Komunikasi Suami Istri : “Memahami rasa dalam Kata”

Photo of author

By Shafira Adlina

Beberapa waktu lalu saya mengikuti kuliah whatsapp tentang Komunikasi Suami Isteri : “Memahami rasa dalam Kata” dengan narasumber Melly Azra dari @ceritaibuanakid.

Tujuan asasi setiap pernikahan adalah sakinah. “Litaskunu ilaiha” ( QS Arrum:21) “ supaya kita tenang/cenderung kepadanya. Maka pasangan hadir untuk menenangkan diri kita dan juga sebaliknya. Tentu berharap memiliki suami yang menenangkan hati kita adalah keniscayaan, begitupun memiliki istri yang menenangkan adalah keniscayaan.
Namun, Pada kenyataannya dalam pernikahan seringkali kita tak menemukan cara berkomunikasi yang pas untuk menenangkan hati masing-masing. Adalah sebuah keniscayaan, bahwa lelaki akan mencari perempuan yang menengkannya

Karena secara fitrah suami dan istri itu berbeda, Tidaklah laki-laki itu (sama) seperti perempuan (QS Ali-Imran:36)
Begitu juga dalam bab hak, tanggungan dan kewajibannya. laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) (QS An-Nisaa’:34). Maka tentulah, bab yang menenangkannya akan berbeda juga .

Seorang makmum dalam shalat, pastilah senang dengan imam yang fasih, suaranya enak didengar, tak terburu2, dan perangainya selepas salam dapat menjadi teladan dalam keadaan sehari-hari. Begitupun dengan imam, ia tentulah senang jika saat shalat ia memimpin makmum yang tidak bercanda dalam jamaah, tidak ketawa-ketawa, menyimak dengan khusyu tidak ingin cepat selesai dll. Artinya setiap makmum punya tuntutan tentang imam yang memimpinnya

Dan setiap imam, punya harapan tentang makmum yang dipimpinnya. Demikian pula dalam pernikahan, Setiap kita punya harapan, keinginan dan tuntutan. Entah itu imam, ataupun makmum, Entah perempuan atau lelaki. Maka prinsip dasar komunikasi suami isteri, adalah Menyadari bahwa setiap kita( suami –isteri) sama-sama ingin mencari ketenangan dari pasangannya
Dan,hal-hal yang membuat tenangnya laki-laki dan tenangnya perempuan , bisa jadi akan berbeda bahkan sangat berbeda.Parahnya, ketika ketenangan itu tidak didapatkan dari pasangannya. Ia akan mencari sumber lain yang bisa menenangkannya.

Lalu bagaimana cara memulainya ? 

Lalu bagaimana cara memulai menjadi penenang sebagai pasangan kita?

1. Langkah awal yakni Kita harus memahami fungsi masing-masing sebagai Suami sbg Imam dan Istri sbg Makmum.
2. Milikilah ilmu komunikasi antar suami istri, karena ketika ilmu komunikasi tidak dimiliki maka yang terjadi dalam rumah tangga bukanlah komunikasi tapi hanya suara lalu lalang diantara dua orang , tidak ada timbal balik.
3. Awali komunikasi dari hati
4. Berfokuslah hanya pada kebaikan diri dan pasangan, 
5. Lakukan gagasan yang baik untuk saling menumbuhkan .
.
Kita bahas nomer 1 dulu yuk.
Kenapa ya musti tau fungsi masing2? Krn kupikir awalnya ini masa iya perlu bukannya kita sudah tau ya? .
Ternyata sekedar tahu aja belum tentu jadi amal.
Lalu Teh Melly menambahkan bahwa : insya Allah sumber masalah dalam pernikahan/komunikasi kita diawali manakala fungsi-imam tertukar atau berjalan dengan tidak baik.
🤔 Ketika perempuan banyak memimpin dalam rumah dan suami hanya follower setiap keinginan dan kebijakan isteri
🤔Atau ketika lelaki dalam rumah kita tidak mau memimpin, tidak cakap memimpin bahkan terlalu takut saat mengambil keputusan.
🤔 Atau ketika perempuan dalam rumah kita, tidak pernah mau mendengar dan percaya pada perkataan dan kebijakan suami.

