Dibalik tawa dan keceriaan masa kecil, luka emosional akibat kemarahan orang tua dapat membekas dalam diri kita. Tumbuh besar dengan orang tua pemarah bagaikan hidup di bawah bayang-bayang ketakutan dan kecemasan, meninggalkan jejak mendalam pada perkembangan mental dan emosional kita.
Hal ini juga yang sempat menerpa dalam diri. Meskipun dalam otak sadar yang kini dewasa memahami bahwa kemarahan yang diberikan orang tua bukan karena mereka membenci kita. Namun, tetap tidak dipungkiri banyak dampak negatif untuk emosi, mental, perilaku dan interaksi sosial.
Dampak Negatif pada Emosi dan Mental
- Kecemasan dan Ketakutan Berlebih: Kita selalu diliputi rasa cemas dan ketakutan, mengkhawatirkan kapan dan bagaimana kemarahan orang tua akan meledak. Rasa aman dan nyaman tergantikan dengan perasaan terancam dan tidak berdaya.
- Harga Diri Rendah: Kemarahan orang tua seringkali disertai dengan kritik, hinaan, dan kata-kata kasar. Hal ini dapat menggerus harga diri kita, membuat kita merasa tidak berharga dan tidak pantas dicintai.
- Depresi dan Gangguan Emosional Lainnya: Rasa tertekan dan tidak berdaya yang berkepanjangan dapat memicu depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) pada kita.
- Kesulitan Mengatur Emosi: Kita yang terbiasa hidup dalam lingkungan penuh kemarahan seringkali kesulitan untuk mengelola emosi sendiri. Hal ini dapat menyebabkan kita mudah marah, frustrasi, dan impulsif.
Dampak Negatif pada Perilaku dan Interaksi Sosial
- People Pleaser: Kita belajar untuk selalu menyenangkan orang lain, bahkan dengan mengorbankan kebutuhan dan perasaan diri sendiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemarahan orang tua dan mendapatkan kasih sayang mereka.
- Reaktivitas: Kita menjadi mudah terpancing emosinya dan bereaksi berlebihan terhadap situasi yang dianggap mengancam. Hal ini dapat berupa ledakan amarah, agresivitas, atau penarikan diri dari interaksi sosial.
- Ketakutan Membuat Kesalahan: Kita selalu diliputi rasa cemas dan takut membuat kesalahan karena khawatir akan dimarahi orang tua. Hal ini dapat menghambat kita untuk mengambil risiko, mencoba hal baru, dan mengekspresikan diri dengan bebas.
- Kesulitan Membangun Hubungan Sehat: Pola perilaku people pleasing dan reaktivitas dapat membuat kita kesulitan untuk menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain. Kita seringkali merasa tidak aman dan tidak percaya pada orang lain.
baca juga Inner Child dan Cara Mengatasi Luka Pengasuhan
Luka yang Tak Terlihat
Dampak dari tumbuh besar dengan orang tua pemarah tidak selalu terlihat secara kasat mata. Kita mungkin terlihat ceria dan normal di luar, namun di dalam diri kita menyimpan luka emosional yang mendalam. Luka ini dapat terus mengganggu perkembangan mental dan emosional kita hingga dewasa.
Langkah Menuju Penyembuhan
Meskipun masa kecil yang kelam telah berlalu, bukan berarti tidak ada harapan untuk sembuh. Dengan tekad dan usaha, kita dapat melepaskan diri dari jerat masa lalu dan membangun masa depan yang lebih cerah. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:
#1. Menyadari Pola Perilaku
Langkah pertama adalah dengan menyadari pola perilaku yang tidak sehat yang kita alami. Amati bagaimana kita bereaksi dalam situasi tertentu dan identifikasi pemicunya.
#2. Mencari Dukungan
Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional dari terapis atau konselor. Mereka dapat membantu kita memahami dan mengelola emosi, serta mengembangkan mekanisme koping yang sehat.
#3. Belajar Meneguhkan Diri
Latihlah diri untuk mengatakan “tidak” dan untuk mengekspresikan kebutuhan dan perasaan kita dengan tegas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti latihan asertivitas atau dengan mengikuti terapi perilaku kognitif.
#4. Berlatih Self-Compassion
Belajarlah untuk lebih berbelas kasih kepada diri sendiri. Terimalah bahwa kita tidak sempurna dan bahwa kita berhak untuk membuat kesalahan.
#5. Membangun Batasan
Tetapkan batasan yang jelas dengan orang tua kita atau orang lain yang mudah marah. Jelaskan apa yang dapat kita toleransi dan apa yang tidak.
#6. Memaafkan
Memaafkan orang tua kita bukan berarti melupakan apa yang telah mereka lakukan. Memaafkan berarti melepaskan dendam dan kemarahan yang kita rasakan terhadap mereka. Hal ini dapat membantu kita untuk move on dan menjalani hidup yang lebih bahagia.
Proses penyembuhan mungkin membutuhkan waktu dan usaha, namun dengan komitmen dan dedikasi, kita dapat mencapai hidup yang lebih bebas dari rasa sakit emosional dan pola perilaku yang tidak sehat. Ingatlah bahwa kita tidak sendirian, dan ada banyak sumber daya yang tersedia untuk membantu kita.
Apa kalian memiliki cerita seputar luka akibat besar di dalam lingkungan pemarah? share di kolom komentar ya!
Sumber Informasi:
- https://www.psychologytoday.com/us
- https://www.linkedin.com/posts/shaun-kearney-30a223b_harry-styles-pleasing-names-shaun-kearney-activity-7079133849317773313-Nc9D
- https://lacamascounseling.com/blog/learning-proactive-dont-reactive/
Aku juga. Kedua ortuku bukan pemarah, tp cendrung otoriter. Pokoknya yg harus diikuti ya perintah mereka. Masalahnya kdg menyangkut hobi, passion itu pun aku ga bisa bebas memilih.
Dulu aku pengeen bgt masuk ips mba. Apalagi aku memang kuat di ips. IPA ku itu jeblok bgt. Tp ntah gimana pas tahu aku msk ips, papa lgs dtg ke sekolah dan tau2 aku udh dituker ke kelas IPA.
Sedikit banget. Jd males belajar selama kelas 3 itu. Aku jd bodoamat
Trus pas kuliah pengen masuk perhotelan dan pariwisata. Lagi2 di larang. Katanya dunia ga jelas. Untungnya akuntansi dibolehin. Krn aku juga bagus di situ.
Efeknya aku jd males deket ortu. Mending tinggal jauh beda pulau drpd serumah tp ribut.
Makanya aku belajar utk ga memaksakan kehendak ke anak2 ku. Biar aja mereka memilih jurusan yg sesuai dengan hatinya. Jd belajarnya juga serius.
terlihat passion dulu dan keahlian sekarang itu traveling ya mbak. Ga ada luka yang sia-sia, mereka membentuk kita bismillah jadi manusia yang lebih baik. semangat!!