Bismillahirohmanirohim. Kali ini saya ingin bercerita bagaimana perjalanan melahirkan anak pertama saya yang penuh drama dan petikan hikmah. Semoga kisah saya bisa memberikan banyak pelajaran untuk kita semua, terutama para Ibu, Mamah dan Bunda yang bersiap menanti persalinan itu tiba.
Aku dan Ambulance
Kala itu saya tak tahu pasti jarum jam menunjukkan pukul berapa, yang pasti saat itu waktu sepertiga malam dimana malaikat-malaikat Allah banyak turun untuk menyaksikan siapa yang bersujud padanya. Tak hntinya air mata terus menetes, sambil menahan kontraksi yang luar biasa dan mempertahankan tangan yang ditusuk jarum infus. Sungguh rasanya tak ingin menaiki ambulans lagi.
Observasi dan Diagnosa Dokter
Kata-kata dokter umum yang berjaga yang menyampaikan hasil observasi bidan kepada kami saat itu seperti sambaran petir. Bahwa mereka tak sanggup meneruskan proses persalinan saya dan jabang bayi setelah dilakukan dua macam jenis induksi yakni synto (lewat infus) dan obat yang dimasukkan lewat vagina. Bukannya bertambah, pemeriksaan terakhir pembukaan rahim saya malah mundur menjadi 2 setelah sebelumnya tengah masuk pembukaan 3.
Sehari sebelum perayaan hari kemerdekaan negara kita, saya minta kepada suami saya untuk ke bidan mengecek kandungan karena akhir2 ini sudah sering mules dan sampai susah tidur.namun suami memutuskan untuk pergike rumah bersalin saja, sekalian. Awal mulanya disana, saya tidak menggunakan feeling saya dengan benar bahwa sesungguhnya saya tidsk ingin kesana. Sampai disana dan dilakukan pengecekan,saya ternyata pembukaan 1. Anehnya disana saya tidak diperkenankan pulang, karena skan dilakukan observasi. Usut punya usut setelah kami amati, rumah bersalin tersebut juga tempat praktek beberapa sekolah bidan.tetang saja setiap vt saya 4 jam sekali dan dilakukan 2-3orang.itu jg yang membuat saya stres dan tegang.
Kami sampai disana saat magrib, tapi ternyata hingga esok paginya todak ada penambahan pembukaan dan kami bisa pulang ke rumah.
Namun, ternyata belum ada 3 jam di rumah, flek sudah keluar.dan kami balik lagi kesana, sayangnya pembukaan belum bertambah hingga kami bermalam lagi dan hanya maju menjadi pembukaan 2.
Dokter kandungan menyarankan untuk induksi, namun ada resikonya jika gagal saya harus operasi sesar (padahal usia kandungan saya pada saat itu baru menginjak 39wk).
Saat dokter berkata demikianlah hanya ada mamah di samping saya, kebetulan suami pada saat itu sedang ada keperluan keluar. Saya memberitahukannya agar cpt ke RS lagi, saat ia menemui saya, itulah pertama kalinya saya melihat wajahnya palinh sedih dari kami bertemu. Memang mendengar kata operasi sangat bukan harapan kami dari awal kehamilan. Tentu proses persalinan normal dan nyaman itu harapan semua orang.
Benar saja, setelah melewati 12 jam tanpa kemajuan kami dirujuk ke RS yang bisa melakukan operasi SC. Sesampainya di RS pasar rebo ternyata penuh tidak ada kamar kosong. Pilu sekali ketika diturunkan dari ambulan dan mengenakan kursi roda menuju UGD. Betapa tidak, bayang bayang operasi sudah menghantui.
Akhirnya kami dirujuk ke RS polri Sukanto, kami diterima disana.
Kuasa Allah saya disana di observasi dinyatakan pembukaan 4. Pagi harinya saya di Usg, dokter yang menangani saya tampak bersahabat dan polos. Ia menyatakan kebingungannya mrngpa saya mau diinduksi saat pembukaan 2 padahal masih 39wk, saya terangkan bahwa saya divonis memiliki sedikit air ketuban. Begitu dilihat di usg, semua baik baik saja. Ketuban saya bagus, dede denyut jantung semua ok.
“udah ini normal bisa kok, kita tunggu saja sampai besok”
Masya allah, rasanya mau nangis haru ditengah dilanda mules kami masih bisa mendengar harapan itu ya harapan itu masih ada.
Disini kami diuji bagaimana doa, ikhtiar dan kuasa Allah bekerja.
Sungguh butuh keberanian yang tidak sedikit dalam meceritakan hari-hari menjelang persalinan karena pada saat tidak menuliskannya pun perasaan itu suka datang dan Pergi apalagi saat benar2 memaparkannya satu demi satu. 🙂
Bersambung kepostingan selanjutnya..
Salam,
Shafira Adlina