Suatu hari Mamah Saya pernah bertanya tentang model sepatu yang tak sengaja ia lihat di salah satu media sosial.
“Bagusan mana Na modelnya?”
Saya pribadi yang lebih sering belanja lewat e-commerce membalasnya penuh keraguan “Yakin Mah mau beli lewat toko ini? Ina cariin di tempat biasa Ina beli deh.
Selang beberapa waktu, tiba-tiba Mamah memanggilku. Beliau minta tolong untuk menransferkan sejumlah uang untuk membeli sepatu tersebut. “Mamah yakin? Tokonya benaran ga nih?” sambil saya cek isi chat Mamah dengan penjualnya di WhatsApp.
Isi chatnya tidak ada yang mencurigakan. Berhubung nilai barang yang dibeli tidak terlalu mahal, akhirnya permintaannya saya ikuti. Beberapa hari kemudian, paket pun datang, barang yang dipesan sesuai deskripsi.
Contoh kejadian di atas bisa gambaran bagaimana kebiasaan kita belanja online saat ini. Beberapa orang cenderung bertanya langsung lewat pesan media sosial secara detail karena khawatir. Beberapa yang lain lebih suka mencari di satu aplikasi belanja online, dengan riset kecil-kecilan untuk membandingkan dari segala sisi.
Walaupun memiliki kekurangan, belanja lewat sosial media punya banyak konsumennya sendiri. Dua kubu akhirnya terbentuk dari kebiasaan tersebut. Kubu yang belanja lewat platform e-commerce atau media sosial. Semakin hari semakin abu-abu sekat di antara keduanya, sehingga beberapa tahun terakhir ini terciptalah konsep social e-commerce.
Apa sih social e-commerce itu? Sebelum melangkah lebih lanjut sadar ga sih semenjak pandemi ini pengguna internet lebih banyak dari sebelumnya?
Konsumsi Internet Selama Pandemi
Bukan suatu rahasia lagi jika selama pandemi ini pertumbuhan konsumsi internet terus melonjak. Pernyataan ini senada dengan yang dilaporkan oleh Temasek, Bain &Company dan Google. Bahwa pandemi ini membawa dampak besar yang mempengaruhi ekonomi maupun layanan digital berbasis internet di Asia Tenggara.
Sejak awal tahun 2020 terdapat ada sekitar 40 juta orang di Asia Tenggara yang terhubung ke internet untuk pertama kali. Jumlah pengguna internet ini naik hingga empat kali lipat dari tahun 2019 yang hanya 10 juta orang. Wow banyak sekali ya?
Digitalisasi Usaha
Mulai dari hiburan, belajar, pekerjaan hingga aktivitas belanja pun menggunakan internet dan smartphone. Pertumbuhan digital pun tidak terhindarkan, apalagi di Negara kita sendiri ini. Banyak aktivitas dan usaha pun bertransformasi menjadi digital.
Hari ini kita mudah sekali melihat pemasaran produk dan jasa secara digital. Tidak seperti jaman dahulu, pemasaran begitu terbatas. Saat ini dengan internet kita dapat mempromosikan baik ke dalam dan luar negeri. Persaingan bisnis pun menjadi terbuka tanpa harus dikuasai oleh satu atau dua merk saja.
Tanpa Digitalisasi, Kita akan Tertinggal
Kita sudah melihat bagaimana digitalisasi membawa perubahan drastis pada dunia usaha. Pertanyaannya adalah, seberapa siapkah kita?
Nah seperti contoh kejadian di atas. Ketika kita membutuhkan barang tertentu, kita mencarinya di internet baik lewat e-commerce maupun media sosial. Hal ini yang menjadi salah satu trigger terciptanya Social E-Commerce.
Definisi Social E-commerce
Singkatnya social e-commerce bagian dari e-commerce atau perdagangan elektronik yang melibatkan media sosial dan media online. Pengunaan media sosial ini mendukung interaksi sosial,dan kontribusi pengguna untuk mempercepat pembelian dan penjualan produk dan layanan secara online.
Penggunaan sosial media seperti Instagram, Facebook, hingga Whatsapp yang menstimulus promosi dan penjualan produk berupa barang atau jasa. Social e-commerce hadir dengan menggunakan kekuatan masyarakat dalam meningkatkan percepatan distribusi produk secara digital.
Jumlah pengguna media sosial di Indonesia telah mencapai 160 juta orang dengan penetrasi mencapai sekitar 59%. Mckinsey melaporkan sekitar 40% dari pasar e-commerce di Indonesia adalah Social e-commerce (yang mengandalkan channel penjualan media sosial), lebih tinggi dari E-Commerce marketplace dan website.
Masyarakat Indonesia juga lebih condong untuk mempercayai informasi yang diperoleh dari teman, kenalan apalagi influencer, sehingga unsur manusia penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen ketika memilih suatu produk.
Social E-commerce dari Komunitas Cerdas Indonesia
PT Komunitas Cerdas Indonesia memanfaatkan celah Internet dan digitalisasi ini. PT Komunitas Cerdas Indonesia (KCI) mengabungkan kekuatan sosial masyarakat dengan industri big data. Dengan menghadirkan sebuah aplikasi yang bernama Viplus. PT KCI dan Viplus hadir menawarkan konsep baru pilihan investasi dan bisnis di masa mendatang.
Konsep yang ditawarkan PT Komunitas Cerdas Indonesia ini adalah penggabungan kekuatan sosial masyarakat dengan industri big data. Ilustrasinya ada di gambar berikut.
Social E-commerce tentu akan menarik sekali untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan kekuatan masyarakat KCI akan meningkatkan traffic pemasaran digital atau digital advertising. Kita pun penasaran percepatan yang dilakukan KCI seperti apa. Pastinya kita bisa mengubah konsumtif menjadi produktif bersama Viplus dan KCI ya.
Viplus hadir dalam wujud aplikasi dalam genggaman smartphone. Teman-teman pastinya penasaran apa saja fitur dan produk yang akan diluncurkan dari aplikasi Viplus ini kan? Saya kasih bocoran sedikit ya. Dalam waktu dekat ini PT KCI akan me-release salah satu produk suplemen kesehatan.
Penutup
Memiliki bisnis dalam dunia digital sudah menjadi kewajiban di era sekarang. Viplus dari PT Komunitas Cerdas Indonesia (KCI) menawarkan solusi sebagai stimulator yang mengunakan kekuatan masyarakat dalam meningkatkan penjualan barang atau jasa. Kita nantikan launching Viplus dari KCI ini yuk!
Semoga bermanfaat, salam
kapan buka aplikasi viplus menu e.commerce nya