak..sekarang tugas kita belajar dari pengalaman supaya generasi selanjut kita lebih sigap dalam lifeskills ya Mbak

      Reply
  13. Saya terbiasa di rumah mengurus anak-anak mba. Tapi covid 19 ini memaksa saya menjadi ekstra bekerja lagi di rumah. Kadang titik emosi saya menjadi gak jelas. Kadang saya jadi berfikir, lah saya yang biasa di rumah aja sering kebablasan emosinya. Gimana yang terbiasa kerja di luar dan memiliki tugas bertambah karena WFH. Mhhh akhirnya banyak menarik nafas biar tenang

    Reply
  14. Kalau ssya melihatnya dari sisi lain kak… berarti itu bapak belum tersentuh pendidikan dan informasi yang lebih baik mengenai edukasi kaum perempuan…bahwa saat ini perempuan juga sudah bisa menjadi astrounot loh…

    Reply
  15. Nomor 3 perintah dari suami itu sebenarnya fifty-fifty. Suami biasanya juga menanyakan pendapat kita dulu kan? Kalau saya bukan kerja tapi ada toko . Bilang suami itu toko 2 nganggur mau disewakan atau dipakai usaha sendiri? Karena saya lebih banyak mikir untung ruginya better dipakai usaha sendiri dong pastinya. tapi dengan situasi yang seperti saat ini dia menyesalkan keputusan sendiri deh hehehehe

    Reply
  16. Stigma "kuno" terhadap fungsi perempuan itu harusnya udah gak dipakai lagi ya Mbak, tapi perempuan juga jangan lupa sama kodratnya, menuntut hak itu boleh, tapi tidak boleh kebablasan pengen disetarakan di semua sektor dengan lelaki. Karena bagaimana pun masing-masing kita punya tupoksi masing-masing. Dan perempuan, khususnya ibu, menjadi pekerja paling sibuk di tengah wabah Covid 19 ini

    Reply
  17. namanya perempuan yang emang sudah di judge untuk di rumah aja, gak usah kerja. kadang itu tergantung juga sih ya sama masing-masing keluarga di rumah. jika suami pun mengijinkan tentu tak apa wanita bekerja. apalagi seperti dokter, perawat, guru itu penting harus ada perempuan. kalo enggak, kita perempuan yang sakit bingung kalo gak ada yang perempuan dokter dan perawatnya. hihi. semoga pandemi ini segera berakhir dan dimudahkan para perempuan pekerja di luar sana untuk bisa terus berkarya. aamiin

    Reply
  18. Perempuan harus punya skill multitasking yg bisa dikeluarkan kemampuannya pd situasi darurat atau kondisi apapun. Betul sekali jantungnya ketenteaman rumah tangga ada di.ibu/istri (perempuan) karena dia yg mengendalikan jln nya operasional rumah tangga mulai dari urusan dapur sampai pengaturan keuangan. Semangat ya mbak

    Reply
  19. Saat wabah covid-19 ini memang perempuan bertambah tugasnya yah. Teman saya pun banyak yang cerita selama masih pandemi ini makin sibuk. Apalagi sudah bekerja di luar yang harus dibawa ke rumah ditambah lagi anaknya mau belajar. Saya yang memang masih single mungkin tidak terlalu berat untuk mengerjakan tugas sebagai perempuan saat ini.

    Reply
  20. Perempuan itu multitasking yang ga bisa dimiliki kaum laki2, kadang capek dia ga kasih liat bisa dia tutupi. Aku ga bisa masak apalagi adonan roti , aduhh gimana nanti pas nikah ya wkwkwk.semangat buat para perempuan jadilah mandiri,bahagia dan berguna buat orang lain

    Reply
  21. setuju banget kalau ibu itu jantungnya rumah. segala peran ibu tak akan tergantikan. tulisan ini menggugah saya sebagai seorang ibu dan istri. thanks kakak

    Reply
  22. Keputusan utk bekerja memang harus benar2 dibicarakan. Karena kebutuhan keluarga yg tau kan pasangan juga. Kalau ak memilih bekerja krn ingin punya kesibukan. Tentu aja walau bekerja, kewajiban seorang istri dan ibu jgn sampe terlewat

    Reply
  23. Beruntungnya perempuan yang lahir dan besar di lingkungan yg paham kesetaraan kesempatan berkarya bagi perempuan dan laki – laki. Ia punya kesempatan dan peluang luas untuk mengaktualisasikan dirinya. Perempuan2 inilah yang bisa menyelamatkan perempuan2 lain dari keterkungkungan.

    Reply
  24. Sangat disayangkan ya jika masih ada orangtua yg berpikiran kl anaknya hanya kerja kerjaan di kasur sumur dan dapur aja, hal seperti ini yg saya khawstirkan. Padahal perempuan jg harus punya keahlian dan pekerjaan

    Reply
  25. ketika sang Ibu tenang maka otomatis keluarga tersebut jauh lebih tenang ==> Nah ini benar. Apalagi saat ibu marah atau jengkel. Remuk semua aktivitas di rumah. ahahaha.

    Reply
  26. Sekarang masalah mengenai ini menjadi semakin kompleks ya, di satu sisi ada orang yang menganggap perempuan itu harus di rumah aja gak bisa kerja, ada juga perempuan yang merasa terkekang di rumah aja karena disuruh seperti itu, di sisi lain ada yang tertekan ingin di rumah aja ketika dinyinyiran kuliah tinggi kok di rumah aja atau suaminya yang memaksanya bekerja karena merasa sayang dengan ijazah.

    Ini lebih ke pilihan sih menurutku, tidak ada yang salah dengan ibu rumah tangga ataupun ibu pekerja, yang penting kita yakin dengan pilihan kita yang didiskusikan dengan pasangan

    Reply
  27. Sebelum menikah aku juga kerja, lalu off karena menikah dan punya anak. Sekarang balik kerja lagi bantuin suami, karena kebetulan basic kuliahku bidang yang sama dengan kerjaan suami. Sekarang kesempatan perempuan lebih luas dengan kemajuan teknologi.

    Reply
  28. Perempuan itu punya andil besar juga lo ternyata mbak ina dalam sektor apapun, oleh sebab itu perempuan memang dijuluki multitasking. Tidak dirumah atau dimasyarakat. Salut sama perempuan yang bekerja diluar rumah ataupun bekerja didalam rumah. Semuanya mempunyai pilihan masing²

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page