Senandika Pernikahan

Photo of author

By Shafira Adlina

kutipan tentang menikah

“Apa alasan kalian menikah? kenapa harus menikah?”

 

Tanya seorang teman yang saat ini satu-satunya yang belum menikah di grup WhatsApp. Kami bertujuh di grup tersebut, saling kenal karena berkegiatan di suatu komunitas. Grup tersebut lebih sering untuk sharing dan curhat seputar kehidupan dan pernikahan.
Biasanya sih tak ada asap tanpa api. Usut punya usut teman saya itu bertanya hal tentang pernikahan karena saat itu sedang berproses dan bulan depan, November akan melangsungkan lamaran. MasyaAllah.

Apa Alasan Menikah?

Alasan dari yang serius sampai bercanda kita bahas di grup. Saat itu ia berharap mendapatkan insight dan makna lain dari kami yang sudah menikah. Berikut coba saya simpulkan yang bisa kita petik hikmahnya bersama-sama.

Pernikahan Menyempurnakan Tiang Agama

Salah satu wanita bijak di grup kami berucap bahwa pernikahan dapat menyumpurnakan tiang agama, dan alasan ini memang dipakai oleh kita semua yang sudah menikah. Tujuan menikah salah satunya adalah karena menyempurnakan agama. Setengah agama berbakti dengan suami, setengah lagi bertaqwa pada Allah Ta’ala.

Pernikahan dapat Menjaga Diri

Alasan lain yang dikemukakan salah satu dari kami adalah bahwa menikah itu dapat menjaga diri. Menjaga diri dari perbuatan zina, menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik. Pernikahan juga dapat mendapatkan sesuatu yang tidak dapat digantikan oleh teman. Kita bisa mendapatkan teman curhat yang stand by 24 jam, dan kita pun sebaliknya ya. Dia lagi-dia lagi.

Menikah dengan satu orang memang gak bosan?

Awal sebuah pernikahan memang tidak biasa. Lama-lama kok tidur terasa lebih nyaman dan penat pun hilang. Mungkin ini ijabah doa-doa saat akad pernikahan agar kita jadi keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah. Aamiin

Pernikahan itu Komitmen

Dalam sebuah pernikahan, komitmen adalah hal yang terpenting. Pilihannya memang hanya ada dua, antara mau dan tidak.
Kalau suami atau pasangan tidak bisa memberi kebahagiaan yang kita inginkan, kita cari kebahagiaan dengan kegiatan lain. Pernikaha itu komitmen. Jika kita mau tentu kita harus menelan semuanya, tetapi tetap berusaha dan berdoa pada Allah agar dibukakan hati pasangan kita
“Kita sudah lama tertipu dengan narasi bahwa memiliki pernikahan adalah tujuan akhir sebuah romansa. Hakikatnya rumah tangga adalah tempat berbenah diri seumur hidup untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.” (Shafira Adlina)

Pentingnya Komunikasi

Di dalam pernikahan kadang masalah datang seperti benang kusut yang sulit terurai hanya karena tidak segera diluruskan. Kita sama-sama sadar bahwa komunikasi adalah hal terpenting dalam pernikahan. Bagaimana tidak dua manusia yang berbeda karakter yang hampir lebih dari 20 tahun hidupnya hidup berbeda mulai dari pola suh hingga pola pikir, kini harus tinggal dan merajut di satu bahtera bersama?

Pada awal pernikahan, rasanya tak mau mengambil konflik membuat saya enggan berdiskusi, enggan beradu pendapat. Bahkan yang lebih parah kalau sudah ada tanda-tanda perbedaan pendapat otomatis bibir ini akan manyun atau ada segelintir air yang turun di pelupuk mata.

Suami saya yang jauh lebih tenang dan kalem dari saya berkali-kali mengingatkan bahwa perbedaan pendapat itu wajar, tapi ya ternyata waktu 6 tahun bahkan seumur hidup ini adalah waktu belajar terus menerus menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi.

Saya belajar banyak dari ibadah seumur hidup yang kami jalani.

“Gak papa sekarang kan jadi cerita.” imbuh suami.
beberapa kali ia sering flashback kejadian-kejadian yang membuat kami tidak bisa habis pikir. Kok bisa saya marah atau menangis hanya gara-gara itu.
Pada saat itu, pemahaman dan ilmu saya memang baru segitu.

Menyelesaikan Masalah

Dahulu ada satu titik saya berpikir dan merasa jika masalah dibicarakan, maka situasi yang menyenangkan ini bisa berakhir dengan kericuhan. Karena sikap saya menghindari konflik, masalah hari sebelumnya tidak dibahas.

Namun … masalah yang tidak dibicarakan ini sebenarnya masalah yang belum tuntas. Masalah yang seringkali akan kembali lagi datang dengan kondisi yang lebih berat.
Keengganan untuk menyelesaikan sebuah masalah, akhirnya justru membuat bola-bola masalahnya menjadi besar. Bahkan lebih besar dari kemampuan kita mengatasinya. Akhirnya sudah terlambat dan terlalu ruwet untuk diatasi. (Jangan sampai ya).

Kita tidak ingin membicarakan masalah dengan tujuan agar hari berjalan dengan baik. Namun, justru masalah akan seperti bumerang yang kembali menghampiri kita. Karena masalah semestinya diselesaikan, bukan dihindari.

Belajar bersikap lebih tenang dalam segala hal, mendengarkan dan menyampaikan pendapat dengan baik adalah pelajaran seumur hidup. Di akhir diskusi suami mengingatkan kali ini bukan teori yang bisa diajarkan kedua anak kita tapi teladan.

