“Kenapa membawa anak ke tempat kerja?” sering kali banyak yang bertanya pada saya. Kenapa mau “repot” membawa anak-anak ke tempat kerja. For your information saya sebagai blogger, sesekali bertugas menjadi asesor atau fasilitator. Artinya pekerjaan lepas lainnya di-manaje oleh saya sendiri tanpa terikat waktu normal kantor pada umumnya. Suami pun demikian, ia memiliki perusahaan sendiri. Namun, lebih sibuk pastinya karena sering di undang ke luar kota hampir setiap minggunya.
Nah, sedari kecil sesekali kami membawa anak ke “tempat” kerja. Sejujurnya, dari sejak kandungan mereka sudah dibawa sekolah pascasarjana dan undangan mengajar. Semenjak mereka bisa berjalan. Entah itu rapat-rapat kecil atau saat bertugas jika memungkinkan kami membawa mereka. Tentu selain karena kondisi ada misi-misi khusus yang ingin kami bawa. Seperti 2 malam kemarin kami membawa dua anak kami ke daerah Serpong.
Awalnya saya ragu, karena Sakha sudah masuk di kelas satu bukan duduk di taman kanak-kanak seperti dulu. Ternyata setelah melihat jadwal kelasnya masih aman, jadi kami putuskan untuk izin sekolah.
Hari selasa, pulang ia sekolah kami langsung berangkat ke daerah BSD. Suami ada undangan mengajar expor di hari pertama. Hari keduanya kami menghadiri pameran Trade Expo Indonesia yang sudah dua tahun kemarin tidak tergelar karena pandemi.
Lalu saat sarapan kemarin, kami mengobrol.
“Mam, tahu ga kenapa diajak kesini?” Tanya suamiku saat sarapan kemarin.
“Biar mamah refresing? Wkkwk” jawabku asal.
“Ya bisa juga, tapi apalagi coba?”
“Biar anak-anak tahu kerjaan ayahnya?”
“Bisa…tapi yang utama supaya dia melihat bagaimana aku (ayahnya) berinteraksi dengan orang lain.”
Cara Menasehati Seorang Ayah
Ini yang banyak yang terlupakan bahwa anak itu meniru. Sebagai makhluk wanita, cenderung menasehati anak dengan serbuan kata.
Namun, lelaki sang ayah lebih banyak dengan contoh dan tindakan. Seperti kali ini, bawa ke “tempat kerja” bagaimana ayahnya berinteraksi dengan orang lain. Dengan segala tantangan, kekurangan dan kelebihan tentunya. Tak banyak juga nyinyiran dari orang yang berkata ini dan itu. Saya pun hanya menganggap angin lalu selama bukan hal yang fundamental.
Teman-teman pembaca blog, ketahui lah bahwa anak-anak usia di bawah 7 tahun memiliki gelombang otak yang dominan adalah theta dan Alpha. Gelombang otak mereka sama dengan ketika seseorang dalam kondisi hipnosis. Mereka akan menyerap dan meniru apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan dari sekitar. Pada tahap ini juga anak belum mampu membedakan imajinasi dan kenyataan. karena itu ketika bermain sangat menjiwai yakan?
nb: jangan sekali-kali menakuti-nakuti dengan apapun, maka itu akan masuk ke alam bawah sadar anak.
Tahap ini merupakan usia emas dalam menanamkam keyakinan dan nilai-nilai (values dan beliefs). Maka, saya sering bercerita tentang Mengenal Fitrah Based Education. Betapa pentingnya kita merawat fitrah keimanan maupun fitrah belajar anak dengan membuat imaji positif agar anak cinta dengan agama dan proses belajar, bukan fokus pada yang nampak saja pada anak.
Seumuran Sakha, hal yang menantang lainnya ketika dapat sesuatu yang ga sesuai dg nilai dan value keluarga kita kemudian dia ikut-ikutan. Misalnya akhir-akhir ini dia suka “sewot” kalau ada yang ga sesuai. Contoh beberapa minggu ini kami struggling untuk membuat dia bicara dengan nada baik pada adiknya. Sakha bilang, diaudah bilang baik-baik tapi adiknya ga ngerti-ngerti, atau jadi gampang ngomel dan melotot-lotot. Multifaktor memang ini, saya juga jadi introspeksi diri apakah saya belum ramah pada anak-anak. Namun, sedikit banyak ia cerita bahwa temannya ada yang berperangai demikian. Pasti ada beberapa sifat yang kebawa sampai rumah. Dan ini perlu didetoks.
Kalau kami ingatkan tidak baik seperti itu, dia tangkis dengan “temenku jg gini kok”. Nah, biasa kalau ibu kan menghujaninya dengan nasihat-nasihat, dalil-dalil dan ceramah panjang.
Sakha kan usianya 7 tahun, udah banyak teman bisa milih mana yang disukai Allah dsb.
Ternyata ya nasihat tak bisa hanya kata. Kita perlu balancing juga dari sosok ayahnya yang langsung kasih contoh. Karena pada dasarnya pengasuhan memang hanya meninggalkan kebiasaan dan kenangan. Dan ini sangat berpengaruh pada tumbuh kembangnya.
Wahai, anakku jika beberapa tahun ke depan kalian melihat tulisan mamah di blog ini. Percayalah Mamah dan Ayah berusaha untuk bertumbuh dengan kalian sesuai apa yang Allah mau. Bismillah ya.
Selamat berproses jadi orang tua ya, Shafira.
View this post on Instagram
Kalau aku sih suka bawa ngajar anak. Setelah anak pertamaku bisa pulang sendiri dari sekolah, anak kedua yang aku bawa ngajar. Setelah yang kedua bisa pulang sendiri dari sekolah , gak pernah diajak lagi. Mereka jadi mandiri dan gak rewel