Dampak Membanding-bandingkan Anak

Photo of author

By Shafira Adlina

dampak membandingkan anakNaluri setiap orang tua pasti mencintai anaknya. Begitu juga anak pasti sangat mencintai orang tuanya dan sekuat tenaganya untuk menyenangkan dan membanggakan mereka.

Namun,

beberapa di antara kita ada yang merasa cinta itu tidak terbalas. Bagaimana rasanya ketika orang tua selalu berharap dengan kehidupan kita.

Namun, tidak semua harapan itu akan tersampaikan dengan baik kepada kita sebagai anak. Orang tua lebih banyak suka membandingkan anak kepada saudara lainnya.

Padahal, membanding-bandingkan anak bukanlah sebuah cara untuk memotivas (Buku Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak: Dampak Pygmalion di dalam Keluarga By Monty P. Satiadarma). Banyak dampak negatif yang bisa terjadi jika kita membandingkan anak.

Memotivasi dengan Membandingkan Anak

Sebagai manusia kita diselimuti dengan rasa ketergesa-gesaan dan khawatir akan masa depan. Semua orang pasti pernah mengalaminya. Apalagi ketika mengasuh anak. Maka, tak heran jika mengasuh anak sering disebut mengasuh diri sendiri. Sejatinya kita sebagai orang tua bukan yang paling baik dan bisa, sebab kita sering juga belajar dari anak.

Orang tua sering sekali membandingkan anaknya dengan dahlil agar kita semangat.

“Kamu kaya kakak dong bisa masuk perguruan tinggi negeri.”

“Lihat dong adikmu, bangunnya tuh subuh. Ayo dong bangun subuh!”

“Si Palitho mah males makan, ga kaya anak kamu.”

Terlihat tidak asing dengan diksi-diksi di atas. Itulah perbandingan yang sering dengan halus merasuki gendang telinga kita sebagai anak. Orang tua pada dasarnya hanya memastikan bahwa si kecil memiliki pencapaian normal seperti anak lainnya.

baca juga : Harapan Orang Tua adalah Jalan Hidupku?

Dampak Membandingkan Anak

Orang tua hobi membandingkan perkembangan anak dengan anak lain, entah sesame anak sendiri maupun orang lain. Kemudian menilai sendiri apakah perkembangan anak kita normal, lebih baik dibanding anak-anak seusianya.

Sadar atau tidak, Ketika orang tua seperti itu, mereka menggunakan kemampuan anak lain sebagai patokan untuk memotivasi anak sendiri.

Coba cek diksi-diksi “motivasi di atas”

Walaupun kita tahu, orang tua kita pasti tidak bermaksud menyakiti hati kita saat masih kecil, tanpa disadari kata-kata ini berbahaya.

Maksud hati para orang tua adalah memotivasi kita, tapi apa yang sebenarnya diterima anak saat itu?

“Mamah ga sayang lagi sama aku, cuma sayang sama kakak.”

“oh aku memang ga sebaik adik.”

Membandingkan anak memang sebenarnya membuat orang tua dan anak merasa stres, tapi dorongan untuk melakukannya tidak bisa ditolak. Rasanya mulut orang tua, (bahkan zaman sekarang guys masih ada!) pengen aja bandingin anak terus. Duh.

Katanya sih tujuan dibalik membandingkan anak adalah untuk memotivasi, memancing semangat berkompetisinya dan mendidik anak agar memiliki mental unggul. Lah gimana mau kompetisi, kadang yang dibanding-bandingkan juga ga subjektif dan jadinya dorongan kompetisi untuk pencapaian anak. Lalu tujuannya jadi berubah, anak seakan-akan harus seperti dia dan dia. Tapi apakah cara mendidik anak ini selalu berhasil?

Tidak ada dua anak yang sama, even itu anak kembar ya. Setiap anak memiliki bakat, minat, tingkatan, dan kekuatan berbeda.

Orang tua bisa membangun atau menghancurkan rasa percaya diri anak ketika mengungkapkan rasa tidak senang karena pencapaian yang buruk. Negative labeling, hancurnya kepercayaan diri bahkan rasa benci terhadap saudara bisa dimulai dari kebiasaan membandingkan ini. Apalagi ini selalu diulang-ulang setiap harinya dan menempel di ingatan anak.

dampak buruk membanding-bandingkan anak

Berikut uraian lebih lengkapnya dampak dari anak yang dididik dengan cara dibanding-bandingkan :

#1. Mengalami Stres

Anak pasti akan terbebani bila ia terus dibandingkan. Tugas orang tua memang mendidik anak, bukan menekannya untuk melakukan sesuatu yang malah membuatnya cemas.

Analoginya, seperti menanam sebuah pohon. Kita harus memupuk, merawatnya dengan seksama. Mendidik anak bukanlah pekerjaan sehari semalam. Pentingnya kita paham aspek dan tahap perkembangan anak.