Maka disini, EGO suami istri harus sama-sama diturunkan jika memiliki pendapat. Duduk bersama membahas setiap masalah dan letakkan kepentingana keluarga dan anak-anak diatas segala kepentingan dan cita-cita pribadi. Toh kita berkeluarga maksudnya untuk mencari sakinah, jika dalam urusan komunikasi saja belum rampung, maka mustahil sakinah bisa tercapai .

Memperbaiki komunikasi dengan pasangan adalah salah satu cara menjadi pasangan yg menenangkan. Tidak ada yang bisa disebut sebagai komunikator , tak ada yang pantas disebut komunikan. Hanya pesan bersliweran yang untuk menafsirnya diandalkan prasangka-prasangka pribadi. .

Banyak suami menyangka telah membahagiakan istrinya , padahal kalau bukan karena taqwa dan sabarnya sang istri, niscaya rumah tangga mereka telah jadi neraka.
Banyak istri menyangka suami tak lagi mencintainya , maka prasangka itu berubah jadi amarah, ditebarlah aib suami , keburukan sifatnya, kekurangan nafkahnya, maka ke banyak telinga lah ia menebar aib keluarga sendiri
Begitulah pesan Teh Melly di awal diskusi

Benar apa yang dikatakannya bahwa dari awal pernikahan sampai hari ini saya dan suami masih belajar 1 sama lain.
Padahal kami tahu dulu di awal bertemu saat taaruf (ciyeee) teringat di akhir sesi apa yg ditanyakan ka ivan dan ka aleb kpd kami kurang lebih :”kira2 sifat apa dr kalian yg potensial mengakibatkan konflik”
🙆 sensitif
🙎 to the point
.
😂😂😂
Yaitulah penyebab negara api suka menyerang. Tentu setiap pernikahan tidak selaly adem ayem,teringat suami suka mengingatkan nasihatnya pak jamil bahwa setiap pernikahan yg “gk ada apa2” justru yg ada apa2nya.

Pesan dr Teh Melly
1. cukuplah memang iman dan taqwa sebagai bekal hidup berumah tangga, dengan keduanya komunikasi akan terjalin baik. Iman dan Ilmu menghajatkan Ilmu, Allah dalam firmannya :” Fa’lam annahu laa ilaaha Illallah , maka ilmuilah sesungguhnya tidak ada tiada Illah selain Allah” berilmulah sebelum mengimaninya .

2. Maka tugas suami istri adalah saling melengkapi ilmu,percayalah kecerdasan akan membangun akhlak yang indah dan elegan.

3. imam bukhari menulis bab pertamanya “Al-Ilmu qablal Qauli wal amaal, Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.kalau kita ubah sedikit kata-katanya , maka menjadi ilmu sebelum berkomunikasi dan bertindak


4. Awali komunikasi dari hati, niatan melahirkan cara pandang. Maka jika ingin komunikasi lancar, luruskan cara pandang, benahi ruhiyah, karena ruh yang keruh, lisan tak pernah melafal tilawah dalam rumah , hati yang mati tak pernah disirami ilmu penyegar jiwa pasti akan muncul kepermukaan dalam bentuk kata-kata kasar, jauh dari kelembutan, jauh dari rasa syukur.

5. Saling jernihkan hati keduanya, mendekat pada Allah dan raih rahmatNya, ketika hati kita jernih dan ilmu meluas, kita tak mudah terbumbu oleh kata-kata lawan bicara yang pedas , kita lebih mudah mencerna aneka kata tanpa prasangka, kemudian menyikapi dengan tindakan paling tepat

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page