“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus dimengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahamim pemahaman yang tulus.”
― Tere Liye

Pernikahan adalah Gerbang Menuntut Ilmu

Sekitar masuk kedua tahun pernikahan Allah memberi saya hidayah lewat bertemu Ustad Harry dan Fitrah Based Education. Mulai dari sana saya tergerak untuk membangkitkan Fitrah keibuan saya, belajar parenting lebih banyak.

Mudahnya mendapatkan ilmu baik dari kajian offline maupun online pernah membuat saya jenuh. Titik itu membuat saya bingung, overwhelmed, sudahkan saya menerapkan ilmu saya?

Pelan-pelan saya berilmu dan beramal dalam pengasuhan. Ternyata ada yang lebih penting lagi yaitu membasuh luka pengasuhan. Tanpa sadar, ada luka-luka masa lalu yang terbawa saat berumah tangga. Entah itu dalam berkomunikasi atau mengasuh anak. Jadi sekitar akhir tahun 2019 saya mulai belajar banyak tentang self healing agar kesehatan mental saya juga lebih baik.quotes tentang menikah

Senandika Enam Tahun Pernikahan

Senandika adalah wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar.

Saya paham 6 tahun pernikahan ini hanyalah angka yang menunjukkan kita hidup di dunia. Bukan suatu kemenangan atau perayaan yang harus dielu-elukan. Namun, momentum ini harus kami jadikan perenungan bersama agar jarak kening bersujud lebih dekat dengan sajadah. Agar doa-doa yang dipanjatkan lebih khusyu. Agar ucapan yang dikeluarkan dari mulut lebih bermanfaat. Agar lisan ini juga lebih banyak berdzikir.

 

 

View this post on Instagram

 

Banyak orang yang (termasuk saya pernah) merasa pernikahan adalah akhir sebuah drama2 cerita sinetron bahwa mereka “menikah dan hidup bahagia”. . . “Marriage is not the Happy Ending” Salah satu quotes di drakor “Go Back Couple”, rasanya jarang drakor yg menceritakan kehidupan setelah pernikahan. Di drama ini diceritakan bagaimana komunikasi yg buruk antar pasangan suami istri bisa menyebabkan glundungan bola salju yg lama lama membesar dan meledak. . Balik lagi ke pernikahan, ternyata selagi menjalaninya Terbukti janji Allah memgenai “kenikmatan” ibadah mengenapkan agama. Namun apakah selalu manis? Tentu tidak. Pernikahan, ibarat masakan kadang manis asin asem atau bahkan pahit. Namun bagaimana cara kita menghidangkannya ke dalam hati kita, bagaimana kita meraciknya agar sesuai apa yg Allah mau, bukan apa yg makhluk mau. . . Ibadah,betul menikah adalah ibadah seumur hidup. Apalagi bagi wanita,Ia memindahkan bakti orangtuanya kepada pria pilihannya. Maka begitu banyak nasihat2 orang tua kepada anak anak muda yg baru menikah untuk perbanyak sabar dan syukur. Jika tali agama tidak terpegang dengan kuat maka bahtera pernikahan itu mudah hancur dan koyak disapu angin dan badai. . Begitu pula pernikahan kami yg baru seumur jagung, entah jagung apa yg usianya 3 tahun😂. Dalam proses mendaki kehidupan ini kadang kami jalan bersama, kadang saya yg berulah ke kiri ke kanan atau bahkan mundur kelelahan. terkadang saya yg kebanyakan planning tapi ga jalan2, suami yg penting jalan dulu namun kadang arahnya tak selalu sama. Di antara perbedaan itu kami belajar. . . Intinya Saya (dan suami dong) mengenang apa yg saya rasakan 3 tahun lalu, kami yg sama2 malu belajar mengenal masing2 sampe skrg malah malu2in. Haha. Semoga ini jadi cerita dan tauladan manis utk anak cucu kelak Semoga Allah selalu melimpahkan ilmu, iman, amal dan rezeki yg barokah. Selamat merawat keluarga indonesia 😉 . . #pernikahanke3tahun1bulan #happy3rdanniversary #sakhawarizmi #keluarga

A post shared by Shafira – ceritamamah.com (@shaadl) on

“Romansa pernikahan tidak semeriah dulu lagi, karena tantangan yang dihadapi berbeda. Memang selalu ada celah ketika semua merasa aman dalam genggaman. Pernikahan ini bukan permainan buat kedua hati. Jangan berharap akan selalu ada semarak bunga yang bermekaran. Pernikahan ini adalah satu tahapan untuk menapaki hidup yang masih belum seberapa jauh.” — Shafira Adlina

6 tahun di 19 Oktober…

Salam.

 

shafira adlina cerita mamah

 #Writober2020 #RBMIPJakarta #senandika

6 thoughts on “Senandika Pernikahan”

  1. Benar sekali, dalam suatu hubungan pernikahan itu harus dimulai dengan komitmen bersama dan yang pasti setelah menikah bukan berarti drama bakalan selesai, tetapi memulai drama dengan tingkat kesukaran yang berbeda

    Reply
  2. Awalnya asing, malu tidur satu kamar dengan orang lain. Sekarang kalau pas nggak bisa tidur sekamar malah nggak bisa tidur ya kak hehehe

    Reply
  3. Bener. Pernikahan itu juga berarti untuk menjaga komitmen dg baik. Komunikasi yg utuh dg pasangan bukan dg drama, tp ilmu, ya kak😊

    Reply
  4. Kalau saya dulu alasannya, salah satunya adalah, biar kalo kemana-mana ada yang nganter tanpa banyak drama julid dari tetangga dan dosa. Wakakakaka

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page