Setiap tahapan usia perkembangan tentu karakteristiknya akan berbicara. Ibaratnya, kita tidak mungkin memberikan dalil surga dan neraka kepada anak di bawah 2 tahun jika mereka berbuat kesalahan.

Atau kepada anak remaja, kita tidak bisa hanya membanding-bandingkan dengan saudara atau anak orang lain. Belajar mendengarkan anak, mari duduk dan bicaralah pada anak bila ada hal mengganggu yang mempengaruhi prestasinya. Bangun kedekatan secara emosional. Temukan solusi bersama.

#2. Anak akan Rasa percaya diri rendah

Hal ini bisa dipastikan anak akan mulai percaya bahwa orang lain itu lebih baik dari dirinya. Seolah tergambar dalam ingatan mereka bahwa mereka tidak bisa melakukan sesuatu yang baik dan memenuhi harapan orang tua. Perasaan ini dapat merusak kepribadiannya sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri yang rendah dan pertumbuhan akademiknya pasti akan terganggu.

#3. Tidak menghargai diri sendiri

Apabila anak masih mendengar kata-kata orang tua yang meminta ia untuk mengikuti anak lain agar berprestasi baik, ini dapat menghancurkan rasa percaya dirinya. Cara mendidik anak seperti ini dapat menghancurkan performanya di masa mendatang.

membandingkan anak#4. Membangun perilaku tidak bersemangat

Bila bakat dan prestasi anak terus diabaikan, dan orang tua hanya sibuk membanding-bandingkan, maka anak bisa tidak lagi bersemangat karena Ibu dengan jelas membandingkannya dengan anak lain yang punya prestasi lebih.

#5. Membekunya kreativitas dan minat anak

Sewaktu saya mulai berkuliah, saya mulai lebih banyak mengenal banyak dan ragam sifat orang. Rasanya saya memiliki keheranan mengapa ada anak yang kurang kreatif atau takut mencoba. Jika kita telisik lebih dalam, banyak sekali memang faktornya. Salah satunya sedari kecil sering dibanding-bandingkan.

Kenapa ketika membandingkan anak bisa memberi dampak bekunya kreativitas dan minat anak. Contoh ketika anak bertanya sesuatu, kita sibuk membandingkannya “kok gini aja ga ngerti sih,kakakmu aja bisa.”

Tahukah teman, yang direkam anak adalah jika aku bertanya orang tua yang akan marah jadi lebih baik aku diam. Lebih baik aku tidak mencoba dan sebagainya.

Ketika anak ingin mendalami kemampuannya dalam melukis, tapi sebagai orang tua kita malah ingin anak berlatih berenang. Inilah yang disebut membekukan kreativitas dan mematikan minat anak. Karena anak tidak punya ruang untuk berkembang dan mencoba, selalu dalam setiran harapan orang tua.

#6. Jauhnya kedekatan emosional dengan orang tua

Saat orang tua membandingkan anak dengan saudara kandung, sepupu, teman, atau tetangganya, maka anak akan merasa tidak nyaman berada di dekat orang tua. Ini menjadi bukti kalau ada yang salah dalam dirinya yang tidak bisa terima orang tua.

Keberadaan orang tua bisa menjadi sumber utama rasa sakit dan anak akan berusaha menjaga jarak. Akibatnya, anak merasa tidak nyaman dan hilang kepercayaan dan menjauh secara hubungan batin dengan salah satu maupun kedua orang tua. Kesalahan mendidik anak seperti ini di kemudian hari bisa memicu masalah perkembangan dan perilaku si kecil.

Dan atmosfer hubungan ini membuat anak akan mencari kenyamanan lain di luar sana. Syukur-syukur jika ketemu pergaulan yang baik, bagaimana jika tidak? Naudzubullah yah.

#7.Mendorong perselisihan saudara kandung

Ketika orang tua terus menerus memberi pujian ke anak yang lain, bisa-bisa muncul kebencian pada saudara kandungnya sendiri. Tanpa sadar ia membenci saudaranya dengan halus.

Penutup

Bisa dikatakan memang bahwa mendidik anak tentulah tugas paling sulit di dunia dan tidak ada yang namanya orang tua ideal. Namun, sebagai manusia yang berakal kita harus terus mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.

Setelah mengetahui banyaknya ragam dampak setelah membanding-bandingkan anak, tentu kita harus mencari cara agar mengasuh lebih baik. Jangan sampai kita lebay ataupun lalai.

Mari kita bergandengan tangan untuk belajar dan mempraktikan segala teori positive parenting agar anak kita sehat lahir dan batinnya serta menjadi pribadi yang unggul. Insya Allah, selanjutnya kita akan bahas artikel bagaimana menjadi orang tua yang postif yah.

Jangan putus semangat untuk terus membantu anak tumbuh di lingkungan yang positif. Selamat memberi apresiasi anak setiap hari dengan cinta dan afirmasi baik.

Semoga bermanfaat, salam.

shafira adlina

Artikel ini dipilih untuk dimasukkan dalam kampanye “Blog Parenting Terbaik di Indonesia” dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl.

22 thoughts on “Dampak Membanding-bandingkan Anak”

  1. Nah bener banget ini mba. Aku juga mati-matian menahan rasa untuk membanding-bandingkan. Apalagi anakku jaraknya setaunan. Padahal mereka aja punya gaya belajar yang beda. Jelas juga minat dan bakatnya beda. Yah bener kalau tiap anak itu punya keunikan masing2 dan PR orang tua gimana mengembangkannya tanpa membandingkan.

    Reply
  2. Aku sekali pernah keceplosan ngomong yg intinya bandingin si Kaka dengan si adek. Dan aku nyeseeeeeel banget mba 🤧😣.. aku tau kok dampaknya ga akan bagus. Si anak yg dibandingin bisa aja bukan malah termotivasi, tapi malah demotivasi.

    Ga semua anak bisa gampang terpacu kalo dibanding2in. Sekalipun dia terpacu utk maju, tapi takutnya dia malah membenci sodara kandungnya sendiri Krn selalu dibandingin 😔

    Reply
  3. Saya produk anak yang dibanding-bandingkan, kalau membandingkannya masih dalam rumah sih, kadang saya berusaha memaklumi kalau tujuannya baik. Tapi orang tua saya dulu suka membanding-bandingkan anak-anaknya saat cerita ke teman ataupun saudaranya.

    Dari pengalaman itulah, saya berusaha untuk tak membandingkan anak-anak. Saya belajar mengerem ucapan saya, sejengkel apapun dengan perilaku anak untuk tak membandingkan. Kalau keceplosan juga, biassanya saya segera minta maaf ke anak.

    Reply
  4. Kami punya 2 anak, cowok-cewek, engga pernah membandingkan sih depan mereka, udah tahu juga krn berbeda karakter. Yang membandingkan tuh orang lain, saudara, temen, haha…Si A gini ya, beda dengan B… 😀

    Reply
  5. Huhuhu… Aku nih yang masih suka banding bandingin anak. Habis itu nyesel deh terus meluk anakku. Minta maaf. Gak baik memang bandingin anak, akibatnya luka batin anak. Saya gak mau itu dan berusaha mengontrol diri agar tidak melakukan kesalahan yang sama

    Reply
  6. Sebagai orangtua, saya berusaha sekuat mungkin untuk hati-hati saat bicara dengan anak. Ga boleh keceplosan. Karena kebetulan adek kakak sepeerti langit bumi. Adknya punya karakter manja dan tidak mandiri karena sang kakak selalu secara sukarela membantu. adi ini murni kesalahan kami, makanya beneran harus tahan bicara di depan si nomor dua.

    Reply
  7. Ternyata bahaya banget ya membandingkan. Jangankan anak, orang dewasa aja punya dampak buruk. Stress. Lumayan ngeri juga. Mudah-mudahan banyak orang tua yang menyadarinya

    Reply
  8. I feel it. Kadang aku ya merasa kasihan sama adik-adikku kalau sudah dibandingkan satu sama lain. Emang ada kekhawatiran bahwa bisa berdampak pada mereka. Tapi ya gimana ya. Kadang orang tua mah merasa mereka sedang memotivasi gitu kan.

    Reply
  9. Bener banget , membandingkan itu sesuatu yang menyakitkan loh buat anak, kadang para ortu dulu gak mau ngerti, semoga nanti pas jadi orang tua, aku gak membanding2kan anak

    Reply
  10. Ketika masih kecil, aku mengalaminya mba. Baik sama adekku atau tetanggaku. Alhasil aku jadi sebel sama tetanggaku itu karena selalu dibandingkan. Berasa gak berguna, Alhamdulillah masa itu telah lewat dan aku bisa menyadari hal tersebut sebagai bentuk motivasi Orangtua dan tidak perlu diturunkan ke anakku

    Reply
  11. Aku termasuk korbannya nih mba Shaf huhu, dibanding2in tanteku dulu wkwk sampai sekarang masih kerasa banget lohh sakit atinya sama tanteku ituu :p

    Reply
  12. Memberikan pengasuhan anak membuttuhkan pengalaman dan ilmu sesuai panduan agar nantinya tumbuh kembang anak baik sesuai harapan agama dan keluarga. Membandingkan anak merupakan toxid parenting

    Reply
  13. Duh, jaga ucapan biar enggak membandingkan anak itu benar-benar penting. Kadang, meskipun enggak dibandingkan sama adik/kakak, masih kena perbandingan sama anak tetangga. Dulu masa kecil saya gitu soalnya. Semoga saya bisa meminimalkan sikap tersebut ke anak saya, meskipun memang susah pastinya.

    Reply
  14. bener bund, meski sekarang saya belum punya anak. Mudah-mudahan sewaktu dikasih amanah nanti, saya bisa jadi orang tua yang gak banding-bandingin anak, apalagi sama anak orang lain.

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page